Makassar (ANTARA Sulsel) - Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat membantah telah menghentikan kasus pidana penganiayaan yang dilakukan Bupati Wajo, Andi Burhanuddin Unru, terhadap warganya sendiri.

"Kami masih melakukan penyidikan dan kasusnya tidak kami hentikan, jadi kalau ada tudingan yang menyebutkan jika kasus ini telah di SP3 (surat perintah penghentian perkara) itu salah besar," tegas Kabid Humas Polda Sulselbar, Kombes Pol Endi Sutendi di Makassar, Selasa.

Meskipun dirinya membantah tudingan penghentian kasus pidana Bupati Wajo itu, Endi masih belum bisa memastikan kapan berkas perkara itu akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

Dalam kasus perkara yang ditanganinya sejak bulan dua itu, Bupati Wajo, Burhanuddin Unru, dilaporkan ke Mapolda Sulselbar setelah kasus penganiayaan dan penculikan itu tidak direspons oleh Polresta Wajo.

Pelaporan itu dilakukan oleh korban penganiayaan dan penculikan yang dialami oleh Akhiruddin, Muhammad Aziz, Dakirwan, H Daeng Tapalang, Daeng Pasolong serta Hasriadi. Perlakuan kekerasan dan diduga penculikan itu terjadi di Desa Doping, Kecamatan Penrang, Wajo.

Empat orang dijemput paksa di rumah orang tua Akhiruddin, pada pukul 04.30 WITA, menyusul dua orang lainnya. Akhiruddin mengaku banyak polisi namun tidak berbuat apa-apa dan hanya menonton perlakuan kasar tersebut.

Dia menyebutkan, saat kejadian sekitar pukul 04.30 waktu setempat, sejumlah orang berseragam salah satu organisasi pemuda dan baju preman mendatangi rumahnya dengan dipimpin Bupati Wajo.

"Rumah saya digeledah dan diobrak-abrik, lalu saya diseret-seret dan tangan saya diikat. Saya dan lima orang lainnya disuruh duduk bersila di lantai depan warung kopi, dilihat banyak orang dan kemudian dipaksa mengaku. Setelah itu saya dibawa ke Sekretariat Golkar Wajo dan kembali dipaksa mengaku Pukul 11.00 Wita baru kami dilepas," ucap pengusaha ini.

Pengakuan serupa juga dilontarkan korban lainnya Muhammad Aziz, bahwa dia dipukuli dan dibawa ke warung kopi dan diinterogasi agar mengakui perbuatan yang dituduhkan, namun dirinya tidak mengakui.

"Saya tidak mau mengaku, bukan saya pelakunya. Bahkan kami dimaki-maki dan dipermalukan di depan umum dan difoto-foto layaknya pelaku kriminal dan teroris. Bupati sendiri yang memimpin dan menginterogasi kami sambil dipukuli," ujarnya.

Istri Akhirudin, Nurfahmi menceritakan, saat itu menyaksikan suaminya dipukul dan diseret oleh sejumlah orang. Dirinya meminta tolong namun tidak digubris padahal banyak petugas kepolisian di tempat itu.

"Saya sudah minta tolong, tetapi tidak ada yang bantu padahal banyak polisi. Bahkan kami diancam badik oleh sekumpulan orang yang masuk ke rumah kami," katanya. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024