Ambon (ANTARA News) - Ratusan buruh PT (Persero) PLN wilayah Maluku dan Maluku Utara yang bergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Maluku melakukan aksi demonstrasi di gedung DPRD provinsi menolak kebijakan alih daya atau "outsourcing".

"Kebijakan menjadikan karyawan kontrak sangatlah bertentangan dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dan sikap PLN seperti direksi PLN dari pusat sampai ke wilayah dan ranting sangat melecehkan nasib buruh," kata Ketua Konfederasi SBSI Maluku, Yehezkel Haurissa, di Ambon, Kamis.

Penegasan Haurissa disampaikan dalam aksi demo damai yang digelar di Kantor DPRD Maluku dengan mengerahkan sedikitnya 800 buruh PLN.

Yehezkel Haurisa mengatakan, fakta di lapangan membuktikan kalau selama ini para buruh PLN wilayah Maluku dan Maluku Utara ini hanya dijadikan karyawan mkontrak oleh BUMN tersebut, padahal beban kerja dan tanggung jawab yang diberikan sangatlah besar.

"Mereka bekerja sudah lebih dari 20 tahun tapi hanya dijadikan karyawan kontrak, padahal mereka selalu dibebankan pekerjaan inti seperti teknisi, menangani laporan keuangan dan jenis pekerjaan penting lainnya," tegas Haurissa.

Kalau di dalam UU Ketenagakerjaan nomor 13 menyatakan, karyawan yang melakukan pekerjaan tetap seperti PLN sebenarnya tidak bisa dijadikan karyawan kontrak, kecuali untuk mereka yang direkrut sebagai sekuriti atau katering yang sifatnya sementara dan tidak menangani jenis pekerjaan inti di perusahaan.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku, Edwin Huwae yang menerima para demosntran mengatakan, pihaknya akan memanggil pimpinan PLN Wilayah Maluku dan Maluku utara serta Kepala PLN Cabang Ambon untuk membahas masalah tenaga alih aya itu.

"Kami juga akan membentuk panitia khusus (Pansus) DPRD untuk menyelesaikan persoalan tersebut karena ada indikasi oknum pejabat PLN yang menggelapkan surat Direksi PLN Pusat yang memerintahkan PLN Maluku memperhatikan nasib karyawan kontrak," katanya. (T.D008/F002)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024