Makassar (ANTARA) - Kabupaten Luwu Utara satu dari 24 kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang memberikan kontribusi hingga 30 persen dari produksi kakao Sulsel.
Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani melalui keterangannya, Sabtu, mengatakan, Kabupaten Luwu Utara sejak lama terkenal sebagai daerah penghasil kakao terbaik di provinsi tersebut.
"Produksi kakao di Lutra semakin menurun jika membandingkan dengan produksi di tahun 80-an ke atas. Tetapi kami bertekad akan mengembalikan kejayaan kakao itu," ujarnya.
Indah Putri Indriani mengatakan beberapa upaya yang ditempuhnya dalam mengembalikan kejayaan kakao itu dengan menyusun ulang peta jalan (road map) kakao.
Dia menyatakan penyusunan peta jalan kakao itu melalui program Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes (SFITAL).
"Di tanah Luwu, industri kakao pernah berjaya di masa lalu kami pun bertekad untuk mengembalikan kejayaan itu. Berbagai upaya termasuk menyusun ulang road map-nya untuk jangka panjangnya," katanya.
Indah Putri Indriani menyampaikan untuk mengembalikan kejayaan kakao, pemerintah berkomitmen melakukan pengelolaan kakao lestari melalui penyusunan peta jalan.
Dia menyatakan, kegiatan itu adalah salah satu bentuk upaya yang dilakukan terlebih kakao adalah kebanggaan Luwu Utara.
"Untuk itu dalam pelaksanaannya peta jalan kakao akan menjadi panduan kita ke depannya," tuturnya.
Bupati perempuan pertama di Sulsel ini menyebut, PDRB Kabupaten Luwu Utara masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 47,02 persen. Dari 47,02 persen tersebut, 22 persen disumbang subsektor perkebunan termasuk kakao.
Pada tahun 2020 tercatat produksi kakao mencapai 30.856,05 ton ; Tahun 2019 sebanyak 28.102 ton dan Tahun 2018 turun menjadi 26.405 ton.
Dengan luas areal tanaman perkebunan coklat Tahun 2020 seluas 40.814 hektare, 2019 seluas 40.007 Ha, 2018 seluas 39.767 Ha.
Sebelumnya, hampir dua dekade lalu, kakao senantiasa menjadi komoditas unggulan Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam menopang kinerja ekspor daerah ini.
Pada masa kejayaannya dahulu, komoditas kakao Sulsel menjadi primadona pada sektor perkebunan sejalan dengan tingkat kesejahteraan para petani kakao di sentra-sentra produksi.
Kakao Sulsel meredup pada awal milenium sebagai konsekuensi dari kian kompleksnya permasalahan yang mendera komoditas ini.
Pada saat itu, Sulsel masih menjadi daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia dengan produksi rerata sebesar 184.000 ton per tahun.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, produktivitas kakao Sulsel terus terkoreksi dan saat ini berada di posisi ketiga secara nasional.
Berdasarkan data pada 2021, produksi kakao Sulsel mencapai 118.148 ton dengan luasan lahan 196.378 hektare (ha) atau 13,11 persen dari luas lahan kakao nasional yang mencapai 1,5 juta ha.
Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani melalui keterangannya, Sabtu, mengatakan, Kabupaten Luwu Utara sejak lama terkenal sebagai daerah penghasil kakao terbaik di provinsi tersebut.
"Produksi kakao di Lutra semakin menurun jika membandingkan dengan produksi di tahun 80-an ke atas. Tetapi kami bertekad akan mengembalikan kejayaan kakao itu," ujarnya.
Indah Putri Indriani mengatakan beberapa upaya yang ditempuhnya dalam mengembalikan kejayaan kakao itu dengan menyusun ulang peta jalan (road map) kakao.
Dia menyatakan penyusunan peta jalan kakao itu melalui program Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes (SFITAL).
"Di tanah Luwu, industri kakao pernah berjaya di masa lalu kami pun bertekad untuk mengembalikan kejayaan itu. Berbagai upaya termasuk menyusun ulang road map-nya untuk jangka panjangnya," katanya.
Indah Putri Indriani menyampaikan untuk mengembalikan kejayaan kakao, pemerintah berkomitmen melakukan pengelolaan kakao lestari melalui penyusunan peta jalan.
Dia menyatakan, kegiatan itu adalah salah satu bentuk upaya yang dilakukan terlebih kakao adalah kebanggaan Luwu Utara.
"Untuk itu dalam pelaksanaannya peta jalan kakao akan menjadi panduan kita ke depannya," tuturnya.
Bupati perempuan pertama di Sulsel ini menyebut, PDRB Kabupaten Luwu Utara masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 47,02 persen. Dari 47,02 persen tersebut, 22 persen disumbang subsektor perkebunan termasuk kakao.
Pada tahun 2020 tercatat produksi kakao mencapai 30.856,05 ton ; Tahun 2019 sebanyak 28.102 ton dan Tahun 2018 turun menjadi 26.405 ton.
Dengan luas areal tanaman perkebunan coklat Tahun 2020 seluas 40.814 hektare, 2019 seluas 40.007 Ha, 2018 seluas 39.767 Ha.
Sebelumnya, hampir dua dekade lalu, kakao senantiasa menjadi komoditas unggulan Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam menopang kinerja ekspor daerah ini.
Pada masa kejayaannya dahulu, komoditas kakao Sulsel menjadi primadona pada sektor perkebunan sejalan dengan tingkat kesejahteraan para petani kakao di sentra-sentra produksi.
Kakao Sulsel meredup pada awal milenium sebagai konsekuensi dari kian kompleksnya permasalahan yang mendera komoditas ini.
Pada saat itu, Sulsel masih menjadi daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia dengan produksi rerata sebesar 184.000 ton per tahun.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, produktivitas kakao Sulsel terus terkoreksi dan saat ini berada di posisi ketiga secara nasional.
Berdasarkan data pada 2021, produksi kakao Sulsel mencapai 118.148 ton dengan luasan lahan 196.378 hektare (ha) atau 13,11 persen dari luas lahan kakao nasional yang mencapai 1,5 juta ha.