Kupang (ANTARA News) - Pemerhati Masalah Timor Leste dari "East Timorese Indonesia Citizen Association" (ETICA) Florencio Mario Vieira mengatakan kemenangan Taur Matan Ruak dalam Pilpres Timor Leste kedua, Senin (16/4), merupakan bukti kecerdasan Xanana Gusmao dalam membangun komunikasi politik.

"Dari sekitar 400 ribu suara yang telah dihitung hingga Selasa dini hari, mantan Panglima Angkatan Perang Timor Leste (FDTL) itu menang telak di 11 distrik, kecuali Viqueque dan Baucau, sedang saingannya Fransisco Guterres atau Lu-Olo menang tipis. Ini bukti kecerdasan Xanana dalam membangun komunikasi politik di Timor Leste," kata Mario kepada ANTARA dari Dili, Selasa.

Dari total suara yang dihitung, pria kelahiran Baguia, Distrik Baucau pada 10 Oktober 1956 dari pasangan Antonio de Vasconcelhos dan Albertina Amaral dengan nama asli Jose Maria de Casconselhos (56), itu meraih 235.299 suara atau sekitar 58,82 persen dari total 400 ribu suara yang dihitung.

Sementara rival politik Taur yang sama-sama dari Partai Fretilin (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente), Lu-Olo yang juga Ketua Partai Fretilin dan mantan Ketua Parlemen Timor Leste 2002-2007 baru mengumpulkan 155.518 suara atau sekitar 38,87 persen dari total surat suara yang telah dihitung.

Mario Vieira melukiskan skenario politik yang dibangun PM Timor Leste dan mantan presiden pertama di negara baru yang selama 23 tahun menjadi bagian dari wilayah NKRI itu, seperti ketika dilakonkannya pada Pilpres 2007 untuk memenangkan Jose Ramos Horta dari kepungan lawan politik Lu-Olo.

"Sekarang Xanana bermain politik untuk mendukung Taur, dan hasilnya terbukti bahwa Xanana sangat cerdas dalam membangun komunikasi politik, sehingga mampu memenangkan Taur di Pilpres putaran kedua di tengah optimisme Fretilin akan kemenangan Lu-Olo," ucapnya seraya menambahkan justru suara Lu-Olo tidak melonjak signifikan seperti pada Pilpres 2007.

Menurut dugaan Fretilin, kata Mario Vieira, pihak Barat turut "bermain" di belakang layar dalam membuat kecurangan seperti dengan membiarkan Taur Matan Ruak melakukan aksi "serangan fajar" dalam bentuk politik uang (money politics), sekaligus melakukan intimidasi kepada pemilih untuk memilih dirinya agar menang dalam Pilpres putaran kedua.

Selain itu, Fretilin juga menemukan kotak-kotak suara yang dicadangkan untuk mengantikan kotak suara hasil pilpres di TPS-TPS dan saat ini telah diserahkan ke pihak kepolisian negara itu sebagai barang bukti.

"Pihak Fretilin sedang mengumpulkan bukti-bukti berbagai kecurangan yang dilakukan kelompok pendukung Taur, dan bila terbukti sangat signifikan kemungkinan Lu Olo tidak akan menerima hasil Pilpres yang dilaporkan berlangsung aman dan lancar serta demokratis itu," tuturnya.

Menurut Mario Vieira, bila kecurangan tersebut sampai dibuktikan secara hukum maka modus operadi ini sama dengan yang dilakukan oleh UNAMET pada saat jajak pendapat tahun 1999 yang didukung oleh pihak Barat.

"Saya melihat ada kecenderungan pihak Barat yang menghendaki agar pemerintahan di Timor Leste tetap di bawah kendali Xanana Gusmao yang dipandang lebih moderat ketimbang Mari'e Alkatiri yang lebih kritis terhadap Barat, terutama dalam hal pembagian hasil minyak di Timor Gap," tukasnya.

Masalah pembagian hasil minyak di Palung Timor (Timor Gap) menyangkut penyelesaikan negosiasi tentang rencana Woodside Petrolemu's untuk memroses sumber gas dari Laut Timor yang bernilai sekitar 18 juta dolar AS.

Mario Vieira mengatakan siapapun pemenang dalam Pemilu Presiden Timor Leste, hubungan dengan Indonesia adalah suatu keniscayaan, karena ketergantungan ekonomi (pasokan barang untuk kebutuhan dasar yang murah dan tenaga jasa yang sesuai dengan kebutuhan rakyat Timor Leste) tidak dapat dipungkiri, selain Indonesia juga punya peran penting dalam memperjuangkan proposal Timor Leste menjadi anggota ASEAN. (T.L003/C004)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024