Makassar (ANTARA Sulsel) - Bagi sebagian masyarakat Bugis Makassar, daerah rantau merupakan sebuah harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik tak terkecuali seorang lulusan pesantren Darul Istiqomah Maros yang berusaha mengubah nasib dan stigma dai yang melekat.
Perantau asal Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Muzayyin Arif yang menjadi peserta saudagar Bugis Makassar (PSBM) XIV menceritakan pengalamannya merintis dunia usaha pada 2003 tanpa bantuan kolega maupun pengalaman dari keluarga.
Berbekal kemampuan bahasa Inggris yang dipelajarinya selama menimba ilmu di pesantren, dirinya kemudian mulai merintis karir dunia bisnisnya di bidang kuliner di Australia.
Bisnis kuliner khas asal Makassar yakni "Coto Makassar Lontarak" yang dikembangkannya di Sydney, Australia menjadi salah satu tempat makan favorit warga setempat beserta pelancong mancanegara maupun mahasiswa Eropa yang menimba ilmu di Griffith University, Brisbane, Australia.
"Saya memulai bisnis kuliner itu di Australia awal tahun 2012. Saya berinisiatif menggabungkan dunia entrepreneur dengan dunia dakwah yang saya timba dari pesantren, tetapi caranya berbeda. Kalau dakwah itu lebih kepada ajakan untuk kembali kepada Tuhan, tetapi ini saya ajak warga negara luar untuk mengenal budaya Indonesia khususnya Bugis Makassar," katanya.
Pria kelahiran 1982 itu mengungkapkan, tujuannya ke Australia untuk menimba ilmu pengetahuan di bidang bisnis. Namun, setelah jeda kuliah, dirinya kemudian berkeliling dari kota ke kota lainnya sambil membawa jiwa bisnisnya.
Di suatu tempat di Sydney, dirinya melihat sebuah warung makan milik warga asal Malaysia yang setiap harinya ramai dikunjungi oleh warga setempat maupun pendatang.
Rasa penasaran yang ada pada dirinya membawanya pada rumah makan itu untuk mengetahui bisnis kuliner yang dijajakan oleh warga asal Malaysia itu. Setelah mencicipi "Nasi Lemak" dan melihat antusiasme masyarakat setempat dirinya kemudian berinisiatif membuat sebuah rumah makan khas ala Bugis Makassar.
"Setelah saya amati berhari-hari, warung orang Malaysia itu selalu ramai dikunjungi, bahkan antrean pengunjung sampai dua meter dan tidak pernah sepi dari pengunjung. Saya kemudian penasaran ingin mengetahui makanan apa yang dijualnya, sampai akhirnya saya ikut mengantre dan mencicipi makanan yang dijualnya itu," ungkapnya.
Jajanan yang dijual di warung itu, lanjut pria beranak tiga itu, juga tidak bervariasi hanya menjajakan "Nasi Lemak" yang hampir sama dengan jajanan di Makassar yakni "Nasi Kuning".
Berbekal pengalaman bisnisnya selama 10 tahun di Jakarta, dirinya kemudian berinisiatif membuat suatu rumah makan dengan menu khas warisan masyarakat Makassar yakni Coto Makassar.
"Sejak awal saya mendirikan usaha kuliner Coto Makassar itu, Alhamdulillah, sampai sekarang pengunjungnya selalu ramai dan mereka warga Australia, maupun warga mancanegara lainnya baik yang sedang menimba ilmu maupun pelancong sudah mulai mengenal jajanan Coto Makassar. Bahkan banyak dari mereka menjadikan kuliner kita itu sebagai makanan andalan," ujarnya.
Satu hal yang menjadi kebanggaan dirinya karena berdarah Bugis Makassar. Dikatakannya, selama berabad-abad yang lalu, nenek moyang warga Bugis Makassar yang banyak menjadi pelaut dan perantau kemudian mengubah dirinya menjadi saudagar setelah menetap di negeri orang tak terkecuali di Australia.
Modal dasar yang dimilikinya ketika merintis dunia bisnisnya karena setiap orang Bugis Makassar punya dua keistimewaan. Keistimewaan pertama yang dimiliki orang Sulawesi yakni spirit saudagar dan tidak semua suku bangsa mempunyai spirit saudagar itu.
Sedangkan keistimewaan keduanya yakni banyaknya warisan yang ditinggalkan para leluhur, baik itu dibidang budaya serta kuliner. Salah satu kuliner yang terkenal ketika menyebut kata Makassar yakni "Coto Makassar, Pallubasa, Konro dan Sop Saudara".
"Kita itu di Sulawesi untuk kuliner sangat kaya dan tidak ada habisnya kalau mau menampilkan makanan yang menjadi warisan kita. Untuk yang berkuah saja seperti Coto Makassar, Pallubasa, Konro dan Sop Saudara itu sangat terkenal, belum menu lainnya," imbuhnya.
Muzayyin yang juga salah satu cucu dari pendiri Pondok Pesantren Darul Istiqamah Maros bercita-cita ingin mengembangkan dunia bisnis kulinernya di mancanegara.
Targetnya yakni membangun rumah makan khusus kuliner Makassar seperti Coto Makassar dan Pallubasa di setiap negara. Negara pertama yang akan menjadi basis pengembangan yakni Australia kemudian akan merambah negara-negara lainnya di Asia Tenggara, Asia bahkan Eropa.
"Cita-cita saya sekarang ini mengembangkan dunia bisnis saya di Asia Tenggara, Asia bahkan kalau perlu kita kembangkan di Eropa. Semua bisa dilaksanakan karena umumnya, kuliner Sulawesi mudah diterima di negara manapun," katanya.
Selain pengembangan kuliner, satu hal yang tidak terlupakan dari dirinya yakni terus mempromosikan kebudayaan Sulawesi Selatan khususnya adat Bugis Makassar.
Apalagi di salah satu Museum di Sydney dia menyebutkan adanya warisan berupa anyaman keranjang dan cangkul yang ternyata merupakan peninggalan leluhur asal Makassar karena dalam literatur itu dijelaskan jika peninggalan itu sudah ada sejak empat abad yang lalu.
"Saya juga mengunjungi beberapa museum dan saya mendapati adanya peninggalan nenek moyang kita seperti anyaman keranjang dan cangkul yang artinya, negara ini tidak asing bagi orang Indonesia," tambahnya.
Dengan beberapa peninggalan sejarah itu, ia kemudian membuat suatu etalase di rumah makannya untuk memperkenalkan kebudayaan Bugis Makassar bagi warga asing.
"Yang utama sebenarnya itu sosialisasi kebudayaan saja, makanya di rumah makan itu saya membuat etalase dan memperkenalkan kebudayaan kita. Hampir tiap hari ketika saya berada di warung saya hanya melayani pengunjung berbincang-bincang karena mereka para warga negara asing itu senang dengan kebudayaan kita dan itu salah satu nilai tambah dari bisnis yang saya jalankan," singkatnya.
Sebelum mengakhiri perbincangan itu, dirinya menitipkan pesan kepada para pemuda Bugis Makassar yang memilih untuk terjun di dunia bisnis agar memaksimalkan potensi yang dimilikinya, meskipun pendidikan bisnis tidak pernah didapatkannya baik di dunia pendidikan maupun keluarga.
Karena setiap orang yang terlahir sebagai warga Bugis Makassar mempunyai darah saudagar yang ditinggalkan para leluhur, bahkan leluhur kita sejak dahulu juga meninggalkan banyak warisan salah satunya kuliner.
"Jangan takut berbisnis, apalagi jika ada yang berpikir kalau bisnis hanya bisa dijalankan oleh mereka yang mempunyai pengetahuan dan bekal bisnis dari keluarganya. Saya sendiri bisa menjadi contoh yang terlahir di dalam pesantren dan menimba ilmu pengetahuan sejak dini hingga menamatkan pendidikan setingkat SMA juga di dalam pesantren. Satu yang saya ketahui, kita ini terlahir dari seorang nenek moyang saudagar jadi jangan pernah takut berbisnis," tegasnya. Zita Meirina
Perantau asal Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Muzayyin Arif yang menjadi peserta saudagar Bugis Makassar (PSBM) XIV menceritakan pengalamannya merintis dunia usaha pada 2003 tanpa bantuan kolega maupun pengalaman dari keluarga.
Berbekal kemampuan bahasa Inggris yang dipelajarinya selama menimba ilmu di pesantren, dirinya kemudian mulai merintis karir dunia bisnisnya di bidang kuliner di Australia.
Bisnis kuliner khas asal Makassar yakni "Coto Makassar Lontarak" yang dikembangkannya di Sydney, Australia menjadi salah satu tempat makan favorit warga setempat beserta pelancong mancanegara maupun mahasiswa Eropa yang menimba ilmu di Griffith University, Brisbane, Australia.
"Saya memulai bisnis kuliner itu di Australia awal tahun 2012. Saya berinisiatif menggabungkan dunia entrepreneur dengan dunia dakwah yang saya timba dari pesantren, tetapi caranya berbeda. Kalau dakwah itu lebih kepada ajakan untuk kembali kepada Tuhan, tetapi ini saya ajak warga negara luar untuk mengenal budaya Indonesia khususnya Bugis Makassar," katanya.
Pria kelahiran 1982 itu mengungkapkan, tujuannya ke Australia untuk menimba ilmu pengetahuan di bidang bisnis. Namun, setelah jeda kuliah, dirinya kemudian berkeliling dari kota ke kota lainnya sambil membawa jiwa bisnisnya.
Di suatu tempat di Sydney, dirinya melihat sebuah warung makan milik warga asal Malaysia yang setiap harinya ramai dikunjungi oleh warga setempat maupun pendatang.
Rasa penasaran yang ada pada dirinya membawanya pada rumah makan itu untuk mengetahui bisnis kuliner yang dijajakan oleh warga asal Malaysia itu. Setelah mencicipi "Nasi Lemak" dan melihat antusiasme masyarakat setempat dirinya kemudian berinisiatif membuat sebuah rumah makan khas ala Bugis Makassar.
"Setelah saya amati berhari-hari, warung orang Malaysia itu selalu ramai dikunjungi, bahkan antrean pengunjung sampai dua meter dan tidak pernah sepi dari pengunjung. Saya kemudian penasaran ingin mengetahui makanan apa yang dijualnya, sampai akhirnya saya ikut mengantre dan mencicipi makanan yang dijualnya itu," ungkapnya.
Jajanan yang dijual di warung itu, lanjut pria beranak tiga itu, juga tidak bervariasi hanya menjajakan "Nasi Lemak" yang hampir sama dengan jajanan di Makassar yakni "Nasi Kuning".
Berbekal pengalaman bisnisnya selama 10 tahun di Jakarta, dirinya kemudian berinisiatif membuat suatu rumah makan dengan menu khas warisan masyarakat Makassar yakni Coto Makassar.
"Sejak awal saya mendirikan usaha kuliner Coto Makassar itu, Alhamdulillah, sampai sekarang pengunjungnya selalu ramai dan mereka warga Australia, maupun warga mancanegara lainnya baik yang sedang menimba ilmu maupun pelancong sudah mulai mengenal jajanan Coto Makassar. Bahkan banyak dari mereka menjadikan kuliner kita itu sebagai makanan andalan," ujarnya.
Satu hal yang menjadi kebanggaan dirinya karena berdarah Bugis Makassar. Dikatakannya, selama berabad-abad yang lalu, nenek moyang warga Bugis Makassar yang banyak menjadi pelaut dan perantau kemudian mengubah dirinya menjadi saudagar setelah menetap di negeri orang tak terkecuali di Australia.
Modal dasar yang dimilikinya ketika merintis dunia bisnisnya karena setiap orang Bugis Makassar punya dua keistimewaan. Keistimewaan pertama yang dimiliki orang Sulawesi yakni spirit saudagar dan tidak semua suku bangsa mempunyai spirit saudagar itu.
Sedangkan keistimewaan keduanya yakni banyaknya warisan yang ditinggalkan para leluhur, baik itu dibidang budaya serta kuliner. Salah satu kuliner yang terkenal ketika menyebut kata Makassar yakni "Coto Makassar, Pallubasa, Konro dan Sop Saudara".
"Kita itu di Sulawesi untuk kuliner sangat kaya dan tidak ada habisnya kalau mau menampilkan makanan yang menjadi warisan kita. Untuk yang berkuah saja seperti Coto Makassar, Pallubasa, Konro dan Sop Saudara itu sangat terkenal, belum menu lainnya," imbuhnya.
Muzayyin yang juga salah satu cucu dari pendiri Pondok Pesantren Darul Istiqamah Maros bercita-cita ingin mengembangkan dunia bisnis kulinernya di mancanegara.
Targetnya yakni membangun rumah makan khusus kuliner Makassar seperti Coto Makassar dan Pallubasa di setiap negara. Negara pertama yang akan menjadi basis pengembangan yakni Australia kemudian akan merambah negara-negara lainnya di Asia Tenggara, Asia bahkan Eropa.
"Cita-cita saya sekarang ini mengembangkan dunia bisnis saya di Asia Tenggara, Asia bahkan kalau perlu kita kembangkan di Eropa. Semua bisa dilaksanakan karena umumnya, kuliner Sulawesi mudah diterima di negara manapun," katanya.
Selain pengembangan kuliner, satu hal yang tidak terlupakan dari dirinya yakni terus mempromosikan kebudayaan Sulawesi Selatan khususnya adat Bugis Makassar.
Apalagi di salah satu Museum di Sydney dia menyebutkan adanya warisan berupa anyaman keranjang dan cangkul yang ternyata merupakan peninggalan leluhur asal Makassar karena dalam literatur itu dijelaskan jika peninggalan itu sudah ada sejak empat abad yang lalu.
"Saya juga mengunjungi beberapa museum dan saya mendapati adanya peninggalan nenek moyang kita seperti anyaman keranjang dan cangkul yang artinya, negara ini tidak asing bagi orang Indonesia," tambahnya.
Dengan beberapa peninggalan sejarah itu, ia kemudian membuat suatu etalase di rumah makannya untuk memperkenalkan kebudayaan Bugis Makassar bagi warga asing.
"Yang utama sebenarnya itu sosialisasi kebudayaan saja, makanya di rumah makan itu saya membuat etalase dan memperkenalkan kebudayaan kita. Hampir tiap hari ketika saya berada di warung saya hanya melayani pengunjung berbincang-bincang karena mereka para warga negara asing itu senang dengan kebudayaan kita dan itu salah satu nilai tambah dari bisnis yang saya jalankan," singkatnya.
Sebelum mengakhiri perbincangan itu, dirinya menitipkan pesan kepada para pemuda Bugis Makassar yang memilih untuk terjun di dunia bisnis agar memaksimalkan potensi yang dimilikinya, meskipun pendidikan bisnis tidak pernah didapatkannya baik di dunia pendidikan maupun keluarga.
Karena setiap orang yang terlahir sebagai warga Bugis Makassar mempunyai darah saudagar yang ditinggalkan para leluhur, bahkan leluhur kita sejak dahulu juga meninggalkan banyak warisan salah satunya kuliner.
"Jangan takut berbisnis, apalagi jika ada yang berpikir kalau bisnis hanya bisa dijalankan oleh mereka yang mempunyai pengetahuan dan bekal bisnis dari keluarganya. Saya sendiri bisa menjadi contoh yang terlahir di dalam pesantren dan menimba ilmu pengetahuan sejak dini hingga menamatkan pendidikan setingkat SMA juga di dalam pesantren. Satu yang saya ketahui, kita ini terlahir dari seorang nenek moyang saudagar jadi jangan pernah takut berbisnis," tegasnya. Zita Meirina