Mamuju (ANTARA Sulsel) - Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kemendagri, Drs.A.Tanribali Lamo, SH, menyampaikan, gubernur bertanggungjawab penuh terhadap setiap penanganaan konflik sosial yang terjadi di masyarakat.

"Penanganan konflik bukan hanya tanggungjawab kepolisian. Namun, gubernur memiliki tanggungjawap penuh untuk mengatasi setiap konflik yang terjadi di daerahnya,"kata A. Tanribali Lamo saat menyampaikan sambutanya pada acara Forum Koordinasi Pemerintah Daerah (Forkopinda) yang berlangsung di kantor gubernur, Selasa.

Menurutnya, aturan penanganan konflik ini cukup jelas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.

"Dalam UU ini telah tertuang dalam pasal 9 tercantum bahwa pemerintah daerah wajib meredam potensi konflik dalam masyarakat,"ungkapnya.

Pada bagian berikutnya kata dia, dalam status keadaan konflik skala provinsi maka gubernur bertanggungjawab atas penanganan konflik sesuai dengan pasal 23 ayat 1.

Bukan hanya itu kata dia, keanggotaan satgas konflik sosial telah diatur bahwa gubernur, bupati,walikota, ketua DPRD provinsi dan kabupaten, instansi pemerintah, kapolda, kapolres, pangdam, kodim, kejati dan kejari, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama.

"Semua unsur yang dimaksud masing-masing memiliki tanggungjawab dalam mengatasi persoalan konflik yang terjadi di suatu daerah. Ini berarti, tugas penanganan konflik merupakan tugas bersama untuk mengatasi persoalan kamtibmas,"ungkap Tanribali.

Tanribali menyampaikan, bentuk konflik cukup beragam diantaranya perkelahian antar geng atau kampung, tawuran antar sekolah/mahasiswa maupun perselisihan warga.

"Provinsi Sulbar yang kian tumbuh harus tetap melakukan pencegahan terjadinya konflik sosial. Sebab, bukan tidak mungkin potensi konflik itu bisa terjadi kapan saja,"ungkapnya.

Karenanya kata dia, semua unsur harus bekerja maksimal dengan melakukan upaya pencegahan terjadinya potensi konflik di masyarakat.

Editor : N Sunarto


Pewarta : Aco Ahmad
Editor :
Copyright © ANTARA 2024