Jakarta (ANTARA) - Terletak di satu sudut kawasan Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara yang menyimpan begitu banyak potensi mulai dari kekayaan budaya hingga sumber daya alam yang melimpah. Namun dari segi ekonomi, Indonesia telah lama dianggap sebagai kekuatan ekonomi yang berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Saat ini Indonesia tengah berupaya menapaki langkah bersejarah untuk mengubah statusnya di mata global dengan mulai bergabung dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Bak setiap halaman sebuah buku, Indonesia masih dalam proses untuk mencoba menuliskan bab baru dalam perjalanannya, sebuah bab yang berbicara tentang integrasi global dan kemajuan ekonomi. Upaya untuk bergabung bersama negara-negara maju tentu akan membawa tantangan serta dampak tersendiri bagi perekonomian nasional hingga kedudukan Indonesia dalam kancah internasional.
Momentum bergabung dengan OECD
Mencatatkan pertumbuhan ekonomi di angka 5,17 persen (yoy) pada semester I-2023, Indonesia berhasil menunjukkan pada dunia kinerja pertumbuhan yang solid di tengah ketidakpastian ekonomi global. Oleh karena itu, saat ini bisa dibilang telah menjadi momentum yang tepat bagi Indonesia untuk bergabung dengan OECD.
Secara historis, Organisation for European Economic Cooperation (OEEC) sebagai bagian dari program Marshall Plan AS menjadi cikal bakal berdirinya OECD. Organisasi internasional ini didirikan pada 1948 untuk membantu merekonstruksi ekonomi negara-negara yang luluh lantak akibat Perang Dunia II (PD II).
Kemudian pada tahun 1961, OECD didirikan sebagai organisasi internasional yang utuh dengan beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, dan 18 negara Eropa lainnya. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan guna memperkuat kerja sama ekonomi dan pembangun negara-negara di dunia. Saat ini OECD telah berkembang dan beranggotakan 38 negara.
Indonesia sendiri telah bekerjasama dengan OECD sejak 2007, yang mana kala itu Indonesia berperan sebagai negara peninjau aktif (key partner) dalam banyak pertemuan OECD. Karena keterlibatan aktif selama periode tersebut, Indonesia menjadi anggota Development Centre (DC) OECD untuk membantu pemerintah dalam merancang kebijakan stimulus ekonomi dengan tepat. Pada tahun-tahun itu, OECD membantu Pemerintah untuk meregulasi serta menilai berbagai kebijakan yang menghasilkan kerangka kerja sama yang bernama Framework Cooperation Agreement (FCA) Indonesia - OECD pada 27 September 2012.
Hingga saat ini, ketika perekonomian Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang gemilang pascapandemi COVID-19, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan beberapa pertemuan intens dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) OECD Mathias Cormann maupun negara anggota lainnya. Pertemuan-pertemuan ini semakin menunjukkan langkah optimistis Indonesia untuk menjadi anggota ‘klub negara maju’ tersebut.
Dalam pertemuan terakhir dengan para duta besar negara sahabat, Menko Airlangga memaparkan rencana dan potensi Indonesia di OECD. Alhasil, semua delegasi negara sahabat setuju serta mendukung penuh posisi Indonesia untuk menjadi anggota. Namun, tak semudah membalikkan telapak tangan, dukungan dari negara sahabat itu belumlah cukup. Pemerintah masih perlu menunggu keputusan serta penyerahan peta jalan (roadmap) dari ke-38 anggota OECD yang rencananya akan dibahas dalam pertemuan bulan September mendatang.
Umumnya, proses aksesi OECD bisa memakan waktu 4 hingga 8 tahun. Ada sekitar 200 standar kebijakan Indonesia yang perlu diharmonisasi agar selaras dengan standar dari OECD. Kendati demikian, Menko Airlangga meyakini bahwa proses aksesi mampu berjalan lebih cepat, yaitu sekitar 3,5 tahun. Hal ini mengingat kinerja perekonomian Indonesia yang terus menujukkan resiliensi di tengah gejolak perekonomian global, bahkan cenderung terus bertumbuh.
Di samping itu, peran Indonesia sebagai key partner OECD sejak 2007 juga patut dipertimbangkan. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu negara yang saat ini mempunyai perwakilan dari OECD meskipun belum resmi berstatus sebagai anggota.
Salah satu langkah menjadi negara maju
Sesuai arah kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah atau middle income trap, bergabung dengan OECD dapat menjadi salah satu langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia saat ini masuk kategori upper middle income country dengan pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita di angka 4.500 dolar AS. PNB ini ditargetkan tumbuh di angka 5.500 dolar AS pada 2024.
Ada beberapa keuntungan bagi Indonesia apabila berhasil menjadi anggota resmi OECD. Yang pertama, Indonesia dapat lebih mudah menarik investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) yang nantinya digunakan untuk program pembangunan prioritas negara. Bergabung dengan OECD menandakan komitmen Indonesia untuk menjunjung standar ekonomi yang tinggi dan mematuhi aturan yang diakui secara internasional. Langkah ini dapat meningkatkan kepercayaan investor dan menarik investasi.
Keanggotaan OECD pada dasarnya bermanfaat bagi citra Indonesia di mata investor seiring dengan citra OECD sebagai organisasi yang terbuka. Aspek keterbukaan dapat dinilai dari data-data OECD yang cenderung bebas akses, serta akan menarik minat investor global ke Indonesia.
Kedua, dengan menyelaraskan kebijakan dengan rekomendasi OECD, Indonesia mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi, efisiensi, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Ini mendorong adanya reformasi kebijakan. Keanggotaan OECD sering kali memerlukan penerapan praktik terbaik sesuai standar dalam berbagai bidang seperti perpajakan, peraturan ketenagakerjaan, perlindungan lingkungan. Penerapan reformasi tersebut dapat menghasilkan perbaikan tata kelola dan efisiensi ekonomi Indonesia.
Ketiga, dengan keanggotaan resmi OECD, para pemangku kebijakan Indonesia berpeluang untuk mendapatkan transfer pengetahuan atau knowledge transfer dari negara maju. Keanggotaan OECD memang diikuti dengan akses terhadap pengetahuan dan keahlian yang luas. Pemerintah akan diuntungkan dari hasil penelitian, data, dan wawasan kebijakan OECD yang dapat berperan penting dalam mengatasi tantangan perekonomian nasional.
Akses ini dapat membantu menyempurnakan kebijakan yang ada, merancang strategi baru, dan menemukan solusi efektif terhadap isu-isu seperti kesenjangan, transisi menuju energi baru terbarukan (EBT), dan reformasi pendidikan guna menuju target negara maju.
Keempat, tak hanya dari aspek kebijakan ekonomi semata, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai bahwa keanggotaan OECD nantinya juga berpeluang meningkatkan penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi dan penghindaran pajak lintas negara karena adanya standar yang diadopsi OECD.
OECD menjadi prasyarat yang baik bahwa jika ingin menuju pada cita-cita negara maju, perlu adanya persamaan standar global. Indonesia dapat belajar banyak dari OECD terkait bagaimana mempersiapkan struktur ekonomi dan hukum tata kelola yang lebih baik.
Walakin, para ekonom telah mewanti-wanti bahwa sebelum bergabung, Indonesia mungkin perlu mengoptimalkan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) terlebih dahulu. Karena tanpa kerangka kerja yang jelas tersebut, keuntungan dari bergabungnya Indonesia cenderung terbatas.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai keanggotaan dari Indonesia sangat bergantung pada bagaimana kebijakan berfokus pada prioritas-prioritas OECD, seperti pertumbuhan inklusif, kesehatan, dan juga prinsip Sustainable Development Goals (SDG’s). Apabila arah kebijakan Indonesia ke depan berfokus pada arah tersebut, maka keanggotaan Indonesia di OECD dapat lebih cepat terwujud sesuai target.
Bagaimanapun, langkah Indonesia untuk dapat resmi bergabung ke dalam OECD sejauh ini telah melalui perkembangan yang positif. Namun demikian, Pemerintah masih perlu mengkaji dengan teliti kebijakan-kebijakan yang diharmonisasi. Banyak aturan peraturan daerah (perda) dan undang-undang (UU) yang harus diliberalisasi, terutama soal perizinan, persaingan usaha, dan perdagangan. Mengingat tahun 2024 juga akan diadakan pemilihan umum yang mana ada pergantian kepemimpinan.
Pada akhirnya, Indonesia menjadi sebuah negara yang memimpikan sebuah babak baru dalam kisah panjangnya.
Sebuah babak yang membawa impian untuk kesejahteraan sosial dan kemajuan ekonomi berkelanjutan. Salah satu pencapaian yang dapat ditempuh melalui keanggotaan OECD.
Saat ini Indonesia tengah berupaya menapaki langkah bersejarah untuk mengubah statusnya di mata global dengan mulai bergabung dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Bak setiap halaman sebuah buku, Indonesia masih dalam proses untuk mencoba menuliskan bab baru dalam perjalanannya, sebuah bab yang berbicara tentang integrasi global dan kemajuan ekonomi. Upaya untuk bergabung bersama negara-negara maju tentu akan membawa tantangan serta dampak tersendiri bagi perekonomian nasional hingga kedudukan Indonesia dalam kancah internasional.
Momentum bergabung dengan OECD
Mencatatkan pertumbuhan ekonomi di angka 5,17 persen (yoy) pada semester I-2023, Indonesia berhasil menunjukkan pada dunia kinerja pertumbuhan yang solid di tengah ketidakpastian ekonomi global. Oleh karena itu, saat ini bisa dibilang telah menjadi momentum yang tepat bagi Indonesia untuk bergabung dengan OECD.
Secara historis, Organisation for European Economic Cooperation (OEEC) sebagai bagian dari program Marshall Plan AS menjadi cikal bakal berdirinya OECD. Organisasi internasional ini didirikan pada 1948 untuk membantu merekonstruksi ekonomi negara-negara yang luluh lantak akibat Perang Dunia II (PD II).
Kemudian pada tahun 1961, OECD didirikan sebagai organisasi internasional yang utuh dengan beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, dan 18 negara Eropa lainnya. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan guna memperkuat kerja sama ekonomi dan pembangun negara-negara di dunia. Saat ini OECD telah berkembang dan beranggotakan 38 negara.
Indonesia sendiri telah bekerjasama dengan OECD sejak 2007, yang mana kala itu Indonesia berperan sebagai negara peninjau aktif (key partner) dalam banyak pertemuan OECD. Karena keterlibatan aktif selama periode tersebut, Indonesia menjadi anggota Development Centre (DC) OECD untuk membantu pemerintah dalam merancang kebijakan stimulus ekonomi dengan tepat. Pada tahun-tahun itu, OECD membantu Pemerintah untuk meregulasi serta menilai berbagai kebijakan yang menghasilkan kerangka kerja sama yang bernama Framework Cooperation Agreement (FCA) Indonesia - OECD pada 27 September 2012.
Hingga saat ini, ketika perekonomian Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang gemilang pascapandemi COVID-19, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan beberapa pertemuan intens dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) OECD Mathias Cormann maupun negara anggota lainnya. Pertemuan-pertemuan ini semakin menunjukkan langkah optimistis Indonesia untuk menjadi anggota ‘klub negara maju’ tersebut.
Dalam pertemuan terakhir dengan para duta besar negara sahabat, Menko Airlangga memaparkan rencana dan potensi Indonesia di OECD. Alhasil, semua delegasi negara sahabat setuju serta mendukung penuh posisi Indonesia untuk menjadi anggota. Namun, tak semudah membalikkan telapak tangan, dukungan dari negara sahabat itu belumlah cukup. Pemerintah masih perlu menunggu keputusan serta penyerahan peta jalan (roadmap) dari ke-38 anggota OECD yang rencananya akan dibahas dalam pertemuan bulan September mendatang.
Umumnya, proses aksesi OECD bisa memakan waktu 4 hingga 8 tahun. Ada sekitar 200 standar kebijakan Indonesia yang perlu diharmonisasi agar selaras dengan standar dari OECD. Kendati demikian, Menko Airlangga meyakini bahwa proses aksesi mampu berjalan lebih cepat, yaitu sekitar 3,5 tahun. Hal ini mengingat kinerja perekonomian Indonesia yang terus menujukkan resiliensi di tengah gejolak perekonomian global, bahkan cenderung terus bertumbuh.
Di samping itu, peran Indonesia sebagai key partner OECD sejak 2007 juga patut dipertimbangkan. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu negara yang saat ini mempunyai perwakilan dari OECD meskipun belum resmi berstatus sebagai anggota.
Salah satu langkah menjadi negara maju
Sesuai arah kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah atau middle income trap, bergabung dengan OECD dapat menjadi salah satu langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia saat ini masuk kategori upper middle income country dengan pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita di angka 4.500 dolar AS. PNB ini ditargetkan tumbuh di angka 5.500 dolar AS pada 2024.
Ada beberapa keuntungan bagi Indonesia apabila berhasil menjadi anggota resmi OECD. Yang pertama, Indonesia dapat lebih mudah menarik investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) yang nantinya digunakan untuk program pembangunan prioritas negara. Bergabung dengan OECD menandakan komitmen Indonesia untuk menjunjung standar ekonomi yang tinggi dan mematuhi aturan yang diakui secara internasional. Langkah ini dapat meningkatkan kepercayaan investor dan menarik investasi.
Keanggotaan OECD pada dasarnya bermanfaat bagi citra Indonesia di mata investor seiring dengan citra OECD sebagai organisasi yang terbuka. Aspek keterbukaan dapat dinilai dari data-data OECD yang cenderung bebas akses, serta akan menarik minat investor global ke Indonesia.
Kedua, dengan menyelaraskan kebijakan dengan rekomendasi OECD, Indonesia mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi, efisiensi, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Ini mendorong adanya reformasi kebijakan. Keanggotaan OECD sering kali memerlukan penerapan praktik terbaik sesuai standar dalam berbagai bidang seperti perpajakan, peraturan ketenagakerjaan, perlindungan lingkungan. Penerapan reformasi tersebut dapat menghasilkan perbaikan tata kelola dan efisiensi ekonomi Indonesia.
Ketiga, dengan keanggotaan resmi OECD, para pemangku kebijakan Indonesia berpeluang untuk mendapatkan transfer pengetahuan atau knowledge transfer dari negara maju. Keanggotaan OECD memang diikuti dengan akses terhadap pengetahuan dan keahlian yang luas. Pemerintah akan diuntungkan dari hasil penelitian, data, dan wawasan kebijakan OECD yang dapat berperan penting dalam mengatasi tantangan perekonomian nasional.
Akses ini dapat membantu menyempurnakan kebijakan yang ada, merancang strategi baru, dan menemukan solusi efektif terhadap isu-isu seperti kesenjangan, transisi menuju energi baru terbarukan (EBT), dan reformasi pendidikan guna menuju target negara maju.
Keempat, tak hanya dari aspek kebijakan ekonomi semata, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai bahwa keanggotaan OECD nantinya juga berpeluang meningkatkan penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi dan penghindaran pajak lintas negara karena adanya standar yang diadopsi OECD.
OECD menjadi prasyarat yang baik bahwa jika ingin menuju pada cita-cita negara maju, perlu adanya persamaan standar global. Indonesia dapat belajar banyak dari OECD terkait bagaimana mempersiapkan struktur ekonomi dan hukum tata kelola yang lebih baik.
Walakin, para ekonom telah mewanti-wanti bahwa sebelum bergabung, Indonesia mungkin perlu mengoptimalkan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) terlebih dahulu. Karena tanpa kerangka kerja yang jelas tersebut, keuntungan dari bergabungnya Indonesia cenderung terbatas.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai keanggotaan dari Indonesia sangat bergantung pada bagaimana kebijakan berfokus pada prioritas-prioritas OECD, seperti pertumbuhan inklusif, kesehatan, dan juga prinsip Sustainable Development Goals (SDG’s). Apabila arah kebijakan Indonesia ke depan berfokus pada arah tersebut, maka keanggotaan Indonesia di OECD dapat lebih cepat terwujud sesuai target.
Bagaimanapun, langkah Indonesia untuk dapat resmi bergabung ke dalam OECD sejauh ini telah melalui perkembangan yang positif. Namun demikian, Pemerintah masih perlu mengkaji dengan teliti kebijakan-kebijakan yang diharmonisasi. Banyak aturan peraturan daerah (perda) dan undang-undang (UU) yang harus diliberalisasi, terutama soal perizinan, persaingan usaha, dan perdagangan. Mengingat tahun 2024 juga akan diadakan pemilihan umum yang mana ada pergantian kepemimpinan.
Pada akhirnya, Indonesia menjadi sebuah negara yang memimpikan sebuah babak baru dalam kisah panjangnya.
Sebuah babak yang membawa impian untuk kesejahteraan sosial dan kemajuan ekonomi berkelanjutan. Salah satu pencapaian yang dapat ditempuh melalui keanggotaan OECD.