Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggandeng Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk kerja sama di bidang klimatologi dan geofisika, terutama pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami.

Kerja sama itu tercakup dalam The Project of Capacity Development for the Implementation of Climate Change Strategies yang merupakan kerja sama JICA dengan beberapa instansi, salah satunya BMKG.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dikutip dari laman resmi BMKG, Sabtu, berharap program dan proyek kerja sama itu dapat membantu BMKG dalam mengembangkan SDM serta pengembangan terkait dengan Earthquake and Tsunami Early Warning System secara teknis.

Proyek kerja sama tersebut sebenarnya telah ditandatangani oleh para pihak pada tanggal 25 Januari 2018, dan keduanya kembali mengadakan rapat pada hari Kamis (9/6).

Untuk bidang klimatologi, menurut Dwikorita, kerja sama BMKG dan JICA bertujuan untuk menyediakan proyeksi iklim sebagai dasar saintifik pembuatan kebijakan dengan menjadikan Deputi Bidang Klimatologi dan Kepala Pusat Perubahan Iklim dari BMKG berperan sebagai focal point.

Salah satu kesepakatan dalam proyek itu menyebutkan bahwa peralatan dari Jepang yang dipakai selama proyek pada akhir kerja sama akan menjadi milik pemerintah Indonesia (melalui mekanisme hibah).

Pada bidang geofisika, kedua pihak memfokuskan pada pengembangan sistem peringatan dini gempa dan tsunami.

Selain itu, kerja sama tersebut juga mencakup pemberian beasiswa dari JICA kepada enam pegawai Kedeputian Bidang Geofisika untuk melanjutkan pendidikan S-2 di Jepang.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi meminta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meningkatkan kecepatan dan akurasi informasi terkait iklim dan cuaca dalam rangka meningkatkan keselamatan transportasi nasional.

“Dukungan BMKG sangat penting dalam memberikan informasi peringatan dini cuaca. Bila informasi ini dapat diperoleh secara real time, cepat dan akurat, maka diharapkan meningkatkan keselamatan transportasi antar wilayah, antar pulau, maupun antar negara,” kata Budi Karya dalam Rapat Koordinasi Nasional BMKG Tahun 2022 secara daring.

Menhub mengungkapkan selain pandemi Covid-19, pemanasan global menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi, karena menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya bencana alam.

Menurut dia, dengan adanya perubahan iklim yang tidak menentu akibat pemanasan global, diperlukan prakiraan cuaca dengan akurasi yang lebih tinggi.

Menyikapi isu pemanasan global, Menhub mengatakan telah menyiapkan kebijakan dan aksi mitigasinya melalui penyediaan transportasi yang berkelanjutan.

“Pengembangan infrastruktur transportasi diarahkan kepada kendaraan listrik, pelabuhan dan bandara hijau, dan kereta listrik. Diharapkan kualitas udara semakin bersih dan juga ramah lingkungan,” ujarnya.

Selain itu, sejumlah upaya juga telah dilakukan Kemenhub bersama BMKG dan pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan keandalan layanan informasi cuaca di sektor transportasi.

Seperti misalnya di sektor udara, telah ada SIAM atau System of Indonesian Aviation yang menyediakan berbagai informasi cuaca terkini dalam satu platform.

Kemudian di sektor laut, telah dipasang Warning Receiver System New Generation yang bermanfaat dalam percepatan deteksi dan penyampaian informasi gempa bumi dan tsunami, serta peralatan Vessel Traffic Service (VTS) yang membantu memonitor lalu lintas pelayaran.

“Ke depan, perlu terus dikembangkan standardisasi dan integrasi data Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (MKG), sesuai dengan kebutuhan masing-masing moda transportasi,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala BMKG Dwikorita mengatakan, pihaknya akan terus meningkatkan kemampuan SDM BMKG untuk memberikan pelayanan informasi MKG yang prima.

“Kami akan terus membangun dan menjaga kepercayaan publik melalui penyediaan layanan MKG yang andal dan terpercaya melalui pemanfaatan teknologi informasi,” kata Dwikorita.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024