Ambon (ANTARA News) - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam komponen koalisi kerakyatan untuk Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya, kembali mendatangi DPRD Maluku mempersoalkan rencana penolakan penambangan emas di daerah itu.

"Beberapa waktu lalu kami sudah mendatangi gedung legislatif dan diterima Ketua komisi B DPRD Maluku, Melky Frans bersama sejumlah anggota termasuk Arnolis Laipeny yang mewakili komisi A terkait penahanan 417 warga Romang yang menolak aktivitas penambangan," kata koordinator lapangan KKPR, Sammy Pattipeilohy di Ambon, Jumat.

Aksi demo para mahasiswa ini diterima gabungan komisi A yang diketuai Richard Rahakbauw dan wakil ketua komisi B, Edwin Huwae serta tim komisi B yang turun ke Kabupaten MBD untuk melakukan verifikasi lapangan terkait surat masuk ke dewan.

Menurut Pattipeilohy, mahasiswa dan masyarakat Romang mengaku kecewa dengan janji anggota dewan dalam pertemuan sebelumnya yang tidak ditindaklanjuti secara baik, terutama menyangkut rencana mengundang Kapolda Maluku untuk membahas persoalan hukum dan penahanan ratusan warga pascapembakaran kamp perusahan tambang di Pulau Romang.

Namun agenda ini tidak pernah terlaksana sampai saat ini ditambah keberangkatan tim komisi B untuk verifikasi lapangan tidak sampai ke Pulau Romang, tapi hanya menemui Bupati dan instansi terkait sehingga persoalan yang diinventarisir tidak valid.

Penolakan warga terhadap aktivitas penambangan emas oleh PT. Gemala Borneo Utama (GBU) telah menyebabkan pencemaran air sungai yang menjadi sumber utama masyarakat karena terkena tumpahan oli.

Ketua komisi A DPRD Maluku, Richard Rahakbauw mengaku kaget mendengar adanya agenda pemanggilan Kapolda untuk membahas masalah hukum dan keamanan saat pertemuan pertama para pendemo dengan komisi A dan B beberapa waktu lalu.

"Saya ini ketua komisi tapi tidak pernah diberitahukan oleh Arnolis Laipeni selaku anggota saat itu kalau ada pertemuan dengan para mahasiswa. Selaku sekeretaris Fraksi Golkar, kami juga akan meminta penjelasan Laipeny," kata Richard.

Sementara wakil ketua komisi B, Edwin Huwae mengatakan, pihaknya membentuk tiga tim untuk melakukan verifikasi lapangan dan ditugaskan ke Kabupaten Buru, Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, Maluku Tenggara Barat serta Kabupaten MBD.

Tim yang ke MBD sudah melakukan tugasnya sesuai mekanisme yang berlaku, artinya menemui kepala daerah dan instansi terkait serta sejumlah kepala desa sehingga telah menginventarisir berbagai persoalan yang terjadi, baik menyangkut masalah hukum, lingkungan maupun hak ulayat.

"Tim tidak bisa berangkat ke lokasi penambangan di Pulau Romang karena sulitnya mendapatkan angkutan, karena saat bersamaan ada tim khusus dari Kementerian ESDM yang pergi ke sana," katanya.

Edwin Huwae mengatakan, tidak semua warga, pemilik petuanan maupun tokoh adat di sana menerima atau menolak kehadiran perusahan tambang emas, tapi masukan data dari para mahasiswa juga sangat penting untuk tambahan referensi ke komisi A dan B untuk mencari solusi terbaik.(T.D008/O001)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024