Mamuju (ANTARA News) - Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Pimpinan Kota Mamuju, meminta pemerintah di Indonesia menghentikan dan mencegah segala bentuk kekerasan antar etnik yang terus terjadi di Indonesia.

"Kekerasan berbau etnik di Lampung dan sejumlah daerah di Indonesia, jangan dibiarkan terulang lagi, pemerintah harus mencegah terjadi karena hanya merugikan bangsa ini," kata Ketua FPPI Mamuju, Nirwansyah di Mamuju, Minggu, sehubungan hari Hak Azasi Manusia se-dunia jatuh 10 Desember 2012.

Ia mengatakan, konflik yang terjadi di negara ini yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian materil adalah pelanggaran yang melanggar HAM karena membuat masyarakat tidak dapat hidup tenang, sehingga konflik harus disudahi dan dicegah terjadi.

"Pemerintah harus mendorong program yang terus mempersatukan persaudaraan bangsa ini, dengan menciptakan kehidupan sosial yang baik, tanpa ada konflik agar keutuhan negara republik indonesia tetap terjaga,"katanya.

Menurut dia, sesama warga negara ini juga harus tetap menjaga persaudaraan ikatan sosial sebagai bangsa, dengan saling menghargai dan menghormati hak azasi masing masing hidup rukun dalam bingkai NKRI.

"Sewajarnya apabila HAM ingin sama-sama dijamin, maka diantara kita semua harus sama-sama menghargai HAM orang lain dan kelompok lain, kemudian menghargai hukum dan aturan yang ada dibangsa ini, intinya jangan saling berkonflik agar bangsa ini dapat maju dan berkembang,"katanya.

Ia juga meminta agar kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap masyarakat kalangan bawah seperti petani buruh dan pedagang kaki lima dihentikan, begitu juga sebaliknya masyarakat harus menghargai aparat hukum yang sedang menjalankan tugas sehingga tidak terjadi konflik dan bangsa ini bisa tenang dalam melaksanakan pembangunan.

"Kita semua ingin bangsa ini maju, jadi jangan berkonflik, satu sama lain harus menghargai, demonstran menghargai polisi, polisi juga harus menghargai demonstran yang memperjuangkan haknya, intinya hukum harus dihargai dan HAM setiap orang harus dihargai," katanya. (T.KR-MFH/M019) 





Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024