Mamuju (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Barat menghentikan penuntutan terhadap dua perkara penganiayaan di Kabupaten Mamuju dan Majene berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice.
 
Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulbar Muhammad Naim, pada pemaparan perkara yang diusulkan untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Senin mengatakan, penyelesaian kasus penganiayaan melalui jalan damai itu telah mendapat persetujuan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum).

"Dua kasus penganiayaan yang diusulkan untuk penghentian penuntutan, telah disetujui Jampidum. Kedua perkara itu ditangani Kejaksaan Negeri Mamuju dan Kejari Majene," katanya.

Persetujuan penghentian penuntutan dua perkara melalui keadilan restoratif itu dilakukan secara virtual dengan diikuti Aspidum Kejati Sulbar Mohhammad Nursaitias, Kajari Mamuju Subekhan, Pelaksana Harian Kajari Majene Benny Hermanto serta para Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Mamuju dan Majene.

Ekspose perkara itu dihadiri dan dipimpin langsung oleh Jampidum Fadil Zumhana dengan diwakili Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani dan Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung.

Adapun dua berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif pada Kejati Sulbar, yakni kasus penganiayaan yang ditangani Kejari Mamuju dengan tersangka Qifan Aspar Putra dan korban bernama Nur Aini Yusuf.

Pada kasus penganiayaan itu, korban Nur Aini Yusuf mengalami sejumlah luka di bagian kepala, wajah dan leher sehingga pelaku dikenakan pasal 351 KUHPidana.

Pada kasus kedua yang ditangani Kejari Majene, yakni pelaku bernama Ahmad Muhajir dengan korban Suflyaean Yusuf yang mengalami sejumlah luka pada bagian wajah, tangan dan perut.

Pada kasus tersebut, pelaku juga dijerat pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

Alasan penghentian penuntutan perkara penganiayaan tersebut kata Muhammad Naim, yakni ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun dan tersangka maupun korban sepakat untuk melaksanakan proses perdamaian.

Pertimbangan lainnya, tersangka juga telah menyatakan penyesalannya dan berjanji tidak akan mengulangi kembali perbuatannya, baik terhadap korban maupun kepada orang lain.

"Masyarakat menyambut positif dampak yang ditimbulkan tidak meluas," ujar Muhammad Naim.

Atas persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut, Jampidum memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Mamuju dan Kajari Majene menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.

"Hal itu sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum," jelas Muhammad Naim.

Pewarta : Amirullah
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024