Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI mengumumkan hasil temuan 7.201 penderita penyakit kusta baru sepanjang 2021 di Indonesia yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae yang menginfeksi jaringan kulit.
"Selama tahun 2021 lebih dari 7 ribu (penyakit kusta) yang ditemukan dalam waktu satu tahun. Saat ini masih ada enam Provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta di Indonesia," kata Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono dalam peringatan Hari Kusta Sedunia yang ditayangkan secara virtual dan diikuti dari YouTube Kemenkes RI di Jakarta, Senin.
Enam provinsi yang saat ini belum mencapai target eliminasi kusta di antaranya Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat.
Ia mengatakan prevalensi kusta di enam provinsi tersebut masih lebih dari 1 per 10.000 penduduk, artinya setiap 10.000 penduduk di daerah tersebut terdapat satu penderita kusta.
Dante mengatakan penularan kusta di Indonesia hingga saat ini masih berlangsung berdasarkan laporan proporsi cacat mencapai 84,6 persen dari total 7.201 kasus baru.
Menurut Dante kecacatan tubuh yang dialami pasien kusta menunjukkan adanya keterlambatan dalam penanganan penyakit kusta dengan persentase 15,4 persen.
Sementara itu proporsi kasus kusta baru pada anak sebesar 10,9 persen dari target kurang dari 5 persen yang tersebar di 27 provinsi dan proporsi kasus baru cacat 5,15 persen tersebar di 21 provinsi.
"Deteksi sedini mungkin adalah hal penting agar perlu segera diobati. Akibat kusta bisa timbul permasalahan ekonomi, stigmatisasi pada penderita kusta beserta keluarganya," katanya.
Pada Januari 2021, kata Dante, sebanyak 101 kabupaten/kota di enam Provinsi di Indonesia belum mencapai eliminasi kusta. Kemenkes menargetkan eliminasi kusta di di daerah tersebut perlu dicapai paling lambat 2024.
Upaya pengentasan dapat dilakukan seperti halnya penanganan COVID-19 melalui mekanisme testing, tracing dan treatment yang optimal. "Upaya tersebut tanggung jawab kita bersama dari tingkat pusat dan daerah," katanya.
Sementara itu peringatan Hari Kusta Sedunia bertajuk "Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Terhadap Kusta" diselenggarakan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sitanala Tengerang, Banten dengan dihadiri sejumlah praktisi terkait penyakit kusta.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan upaya menghapus stigma dan diskriminasi orang dengan penyakit kusta dilakukan melalui sejumlah kegiatan, seperti edukasi masyarakat, menghadirkan pasien kusta untuk memberikan testimoni perawatan serta semangat hidup hingga pemasangan baliho di berbagai daerah terkait program eliminasi kusta.
"Komponen masyarakat baik dari unsur swasta, organisasi profesi, organisasi masyarakat, mitra pembangunan dan media ikut berperan aktif memberikan informasi yang seluas-luasnya agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang kusta," katanya.
Nadia menambahkan kusta merupakan penyakit yang tidak terlalu cepat menular bila penanganan penyakit bisa dilakukan sedini mungkin.
"Penyakit kusta dapat disembuhkan dan tentunya ini tidak mudah menular dengan pengobatan sedini mungkin maka kecacatan akan bisa dihindarkan," katanya.
"Selama tahun 2021 lebih dari 7 ribu (penyakit kusta) yang ditemukan dalam waktu satu tahun. Saat ini masih ada enam Provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta di Indonesia," kata Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono dalam peringatan Hari Kusta Sedunia yang ditayangkan secara virtual dan diikuti dari YouTube Kemenkes RI di Jakarta, Senin.
Enam provinsi yang saat ini belum mencapai target eliminasi kusta di antaranya Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat.
Ia mengatakan prevalensi kusta di enam provinsi tersebut masih lebih dari 1 per 10.000 penduduk, artinya setiap 10.000 penduduk di daerah tersebut terdapat satu penderita kusta.
Dante mengatakan penularan kusta di Indonesia hingga saat ini masih berlangsung berdasarkan laporan proporsi cacat mencapai 84,6 persen dari total 7.201 kasus baru.
Menurut Dante kecacatan tubuh yang dialami pasien kusta menunjukkan adanya keterlambatan dalam penanganan penyakit kusta dengan persentase 15,4 persen.
Sementara itu proporsi kasus kusta baru pada anak sebesar 10,9 persen dari target kurang dari 5 persen yang tersebar di 27 provinsi dan proporsi kasus baru cacat 5,15 persen tersebar di 21 provinsi.
"Deteksi sedini mungkin adalah hal penting agar perlu segera diobati. Akibat kusta bisa timbul permasalahan ekonomi, stigmatisasi pada penderita kusta beserta keluarganya," katanya.
Pada Januari 2021, kata Dante, sebanyak 101 kabupaten/kota di enam Provinsi di Indonesia belum mencapai eliminasi kusta. Kemenkes menargetkan eliminasi kusta di di daerah tersebut perlu dicapai paling lambat 2024.
Upaya pengentasan dapat dilakukan seperti halnya penanganan COVID-19 melalui mekanisme testing, tracing dan treatment yang optimal. "Upaya tersebut tanggung jawab kita bersama dari tingkat pusat dan daerah," katanya.
Sementara itu peringatan Hari Kusta Sedunia bertajuk "Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Terhadap Kusta" diselenggarakan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sitanala Tengerang, Banten dengan dihadiri sejumlah praktisi terkait penyakit kusta.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan upaya menghapus stigma dan diskriminasi orang dengan penyakit kusta dilakukan melalui sejumlah kegiatan, seperti edukasi masyarakat, menghadirkan pasien kusta untuk memberikan testimoni perawatan serta semangat hidup hingga pemasangan baliho di berbagai daerah terkait program eliminasi kusta.
"Komponen masyarakat baik dari unsur swasta, organisasi profesi, organisasi masyarakat, mitra pembangunan dan media ikut berperan aktif memberikan informasi yang seluas-luasnya agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang kusta," katanya.
Nadia menambahkan kusta merupakan penyakit yang tidak terlalu cepat menular bila penanganan penyakit bisa dilakukan sedini mungkin.
"Penyakit kusta dapat disembuhkan dan tentunya ini tidak mudah menular dengan pengobatan sedini mungkin maka kecacatan akan bisa dihindarkan," katanya.