Managua (ANTARA) - Kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak pemerintahan Presiden Nikaragua Daniel Ortega pada Senin (7/3) untuk menyelenggarakan kembali pemilihan yang adil.

Kepala HAM PBB itu mengatakan dia "prihatin" tentang kurangnya akuntabilitas negara itu atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang berulang.

Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Michelle Bachelet, dalam sebuah laporan yang dibacakan di Dewan HAM, meminta Ortega untuk menyelenggarakan "proses pemilihan yang kredibel, adil, dan transparan" dalam pemilihan kota yang direncanakan untuk akhir tahun.

Bachelet, yang menjadi presiden Chile dari 2014 hingga 2018, juga meminta Ortega untuk mengadakan pembicaraan dengan kelompok-kelompok oposisi.

Ortega mengatakan pada Januari bahwa pembicaraan semacam itu dapat terjadi setelah pemilihan kota berakhir.

"Dialog harus mencakup semua pandangan, dan harus bertujuan untuk memastikan solusi damai dan demokratis untuk krisis politik, sosial, dan hak asasi manusia yang terus memengaruhi negara itu secara mendalam," kata Bachelet.

Organisasi-organisasi HAM internasional telah mendesak Ortega untuk mengadakan apa yang disebut "dialog nasional" dan untuk membebaskan orang-orang yang oleh kelompok oposisi disebut tahanan politik.

Dalam laporannya, Bachelet mengatakan kantornya mendokumentasikan empat kasus pembela HAM yang ditahan secara sewenang-wenang di negara itu dan hampir 48 orang dipenjara tanpa proses hukum "dalam konteks pemilihan 2021."

Sebagai tanggapan, pemerintah Nikaragua mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Laporan jenis ini dimaksudkan untuk terus menggagalkan dan merendahkan otoritas dan institusi nasional kami, serta sistem hukum yang mendukung Negara Nikaragua, berdasarkan informasi yang salah dan benar-benar bias, dengan tujuan mencampuri urusan kami, tidak menghormati kedaulatan dan kemerdekaan kami."

Nikaragua telah mengalami krisis politik yang mendalam sejak 2018, ketika usulan reformasi jaminan sosial yang didukung oleh Ortega memicu protes di seluruh negeri.

Lebih dari 300 pemrotes terbunuh, sebagian besar di tangan pasukan yang bersekutu dengan pemerintah, kata kantor Bachelet dalam sebuah laporan 2018.

Sumber: Reuters

Pewarta : Mulyo Sunyoto
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024