Palu (ANTARA Sulsel) - Sulawesi Selatan optimistis mampu memencapai target produksi udang sebesar 33.000 ton pada 2014 setelah diluncurkannya sistem teknologi supra intensif dalam budi daya udang vanamei.

"Dengan penerapan teknologi budi daya supra intensif ini, kami optimistis produksi udang Sulsel akan bisa dinaikkan secara signifikan," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatang Ir H. Iskandar yang dihubungi, Selasa, terkait peluncuran teknologi Supra Intensif Indonesia dalam budi daya udang vanamei.

Peluncuran teknologi supra intensif itu dilakukan Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri di lokasi pertambakan udang CV Dewi Windu di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, sekitar 150 km utara Makassar, Sabtu (19/10).

Teknologi baru ini digagas dan diujicoba oleh Dr. Ir Hasanuddin Atjo, MP pada lahan tambak miliknya seluas 1.000 meter persegi sejak 2011.

"Hasilnya cukup menakjubkan yakni mencapai 15,3 ton atau kalau dikonversi kesatuan hektare adalah 153 ton per hektare, dan tercatat sebagai angka produktivitas tertinggi tambak udang di dunia saat ini," kata Hasanuddin Atjo yang juga Ketua Himpunan Pengusaha Tambak Udang (Shrimp Club) wilayah Sulawesi.

Teknologi ini merupakan penerapan secara intensif lima subsistem budi daya yakni penggunaan benih bermutu, pengendalian kesehatan dan lingkungan, standarisasi sarana dan prasarana yan digunakan, penggunaan teknologi serta manajemen usaha.

Kadis KP Sulsel Iskandar mengaku bangga bahwa pengusaha udang Sulsel berhasil menciptakan teknologi yang sangat aplikatif dalam budidaya udang sehingga pemerintah setempat akan mendorong semua pengusaha mereplikasi teknologi tersebut.

Menurut Iskandar, pada 2008, Wapres HM Jusuf Kalla saat itu telah mencanangkan Sulsel sebagai pusat kebangkitan udang nasional di kawasan pertambakan udang Kabupaten Barru dengan target produksi 33.000 ton tiap tahun.

"Namun sampai 2012, produksi yang mampu kita capai baru 28.000 ton karena berbagai hambatan. Akan tetapi dengan replikasi sistem budi daya supra intensif secara terkendali dan terintegrasi, target 33.000 ton itu bisa segera dicapai," ujarnya.

Ketua Shrimp Club Sulawesi Hasanuddin Atjo mengatakan bahwa teknologi yang digagasnya itu tidak sulit untuk direplikasi, namun untuk melaksanakannya, para pengusaha membutuhkan dukungan pemerintah terutama mengenai fasilitas pendanaan, infrastruktur seperti air, dan listrik, serta jaminan keamanan dan keberlangsungan usaha.

"Teknologi ini memiliki tingkat resiko yang relatif tinggi namun hasilnya sangat menggiurkan, karena itu pengusaha sangat membutuhkan keamanan berusaha," ujarnya.

Selama mengujicoba teknologi budidaya supra intensif ini, kata Hasanuddin, biaya operasional yang dikeluarkan rata-rata Rp20.700,-/kg udang yang dipanen dan biaya investasi tambak Rp317 juta.

"Dengan harga udang rata-rata Rp80.000/kg dewasa ini, penerapan sistem budidaya ini bisa memberi keuntungan Rp388 juta/siklus panen untuk sebuah tambak seluas 1.000 m2. Setiap tahun bisa berlangsung dua kali siklus panen," kata Hasanuddin yang juga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulteng itu. Farochah  


Pewarta : Rolex Malaha
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024