Makassar (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri Takalar tidak menemukan keterlibatan Bupati Takalar Ibrahim Rewa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan ranjang elektronik di Rumah Sakit Umum Daerah Padjonga Daeng Ngalle Takalar.

"Kasus ini sudah masuk persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar dan sepanjang penyelidikan dan penyidikan tidak ditemukan keterlibatan bupati," kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Takalar Rachmat Sentosa di Makassar, Kamis.

Ia mengatakan, kasus dugaan korupsi pengadaan 85 unit ranjang elektronik itu diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp532 juta dengan mendudukkan lima terdakwa.

Kelima tersangka yang akan menjalani persidangan itu adalah Direktur RSUD Padjonga Daeng Ngalle dr Sya, mantan Direktur RSUD Padjonga Daeng Ngalle yang sekarang menjabat Wakil Direktur RS Labuang Baji Makassar dr IS, Bendahara Pengeluaran Sup dan Bendahara Rutin Ros serta ATS.

Dalam kasus ini, para terdakwa dan penasihat hukumnya menyebutkan, dalam pelaksanaannya ada keterlibatan bupati dalam hal pemberian disposisi pencairan anggaran untuk pembayaran sisa dana transportasi yang menjadi utang piutang mereka dalam pengadaan barang tersebut.

Rachmat menjelaskan, berdasarkan isi dakwaan untuk tersangka, nama bupati tidak ada dalam kasus ini, apalagi menjadi saksi dalam berkas perkara untuk lima tersangka yang bakal menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Makassar 21 Mei 2012.

"Dalam berkas perkara itu tidak menyebutkan nama bupati, apalagi sampai terlibat," katanya.

Sebelumnya Asfah A Gau yang bertindak selaku pengacara Direktur RSUD Padjonga Daeng Ngalle itu menyebutkan pembayaran yang dilakukan kliennya tersebut atas perintah dan disposisi langsung dari Ibrahim Rewa.

Dia mengatakan, keterlibatan bupati Takalar itu lantaran pihak kepolisian menemukan ada kejanggalan bukti kuat mengenai surat disposisi langsung dari Ibrahim Rewa kepada Direktur RSUD Padjonga Daeng Ngalle dr Syarifuddin untuk melakukan pembayaran menyangkut sisa dana transportasi yang menjadi utang piutang.

"Kami no comment soal itu, karena kasus ini merupakan tanggung jawab Polres Takalar yang menangani kasus ini. Kami di kejaksaan hanya menerima pelimpahan berkas," terang Rachmat.

Atas perbuatan yang dilakukan oleh para tersangka, jaksa menjeratnya dengan pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 20/2001, perubahan dari UU Nomor 31/1999 tentang Pembertasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun penjara. (T.KR-MH/N002)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024