Makassar (ANTARA) - PT Pupuk Indonesia Region 6 mencatat distribusi pupuk bersubsidi pada wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua) hanya mencapai 85,7 persen atau 918.644 ton dari kuota 1.071.308 ton selama 2021.
Pupuk Indonesia mengalokasikan 1.071.308 ton untuk 10 Provinsi yakni Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
"Kita akui bahwa penyaluran pupuk subsidi memang cukup lambat pada tahun lalu, ini dipengaruhi karena adanya transisi sistem penebusan yang sebelumnya offline diubah menjadi online melalui E-RDKK," kata
Vice President Sales Region 6 PT Pupuk Indonesia M Miftakhul Zainuddin di Makassar, Minggu.
Sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) merupakan sistem yang digunakan Kementerian Pertanian untuk mendata petani sebagai penerima pupuk bersubsidi guna penyalurannya tepat sasaran.
Miftakhul menyebut bahwa tidak mudah bagi petani untuk beralih dari kebiasaan sebelumnya, kemudian tergantikan dengan sistem teknologi E-RDKK.
Oleh karena itu, kata dia, tidak heran jika hampir semua wilayah atau provinsi hingga kabupaten/kota mengalami keterlambatan realisasi penyaluran pupuk subsidi. Namun hal ini dinilai menjadi sebuah terobosan baru di era serba teknologi.
"Termasuk di Sulawesi Selatan sebagai wilayah dengan alokasi terbanyak di area Region 6 juga terlambat realisasinya. Tapi barang itu tetap ada di toko, sisa diklaim oleh petani," urai Miftakhul.
Dengan demikian, tidak satupun provinsi yang realisasi penyaluran pupuk subsidinya mencapai 95 persen.
Adapun realisasi pupuk subsidi di masing-masing provinsi yakni Provinsi Gorontalo 82,9 persen, Sulawesi Barat 77,7 persen, Sulawesi Selatan 92,3 persen, Sulawesi Tenggara 67,2 persen, Sulawesi Tengah 84,6 persen, Sulawesi Utara 75,4 persen, Maluku 66 persen, Maluku Utara 42,2 persen, Papua 60,5 persen dan Papua Barat 52,5 persen.
Selanjutnya, Miftakhul optimistis realisasi pupuk subsidi akan lebih cepat dan meningkat pada tahun 2022, sebab para petani telah memiliki pengalaman dalam mengklaim jatah pupuk subsidi lewat sistem e-RDKK.
Pupuk Indonesia mengalokasikan 1.071.308 ton untuk 10 Provinsi yakni Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
"Kita akui bahwa penyaluran pupuk subsidi memang cukup lambat pada tahun lalu, ini dipengaruhi karena adanya transisi sistem penebusan yang sebelumnya offline diubah menjadi online melalui E-RDKK," kata
Vice President Sales Region 6 PT Pupuk Indonesia M Miftakhul Zainuddin di Makassar, Minggu.
Sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) merupakan sistem yang digunakan Kementerian Pertanian untuk mendata petani sebagai penerima pupuk bersubsidi guna penyalurannya tepat sasaran.
Miftakhul menyebut bahwa tidak mudah bagi petani untuk beralih dari kebiasaan sebelumnya, kemudian tergantikan dengan sistem teknologi E-RDKK.
Oleh karena itu, kata dia, tidak heran jika hampir semua wilayah atau provinsi hingga kabupaten/kota mengalami keterlambatan realisasi penyaluran pupuk subsidi. Namun hal ini dinilai menjadi sebuah terobosan baru di era serba teknologi.
"Termasuk di Sulawesi Selatan sebagai wilayah dengan alokasi terbanyak di area Region 6 juga terlambat realisasinya. Tapi barang itu tetap ada di toko, sisa diklaim oleh petani," urai Miftakhul.
Dengan demikian, tidak satupun provinsi yang realisasi penyaluran pupuk subsidinya mencapai 95 persen.
Adapun realisasi pupuk subsidi di masing-masing provinsi yakni Provinsi Gorontalo 82,9 persen, Sulawesi Barat 77,7 persen, Sulawesi Selatan 92,3 persen, Sulawesi Tenggara 67,2 persen, Sulawesi Tengah 84,6 persen, Sulawesi Utara 75,4 persen, Maluku 66 persen, Maluku Utara 42,2 persen, Papua 60,5 persen dan Papua Barat 52,5 persen.
Selanjutnya, Miftakhul optimistis realisasi pupuk subsidi akan lebih cepat dan meningkat pada tahun 2022, sebab para petani telah memiliki pengalaman dalam mengklaim jatah pupuk subsidi lewat sistem e-RDKK.