Jakarta (ANTARA) - Kantor Riset Makroekonomi ASEAN+3 (AMRO) memproyeksikan Amerika Serikat (AS) dan Kawasan Eropa akan mengalami resesi pada akhir tahun 2023, atau tepatnya dalam 12 bulan hingga 18 bulan ke depan.
Kemungkinan perkiraan tersebut semakin meningkat memasuki akhir tahun 2022, dimana pada awalnya di Juni 2022 kemungkinan resesi kedua wilayah tersebut belum mencapai 50 persen.
"Bahkan khusus untuk AS, risiko resesi dalam 12 hingga 18 bulan ke depan meningkat hampir 80 persen, atau juga kemungkinan dengan Eropa," ucap Kepala Ekonom AMRO Hoe Ee Khor dalam konferensi pers "Quarterly Update on ASEAN+3 Regional Economic Outlook 2022" yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Sejauh ini, kata dia, AS masih bertahan cukup baik meskipun baru-baru ini terdapat pelonggaran di pasar tenaga kerja.
Namun, Bank Sentral AS, Federal Reserve (Fed) bertekad untuk menurunkan tingkat inflasi sehingga terdapat kekhawatiran global atas kebijakan tersebut.
Krisis energi Eropa mendorong kawasan Eropa lebih dekat ke resesi, sementara pengetatan moneter agresif The Fed meningkatkan risiko hard landing atau kesulitan mengakhiri periode kelebihan permintaan dan inflasi tanpa memicu resesi.
Khor menyebutkan pasar memperkirakan suku bunga acuan Fed akan meningkat ke kisaran level 4,5 persen, dimana saat ini sudah berada dalam rentang 2,25 persen sampai 2,5 persen.
Dengan peningkatan kekhawatiran resesi di Negeri Paman Sam dan Kawasan Eropa, lanjutnya, permintaan aset aman seperti dolar AS pun meningkat. Implikasinya, mata uang regional ASEAN+3 telah melemah, dengan pasar saham jatuh dan biaya pinjaman meningkat lebih tinggi.
"Saya pikir ada aksi jual besar-besaran dalam pergerakan pasar di kawasan ASEAN+3. Ini seperti aset risiko pasar ekuitas dan tekanan pada solvabilitas di pasar negara berkembang karena terdapat arus modal keluar dan suku bunga domestik juga telah naik," tuturnya.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Lembaga Riset AMRO proyeksi AS dan Eropa alami resesi pada akhir 2023
Kemungkinan perkiraan tersebut semakin meningkat memasuki akhir tahun 2022, dimana pada awalnya di Juni 2022 kemungkinan resesi kedua wilayah tersebut belum mencapai 50 persen.
"Bahkan khusus untuk AS, risiko resesi dalam 12 hingga 18 bulan ke depan meningkat hampir 80 persen, atau juga kemungkinan dengan Eropa," ucap Kepala Ekonom AMRO Hoe Ee Khor dalam konferensi pers "Quarterly Update on ASEAN+3 Regional Economic Outlook 2022" yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Sejauh ini, kata dia, AS masih bertahan cukup baik meskipun baru-baru ini terdapat pelonggaran di pasar tenaga kerja.
Namun, Bank Sentral AS, Federal Reserve (Fed) bertekad untuk menurunkan tingkat inflasi sehingga terdapat kekhawatiran global atas kebijakan tersebut.
Krisis energi Eropa mendorong kawasan Eropa lebih dekat ke resesi, sementara pengetatan moneter agresif The Fed meningkatkan risiko hard landing atau kesulitan mengakhiri periode kelebihan permintaan dan inflasi tanpa memicu resesi.
Khor menyebutkan pasar memperkirakan suku bunga acuan Fed akan meningkat ke kisaran level 4,5 persen, dimana saat ini sudah berada dalam rentang 2,25 persen sampai 2,5 persen.
Dengan peningkatan kekhawatiran resesi di Negeri Paman Sam dan Kawasan Eropa, lanjutnya, permintaan aset aman seperti dolar AS pun meningkat. Implikasinya, mata uang regional ASEAN+3 telah melemah, dengan pasar saham jatuh dan biaya pinjaman meningkat lebih tinggi.
"Saya pikir ada aksi jual besar-besaran dalam pergerakan pasar di kawasan ASEAN+3. Ini seperti aset risiko pasar ekuitas dan tekanan pada solvabilitas di pasar negara berkembang karena terdapat arus modal keluar dan suku bunga domestik juga telah naik," tuturnya.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Lembaga Riset AMRO proyeksi AS dan Eropa alami resesi pada akhir 2023