Makassar (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sulawesi Selatan menggelar sosialisasi kebijakan terkait pelaporan pemilik manfaat kepada Korporasi.

Kegiatan dengan tema “Terciptanya Pemahaman Pelaku Usaha/Korporasi terkait Kewajiban Pelaporan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership-BO) di Wilayah” dilaksanakan di Aula Kanwil Kemenkumham Sulsel, Makassar, pada Selasa (9/5).

Kepala Subbidang Administrasi Hukum Umum (AHU) Jean Henry Patu membacakan amanat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Sulsel Liberti Sitinjak mengatakan kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mendukung Indonesia menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF), suatu organisasi internasional yang mengurusi tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terorisme.

“Agar dapat masuk ke dalam keanggotaan FATF, Indonesia harus melengkapi 40 rekomendasi salah satunya dilaksanakan oleh Kemenkumham terkait dengan Beneficial Ownership (Pemilik Manfaat). Hal ini penting dalam suatu rekomendasi guna mencegah perseroan/korporasi pada tingkat global menjadi tempat pencucian uang,” kata Jean.

Lanjut Jean, pemilik manfaat dianggap penting karena di dalam sebuah korporasi, siapapun yang bertanggung jawab terhadap korporasi tersebut akan berperan sebagai pemilik manfaat.

“Apabila di kemudian hari sebuah korporasi kolaps, maka yang akan bertanggung jawab adalah pemilik manfaat,” ujarnya.
  Para narsum saat Sosialisasi Kebijakan Pelaporan Pemilik Manfaat kepada Korporasi di Aula Kanwil Kemenkumham Sulsel, pada Selasa (9/5/2023). ANTARA/HO-Kemenkumham Sulsel

Jean mengungkapkan Direktorat Jenderal Pajak dengan Kemenkumham RI telah memblokir beberapa akun korporasi, pemblokiran dilakukan karena tidak adanya laporan pemilik manfaat.

Akun korporasi yang telah diblokir tersebut tidak serta merta dibuka karena harus melalui tahap verifikasi. Dalam tahap ini, pembukaan blokir ini harus sesuai dengan data yang terdapat pada Pemilik Manfaat.

Sedangkan, Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia Abdul Muis selaku narasumber mengatakan pentingnya mengenali pemilik manfaat karena banyaknya permainan kotor yang dilakukan oleh orang-orang dibelakang korporasi untuk menyembunyikan atau menyamarkan identitas pelaku tindak pidana.

"Penting memanfaatkan pendaftaran pemilik manfaat untuk menghindari sekaligus mencegah terjadinya aksi atau tempat untuk melakukan tindak pidana,” ujar Abdul Muis.

Menurut dia, setiap korporasi wajib menetapkan pemilik manfaat dari korporasi. Adapun penetapan pemilik manfaat dari korporasi dapat dilakukan melalui penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat yang mencakup identifikasi dan verifikasi pemilik manfaat dari korporasi.

Muis menambahkan, penyampaian informasi pemilik manfaat dapat dilakukan oleh notaris, pendiri, dan pengurus korporasi atau pihak lain yang diberi kuasa oleh pengurus Korporasi.
Sarana untuk menyampaikan informasi tersebut dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pertama transaksi nNotaris pada AHU Online-Pendirian/Perubahan Korporasi, kedua melalui  Aplikasi BO pada AHU Online-Pelaporan melalui aplikasi pemilik manfaat korporasi (BO).

Abdul Muis berharap melalui peraturan teknis tersebut dapat menjadi langkah kongkrit bagi pemerintah maupun korporasi dalam mewujudkan transparansi informasi pemilik manfaat korporasi.

“Perwujudan transparansi pemilik manfaat dapat mengakselarasi implementasi budaya korporasi yang lebih berintegritas serta wujud partisipasi korporasi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme,” kata Muis.

kegiatan ini dihadiri para anggota notaris, perwakilan korporasi, jajaran penyuluh hukum kanwil, dan jajaran analis hukum Kanwil.(*/Inf)

Pewarta : Darim
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024