Jakarta (ANTARA) - Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud Md menjelaskan bahwa kemunculan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 akibat suara hakim konstitusi yang tak bisa disatukan.
Menurutnya, hal ini menarik dan menjadi sejarah baru terkait sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, Pemilu 2004 hingga 2019 tak pernah ada dissenting opinion dalam sidang sengketa pemilu.
"Nah soal dissenting opinion, ini menarik, sepanjang sejarah MK, kalau menyangkut pemilu itu tidak pernah ada dissenting opinion. Saya mengikuti MK sejak awal, sampai sekarang tidak ada dissenting opinion dalam pemilu," ujar Mahfud saat konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta, Senin.
Mantan Ketua MK periode 2008-2013 ini mengatakan kode etik hakim mengatur apabila perkara yang menyangkut jabatan orang agar tidak sampai memunculkan dissenting opinion. Hal ini agar para hakim terlihat kompak dan tidak terjadi masalah.
Kalau ada yang tidak setuju, sambungnya, harus dikompakkan terlebih dulu. Namun, pada sengketa Pemilu 2024, suara hakim konstitusi tak bisa disatukan sehingga memunculkan dissenting opinion.
"Kalau ada yang tidak setuju, itu dikompakkan dulu. Tapi rupanya ini tidak bisa disatukan, sehingga terpaksa dissenting opinion," jelasnya.
Meski begitu, Mahfud mengaku tak masalah dengan hal itu. Sebab, kemunculan dissenting opinion dalam sidang sengketa pemilu menjadi sejarah di dalam perkembangan hukum.
"Menurut saya, hakimnya semua baik. Delapan hakim yang memutus ini insya Allah baik-baik," kata Mahfud.
MK, Senin, memutus dua perkara sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Sidang pembacaan putusan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Dalam amar putusannya, MK menolak seluruh permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Pranowo. Menurut MK, permohonan kedua kubu tersebut tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Atas putusan itu, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga Hakim Konstitusi, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Pada intinya, ketiga Hakim Konstitusi tersebut menyatakan seharusnya MK memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah.
Adapun dalam petitumnya, Ganjar-Mahfud maupun Anies-Muhaimin pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024.
Mereka juga memohon MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Kemudian, meminta MK memerintahkan kepada KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.