Makassar (ANTARA) - Sejumlah investor merasa keberatan atas kebijakan Pengelola Kawasan Industri Makassar (KIMA) yang mengenakan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) hingga 30 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah masa pakai lahan habis.

"Kebijakan ini sangat memberatkan kami, karena adanya biaya 30 persen PPTI. Aturan itu dibuat secara sepihak dan tidak ada dalam perjanjian awal," ungkap investor sekaligus pemilik PT Piramid Mega Sakti, Adnan Widjaja, kepada wartawan di hotel Claro Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.

Sebagai investor pertama yang beroperasi dan menempati KIMA sejak awal, tidak ada disebutkan dalam perjanjian, tapi sekarang tiba-tiba ada biaya PPTI. Dampak dari kebijakan itu, ia terpaksa mengurangi pekerja dari semula 300 orang, kini tersisa 100 orang lebih karena biaya operasional membengkak.

Walaupun berat, Adnan menyebut, sudah melaksanakan pembayaran Rp1,2 miliar kepada pengelola PT KIMA untuk biaya perpanjangan PPTI, tapi dianggap kurang. Bahkan sejauh ini, malah mendapat kesulitan, padahal diawal masuk dijanjikan segala kemudahan, namun kini berubah.

Investor lainnya sekaligus pengusaha tergabung dalam Paguyuban Perusahaan KIMA Makassar (PPKM), Robin, menuturkan banyak investor merasa terpedaya dari kebijakan secara sepihak penetapan biaya perpanjangan PPTI, bahkan tidak disosialisasikan.

Juru bicara PPKM, M Tahir Arifin, mengatakan sudah mengirim surat ke Presiden Joko Widodo meminta perlindungan dan kepastian berusaha bagi investor yang telah menjalankan usahanya selama puluhan tahun di kawasan industri terbesar di Indonesia Timur tersebut.

"Suratnya sudah dikirimkan. Kami berharap ada perhatian dari pak Jokowi sebagai presiden, agar menyikapi BUMN KIMA terkait biaya PPTI. Kita harap bisa diturunkan, dikaji ulang lagi, sehingga pengusaha bisa merasa nyaman berinvestasi," harapnya.

Direktur Utama PT KIMA Zainuddin Mappa saat dikonfirmasi perihal keberatan investor yang tergabung dalam PPKM soal PPTI malah menyerang balik dengan nada tinggi dan menegaskan organisasi PPKM tidak terdaftar.

"Apa haknya mereka mempertanyakan. Itu tenant-tenant kami. Soal tarif (PPTI) tidak ada perubahan dari tahun 2014. Dasarnya, ada perhitungannya dan kami tidak harus ungkapkan. Ini sudah diaudit BPK. Kalau dijual lebih murah, maka berbahaya bisa dikatakan penjualan tanah negara," katanya berdalih.

Zainuddin menambahkan, ada 200 lebih tenant di KIMA, 30 diantaranya sudah habis masa pakai hingga 20 tahun, sehingga dikenakan biaya PPTI bagi yang ingin memperpanjang sebesar 30 persen dari NJOP harga tanah di kawasan tersebut. Soal sosialisasi, kata dia berdalih, sudah ada dalam perjanjian.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024