Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dosen Tetap non-Pegawai Negeri Sipil (IDTN) Kementerian Agama (Kemenag) meminta kejelasan status kepegawaian mengingat tidak adanya kebijakan terkait jabatan fungsional yang mengakomodir kebutuhan mereka.
Hal ini disampaikan oleh salah satu pengurus IDTN Kemenag wilayah Jawa Timur Tya (35) atas keresahan yang selama ini dirasakan juga oleh sesama rekan IDTN yang khawatir akan adanya kebijakan seleksi dosen di bawah Kemenag menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada November mendatang.
“Di Keputusan Menteri PAN-RB Nomor 970 Tahun 2022 itu yang punya afirmasi (tambahan nilai) hanya tenaga teknis non-dosen, tidak ada aturan yang menyebutkan dosen di situ. Menurut kami ini sangat menyulitkan teman-teman, apalagi yang sudah berstatus dosen tetap non-PNS,” kata Tya saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Tya mengatakan sejak awal pengangkatan dosen tetap non-PNS di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) sudah ada dalam
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 tahun 2016 dan para dosen tetap non-PNS ini sudah melalui proses seleksi sesuai dengan prosedur, mulai dari seleksi tulis, psikotes, wawancara, hingga micro teaching.
Tya mengapresiasi kebijakan pemerintah untuk menertibkan pegawai-pegawai honorer di lingkungan Kemenag maupun pemerintahan pada umumnya, yang dulunya masuk tanpa proses seleksi. Namun ia menegaskan bahwa harus ada perbedaan aturan bagi dosen tetap non-PNS.
“Peraturan bahwa yang ingin jadi PNS atau PPPK harus melalui proses seleksi, bisa kami terima, tetapi harusnya ada perbedaan karena kami dosen tetap non-PNS sudah melewati seleksi secara resmi, jadi seharusnya ada afirmasi khusus, karena sebagian besar kami juga sudah banyak berkontribusi terhadap organisasi,” ujarnya.
Ia juga mengatakan pada seleksi PPPK sebelumnya, guru dan tenaga teknis yang lain mendapatkan kebijakan afirmasi. Namun dosen tidak mendapatkan kebijakan tersebut.
“Kami sudah banyak berkontribusi, misalnya dengan membentuk program studi baru. Memang semua kan harus ada mekanisme tes kalau menurut Menteri PAN-RB. Tetapi harusnya ada pertimbangan, misalnya yang sudah memiliki sertifikat dosen ada afirmasi sekian persen, seperti yang ada pada guru dan tenaga teknis yang lain,” tuturnya.
Sejak dua tahun ke belakang, lanjutnya, IDTN ini sudah melakukan audiensi kepada Kementerian PAN-RB hingga Komisi II dan Komisi X DPR RI terkait hal ini. Namun hingga saat ini kebijakan seleksi dosen tetap non-PNS tak kunjung menemukan titik terang.
“Untuk itu pertama kami menekankan kepada pemerintah agar dosen tetap non-PNS ini bisa langsung diangkat dengan pertimbangan bahwa kami adalah dampak dari produk hukum yang jelas. Jadi adanya kami bukan karena ketidaksengajaan, tetapi karena diatur oleh pemerintah, kami ada Surat Keputusan (SK) yang jelas. Kedua, kalau harus ada mekanisme seleksi, diharapkan ada afirmasi-afirmasi untuk dosen juga, sama seperti jabatan fungsional yang lain,” kata Tya.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ikatan Dosen Tetap Non-PNS Kemenag minta kejelasan status kepegawaian
Hal ini disampaikan oleh salah satu pengurus IDTN Kemenag wilayah Jawa Timur Tya (35) atas keresahan yang selama ini dirasakan juga oleh sesama rekan IDTN yang khawatir akan adanya kebijakan seleksi dosen di bawah Kemenag menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada November mendatang.
“Di Keputusan Menteri PAN-RB Nomor 970 Tahun 2022 itu yang punya afirmasi (tambahan nilai) hanya tenaga teknis non-dosen, tidak ada aturan yang menyebutkan dosen di situ. Menurut kami ini sangat menyulitkan teman-teman, apalagi yang sudah berstatus dosen tetap non-PNS,” kata Tya saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Tya mengatakan sejak awal pengangkatan dosen tetap non-PNS di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) sudah ada dalam
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 tahun 2016 dan para dosen tetap non-PNS ini sudah melalui proses seleksi sesuai dengan prosedur, mulai dari seleksi tulis, psikotes, wawancara, hingga micro teaching.
Tya mengapresiasi kebijakan pemerintah untuk menertibkan pegawai-pegawai honorer di lingkungan Kemenag maupun pemerintahan pada umumnya, yang dulunya masuk tanpa proses seleksi. Namun ia menegaskan bahwa harus ada perbedaan aturan bagi dosen tetap non-PNS.
“Peraturan bahwa yang ingin jadi PNS atau PPPK harus melalui proses seleksi, bisa kami terima, tetapi harusnya ada perbedaan karena kami dosen tetap non-PNS sudah melewati seleksi secara resmi, jadi seharusnya ada afirmasi khusus, karena sebagian besar kami juga sudah banyak berkontribusi terhadap organisasi,” ujarnya.
Ia juga mengatakan pada seleksi PPPK sebelumnya, guru dan tenaga teknis yang lain mendapatkan kebijakan afirmasi. Namun dosen tidak mendapatkan kebijakan tersebut.
“Kami sudah banyak berkontribusi, misalnya dengan membentuk program studi baru. Memang semua kan harus ada mekanisme tes kalau menurut Menteri PAN-RB. Tetapi harusnya ada pertimbangan, misalnya yang sudah memiliki sertifikat dosen ada afirmasi sekian persen, seperti yang ada pada guru dan tenaga teknis yang lain,” tuturnya.
Sejak dua tahun ke belakang, lanjutnya, IDTN ini sudah melakukan audiensi kepada Kementerian PAN-RB hingga Komisi II dan Komisi X DPR RI terkait hal ini. Namun hingga saat ini kebijakan seleksi dosen tetap non-PNS tak kunjung menemukan titik terang.
“Untuk itu pertama kami menekankan kepada pemerintah agar dosen tetap non-PNS ini bisa langsung diangkat dengan pertimbangan bahwa kami adalah dampak dari produk hukum yang jelas. Jadi adanya kami bukan karena ketidaksengajaan, tetapi karena diatur oleh pemerintah, kami ada Surat Keputusan (SK) yang jelas. Kedua, kalau harus ada mekanisme seleksi, diharapkan ada afirmasi-afirmasi untuk dosen juga, sama seperti jabatan fungsional yang lain,” kata Tya.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ikatan Dosen Tetap Non-PNS Kemenag minta kejelasan status kepegawaian