Kiev, Ukraina (ANTARA) - Rusia dan Ukraina pada Selasa (4/7) saling tuding merencanakan penyerangan terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia yang kini dikuasai Rusia dan telah lama menjadi subjek yang memicu kecurigaan antara kedua pihak.
Militer Rusia merebut pembangkit listrik nuklir terbesar di Eropa tersebut dalam beberapa hari setelah negara tersebut melancarkan invasi terhadap Ukraina pada Februari 2022.
Sejak itu, kedua negara sering tuduh-menuduh atas pembombardiran yang terjadi di sekitar PLTN yang terletak di selatan Ukraina tersebut, yang berisiko menyebabkan bencana nuklir.
Renat Karchaa, seorang penasihat bagi pimpinan Rosenergoatom, mengatakan bahwa Ukraina berencana untuk menjatuhkan amunisi yang dicampur dengan limbah nuklir di atas PLTN Zaporizhzhia.
Rosenergoatom merupakan perusahaan yang mengelola pembangkit listrik nuklir milik Rusia.
“Pada malam hari tanggal 5 Juli (Rabu), tentara Ukraina akan mencoba menyerang PLTN Zaporizhzhia menggunakan peralatan penembak jarak jauh dan pesawat tanpa awak,” media pemberitaan Rusia mengabarkan dengan mengutip pernyataan Karchaa kepada sebuah stasiun televisi.
Akan tetapi, ia tidak memberikan bukti apapun untuk mendukung tuduhannya tersebut.
Sementara itu, militer Ukraina mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis dengan mengutip dari “data operasional” bahwa “alat peledak” telah dipasang di atap reaktor ketiga dan keempat pembangkit listrik tersebut pada Selasa.
Mereka berpendapat bahwa ada kemungkinan serangan akan dilakukan “dalam waktu dekat”.
“Jika diledakkan, alat-alat tersebut tidak hanya akan merusak reaktor, namun juga akan menciptakan gambaran seolah-olah Ukraina adalah pelaku pengeboman tersebut,” tulis pernyataan yang disampaikan melalui Telegram tersebut.
Tentara Ukraina “siap sedia untuk bertindak dalam situasi apapun”, lanjut pernyataan tersebut.
Pihak Ukraina pun tidak menyampaikan bukti apapun atas pernyataannya itu.
Saat ini, tidak ada reaktor di PLTN itu yang difungsikan.
Selama lebih dari satu tahun terakhir, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah berusaha untuk menciptakan kesepakatan agar pihak-pihak yang berkonflik menarik mundur pasukan mereka dari pembangkit listrik tersebut untuk mengurangi risiko kecelakaan nuklir.
Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi telah mengunjungi PLTN tersebut tiga kali sejak Rusia mengambil alih fasilitas tersebut, namun belum berhasil membuat kesepakatan apapun untuk memastikan fasilitas tersebut aman dari pembombardiran atau insiden lain terkait konflik.
Mykhailo Podolyak, seorang penasihat bagi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, mengatakan kepada sebuah stasiun televisi setempat bahwa upaya direktur jenderal IAEA tersebut terbukti tidak efektif.
Ia mengkritik badan atom dunia tersebut telah menggunakan pendekatan yang salah terhadap isu ini.
Sumber: Reuters