Makassar (ANTARA) - Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP) Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti mengatakan pihaknya berfokus belanja masalah atau mengumpulkan aspirasi dari berbagai kalangan guna menciptakan kerangka kebijakan baru dalam reformasi kepolisian.
Badrodin Haiti di Makassar, Selasa, mengatakan reformasi Polri telah dimulai sejak 1999 atau pasca reformasi 1998, dimana publik menginginkan dan menghendaki polisi profesional yang bisa melayani masyarakat dan humanis sehingga kemudian dihadirkan dalam konsep polisi sipil sebagai paradigma
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ia menjelaskan, waktu itu memang berjalan cukup baik namun kemudian mengalami degradasi. Akibatnya, indikator kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian mengalami penurunan.
Legitimasi Polri di samping hukum, kata dia, juga kepercayaan publik. Namun jika kepercayaan publik menurun maka apapun yang dilakukan akan dianggap negatif sehingga perlu adanya reformasi.
"Dengan demikian, melalui percepatan reformasi, kami sekarang belanja masalah untuk menyusun kerangka kebijakan untuk kemudian diserahkan kepada Presiden," ujarnya usai menghadiri kegiatan serap aspirasi atau public hearing di Ruang Rapat Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar
"Tetapi paling tidak, Presiden sudah mendengar apa yang diinginkan oleh masyarakat terhadap lembaga kepolisian," sambungnya.
Akademisi Fakultas Ekonomi Unhas Prof Marzuki DEA menyampaikan saran dan harapan untuk memperkuat segi bisnis dan sektor keuangan dalam upaya formasi kepolisian ke depan.
Sementara Akademisi dari Universitas Negeri Makassar Prof Ima Kusuma mengatakan pihaknya mengusulkan kekhususan antropologi sejarah agar kepolisian itu menggunakan pendekatan venue dan medium.

