Makassar (ANTARA) - Politisi senior di Partai Golkar Armin Mustari Toputiri menggelar pameran tunggal di salah satu hotel di Makassar, Sulawesi Selatan, guna memamerkan 55 lukisan bertema Zoon Politicon (politik bintang) hasil karyanya sendiri.
"Sebenarnya, saya dijebak Mike Turusy (almarhum). Waktu itu dipaksa-paksa, jadi saya melukis. Padahal tidak ada saya punya dasarnya melukis, ini tiba-tiba saja bisa melukis," ujar Amrin usai pembukaan pameran tunggal itu di Makassar, Sabtu.
Ia mengaku bisa melukis karena kedekatannya dengan sekian banyak seniman pelukis, salah satunya senior Mike Turusy yang menjebaknya ikut serta dalam kegiatan Live Painting di Malino pada 24 Oktober 2020.
Dari situ ia mulai merasakan sensasi bermain cat di kanvas. Bahkan selama hampir dua tahun, tidak terasa sudah menciptakan seratusan karya lukis yang dibuat di masa pandemi COVID-19.
"Lukisan ini adalah bentuk metafor, jadi tidak ada yang lain, beda kalau di Pulau Jawa, disana (lukisan) Punakawan. Pilihan tema ini tidak menjadi pilihan banyak pelukis, sehingga saya ambil jalur ini. Biasanya pelukis di Sulsel ambil Kapal Pinisi, Rumah Toraja. Saya ambil ini beda dengan yang lain, " ujarnya.
Menurut dia, pameran tunggal lukisan ini selama 30 tahun belum ada dilaksanakan, kalaupun ada digelar di gedung kesenian dengan tema berbeda. Motivasi melukis dan pameran, kata dia, sesuai wasiat dari pengajarnya Mike Turusy yang berencana menggelar pameran pada 24 Oktober 2021, tapi terkendala karena pandemi.
"Ini pameran tunggal. Saya sudah menghasilkan 124 karya, tapi hanya 55 karya dipamerkan. Kenapa 55 karya karena itu sesuai ulang tahun saya," ucap mantan anggota DPRD Sulsel ini menambahkan.
Seorang pengunjung memotret lukisan pelukis politisi Armin Mustari Toputiri saat pameran lukisan tunggal yang bertema Zoon Politicon (politik bintang) di hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/3/2022). ANTARA/Darwin Fatir.
Senior kurator Kuss Indarto pada kesempatan itu mengungkapkan bahwa pameran ini menarik karena ada seorang politisi mencoba untuk berkarya, kemudian karya seni ini dijadikan sebagai perangkat yang penting untuk mengutarakan gagasannya.
Debut-debat yang sudah dilakukannya di ruang sidang selama menjadi anggota dewan, lalu dipindahkan melalui karya seni artefak ini. Selain itu, hasil diskusi, perenungan dan opini-opini Armin kemudian menjadi kesaksian. Sehingga kesaksian itulah dituangkan dalam bentuk karya seni.
"Karya ini tidak banyak dihasilkan seniman atau politisi. Dari 126 karya dibuat pak Armin, saya memilih menjadi 55, kebetulan itu sesuai usai beliau. Paling tidak karya ini sesuai tema yang saya dipilah yakni Zoon Politicon, binatang politik. Itu yang saya fokuskan," beber Kuss Indarto.
Untuk karya pertama Armin, papar dia, tetap ikut dipamerkan menggambarkan pemandangan serta villa pribadinya. Selebihnya, sesuai tema murni politik isinya gagasan, metafor. Menariknya, lukisan metafor itu menampilkan dunia binatang, dimana bentuk perlambangan, analogi metafor pas untuk seorang sosok Armin.
Tentunya ini beda kalau Armin seorang Jawa, barangkali metaforanya adalah Punakawan (khasanah kesusastraan), tapi nampaknya disini tidak cukup jadi perangkat simbolisasi. Simbolisasi pada lukisan ini banyak idiom-idiom yang sudah sangat akrab memudahkan publik mengapresiasi karena sarat komunikatif
"Ada tikus, ada kambing, itu kan bisa kita asosiasi ya. Tikus seperti pada ikon lukisannya, berjas berwajah tikus, kita tahu simbol tikus adalah koruptor, itu bisa kita lihat. Seperti pada saat pembukaan replika tikus dipukul lalu dibuang ke tempat sampah," tuturnya menambahkan.
"Sebenarnya, saya dijebak Mike Turusy (almarhum). Waktu itu dipaksa-paksa, jadi saya melukis. Padahal tidak ada saya punya dasarnya melukis, ini tiba-tiba saja bisa melukis," ujar Amrin usai pembukaan pameran tunggal itu di Makassar, Sabtu.
Ia mengaku bisa melukis karena kedekatannya dengan sekian banyak seniman pelukis, salah satunya senior Mike Turusy yang menjebaknya ikut serta dalam kegiatan Live Painting di Malino pada 24 Oktober 2020.
Dari situ ia mulai merasakan sensasi bermain cat di kanvas. Bahkan selama hampir dua tahun, tidak terasa sudah menciptakan seratusan karya lukis yang dibuat di masa pandemi COVID-19.
"Lukisan ini adalah bentuk metafor, jadi tidak ada yang lain, beda kalau di Pulau Jawa, disana (lukisan) Punakawan. Pilihan tema ini tidak menjadi pilihan banyak pelukis, sehingga saya ambil jalur ini. Biasanya pelukis di Sulsel ambil Kapal Pinisi, Rumah Toraja. Saya ambil ini beda dengan yang lain, " ujarnya.
Menurut dia, pameran tunggal lukisan ini selama 30 tahun belum ada dilaksanakan, kalaupun ada digelar di gedung kesenian dengan tema berbeda. Motivasi melukis dan pameran, kata dia, sesuai wasiat dari pengajarnya Mike Turusy yang berencana menggelar pameran pada 24 Oktober 2021, tapi terkendala karena pandemi.
"Ini pameran tunggal. Saya sudah menghasilkan 124 karya, tapi hanya 55 karya dipamerkan. Kenapa 55 karya karena itu sesuai ulang tahun saya," ucap mantan anggota DPRD Sulsel ini menambahkan.
Senior kurator Kuss Indarto pada kesempatan itu mengungkapkan bahwa pameran ini menarik karena ada seorang politisi mencoba untuk berkarya, kemudian karya seni ini dijadikan sebagai perangkat yang penting untuk mengutarakan gagasannya.
Debut-debat yang sudah dilakukannya di ruang sidang selama menjadi anggota dewan, lalu dipindahkan melalui karya seni artefak ini. Selain itu, hasil diskusi, perenungan dan opini-opini Armin kemudian menjadi kesaksian. Sehingga kesaksian itulah dituangkan dalam bentuk karya seni.
"Karya ini tidak banyak dihasilkan seniman atau politisi. Dari 126 karya dibuat pak Armin, saya memilih menjadi 55, kebetulan itu sesuai usai beliau. Paling tidak karya ini sesuai tema yang saya dipilah yakni Zoon Politicon, binatang politik. Itu yang saya fokuskan," beber Kuss Indarto.
Untuk karya pertama Armin, papar dia, tetap ikut dipamerkan menggambarkan pemandangan serta villa pribadinya. Selebihnya, sesuai tema murni politik isinya gagasan, metafor. Menariknya, lukisan metafor itu menampilkan dunia binatang, dimana bentuk perlambangan, analogi metafor pas untuk seorang sosok Armin.
Tentunya ini beda kalau Armin seorang Jawa, barangkali metaforanya adalah Punakawan (khasanah kesusastraan), tapi nampaknya disini tidak cukup jadi perangkat simbolisasi. Simbolisasi pada lukisan ini banyak idiom-idiom yang sudah sangat akrab memudahkan publik mengapresiasi karena sarat komunikatif
"Ada tikus, ada kambing, itu kan bisa kita asosiasi ya. Tikus seperti pada ikon lukisannya, berjas berwajah tikus, kita tahu simbol tikus adalah koruptor, itu bisa kita lihat. Seperti pada saat pembukaan replika tikus dipukul lalu dibuang ke tempat sampah," tuturnya menambahkan.