Makassar (ANTARA News) - Pengamat Politik Universitas Hasanuddin Dr Hasrullah, MA, menyatakan, Gubernur Sulawesi Selatan idealnya tidak boleh memiliki dinasti politik agar dapat mengakomodir berbagai kepentingan sehingga disparitas politik terjadi.

"Kalau ada dinasti politik di dalam kepemimpinan Gubernur, baik itu pada pemerintahan maupun politik, maka akan sulit bersikap adil dan mengakomodir berbagai kepentingan yang sifatnya prioritas untuk kepentingan rakyat sebab ada benturan kepentingan (conflic of interest) di dalamnya, sebab di sana ada saudara, anak, keponakan dan lainnya yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan," kata Hasrullah di Makassar, Kamis.

Pihaknya memuji kepemimpinan Gubernur Sulsel beberapa waktu sebelumnya yakni Prof Dr Achmad Amiruddin yang mampu meletakkan dasar pembangunan ekonomi yang kuat bagi Sulsel melalui program Perwilayahan komoditi yang kemudian dikembangkan menjadi petik, olah dan jual.

Landasan fenomenal itu menjadi dasar yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi Sulsel hingga saat ini, sekaligus disparitas politik terjadi sebab gubernur mampu mengakomodir berbagai kepentingan dengan pendamping yang bhineka, ujarnya.

Berbeda saat ini, program yang dilaksanakan di-setting (dirancang) untuk "company profil" yakni memprioritaskan pelaksanaan pembangunan yang diperkirakan akan memperoleh penghargaan, bukan tulus untuk mensejahterakan rakyat.

Dampaknya, penghargaan banyak diperoleh dan itu fakta, namun rakyat tidak menikmati prestasi tersebut, itu hanya menjadi kebanggaan Gubernur dan rakyat tetap berjuang sendiri untuk kesejahteraannya.

Dia mencontohkan sebanyak 116 penghargaan nasional yang diraih Pemerintah Provinsi Sulsel empat tahun terakhir berbanding terbalik dengan peringkat 19 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulsel.

Ratusan prestasi dan penghargaan skala nasional itu, menjadi kebanggaan Gubernur Sulsel Dr H Syahrul Yasin Limpo, MH, MSi yang maju sebagai Calon Gubernur Patahana Pilgub Sulsel Januari 2013, dalam setiap sosialisasi sebagai cerita sukses, padahal IPM adalah indikator yang diakui dunia untuk menilai maju tidaknya suatu daerah dan justru Pemprov Sulsel gagal dalam hal ini, ujarnya.

IPM Sulsel dengan 72 poin berada pada peringkat 19 nasional adalah data Bappenas serta UNDP dan IPM adalah simbol kualitas manusia yang tergambar dalam tiga dimensi pokok yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Berbeda dengan Prof Achmad Amiruddin, dia tidak memikirkan penghargaan, melainkan meletakkan dasar pembangunan ekonomi yang kuat, dia dikenang sebagai tokoh bersih dan dia tetap dihargai hingga saat ini sebagai tokoh Sulsel dari kalangan akademisi yang merakyat (sederhana) sebab beliau adalah mantan Rektor Unhas.

Hasrullah juga menyoroti ketua partai di daerah yang maju sebagai calon gubernur, walikota atau bupati, terutama yang memaksakan diri tampil sebagai pimpinan wilayah karena status ketua partai tersebut.

Idealnya fungsi partai harus melakukan kaderisasi, menjalankan rekrutmen secara netral dengan melihat potensi figur riil di lapangan dan bukan memaksakan diri harus mewakili partainya untuk menjadi pimpinan pemerintahan.

Kalangan akademisi dari kampus yang memiliki bakat dan pemikiran cemerlang akhirnya sulit masuk ke ranah politik, sebab ketua partai memperjuangkan dirinya untuk jadi pemimpin wilayah, bukan merekrut calon handal yang ada di kampus atau figur yang dicintai rakyat yang ada di masyarakat umum untuk menjadi pimpinan daerah yang ideal.

Hasrullah yang juga Dosen Pascasarjana Unhas mengharapkan calon Gubernur Pilgub Sulsel Januari 2013 agar jangan hanya sekedar mengumbar janji, melainkan harus memiliki komitmen kuat untuk merealisasikannya.

Termasuk berkomitmen untuk bersedia mundur bila tidak berhasil merealisasikan program atau janji politik yang disampaikan saat kampanye bila terpilih kelak.

Hal itu dikemukakan karena sistem demokrasi di Sulsel dinilai masih sangat buruk, sebab daerah yang menjadi entry point di kawasan timur Indonesia ini berada pada peringkat empat terendah indeks demokrasi Indonesia (IDI).

Kondisi domokrasi di Sulsel ini berdasarkan data Bappenas dan UNDP 2011 dengan poin 61, atau hanya mampu lebih baik dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera Utara (Sumut) dan Sumatera Barat (Sumbar), ujarnya.

Salah satu ukuran melihat IDI, lanjutnya, adalah kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembaga demokrasi yang ada. Berdasarkan data itu, maka Sulsel bisa dikatakan berada pada posisi ademokrasi atau belum demokratis karena berada pada urutan keempat terbawah IDI.

Rendahnya indeks demokrasi Sulsel juga mengindikasikan janji politik yang disampaikan calon pemimpin di provinsi ini belum dirasakan masyarakat atau mereka tidak merealisasikan janji politiknya. artinya janji politik saat sosialisasi atau saat kampanye hanya sebatas janji dan masyarakat tidak mendapatkan apa yang pernah dijanjikan.

Untuk itu, pihaknya mengingatkan Gubernur yang juga patahana untuk pilgub Sulsel 2013 Syahrul Yasin Limpo serta calon gubernur lainnya agar tidak hanya focus pada branding dan pemasangan baliho saja, sebab ke depan, Sulsel membutuhkan pemimpin yang memiliki lompatan pemikiran yang jauh ke depan sehingga benar-benar memiliki komitmen membangun Sulsel lebih baik, ujarnya.

Bakal calon Gubernur Sulsel pada Pilgub Januari 2013 yang mengemuka saat ini adalah pasangan patahana Syahrul Yasin Limpo (Gubernur/Ketua DPD Golkar Sulsel)-Agus Arifin Nu'mang (Wagub), pasangan Ilham Arief Sirajuddin (Wali Kota Makassar/Ketua DPD Partai Demokrat Sulsel) - Azis Kahar Muzakkar (DPD RI) dan pasangan Rudiyanto Asapa (Bupati Sinjai/Ketua Gerindra Sulsel) - Andi Nawir (Anggora DPRD Sulsel). 
(T.KR-DF/F003) 



Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024