Makassar (ANTARA Sulbar) - Mantan General Manager Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (Pikitring) PLN Wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulmapa) Amiruddin Zaini bersaksi di sidang korupsi pemasangan kabel bawah tanah Unit Induk Pembangunan Jaringan (UIP Ring) Sulmapa.
Saksi Amiruddin Zaini dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Rabu, mengaku tidak tahu menahu spesifikasi kabel bawah tanah yang dipasang mulai dari Kecamatan Tamalate hingga Kecamatan Bontoala.
"Saya tidak tahu menahu spesifikasi kabel bawah tanah yang dipasang itu karena saya mempercayakan semuanya pada manajer saya untuk mengurusnya pak hakim," katanya.
Amiruddin Zaini, mantan GM Pikitring PLN Sulmapa pada saat proyek pemasangan kabel itu dilaksanakan bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengatakan dirinya hanya menandatangani surat perintah membayar (SPM) karena berdasarkan laporan ketiga terdakwa mengenai hasil pekerjaan dilapangan.
"Saya menerbitkan surat perintah membayar karena sudah sesuai spesifikasi dan pekerjaan dan sudah sesuai teknis berdasarkan laporan dari manajer saya," ujarnya.
Mengenai kenyataan dilapangan, Amiruddin mengatakan tidak mengecek kegiatan secara langsung tapi berdasarkan laporan dari ketiga terdakwa terkait pekerjaan dilapangan.
"Saya hanya berdasarkan laporan yang diajukan ketiga terdakwa dimana ada yang bertindak sebagai manajer proyek pemasangan, dan rekanan (konsorsium)," lanjutnya.
Mendengar jawaban dari saksi, sidang yang diketuai oleh Majelis Hakim Pudjo Hunggul langsung berang karena melakukan penandatanganan surat perintah membayar tanpa mengecek pekerjaan bawahannya.
"Lantas mengapa kamu melakukan pembayaran sementara tidak mengetahui kejelasan proyek tersebut, tadi kamu katakan spesifikasi kabel sudah sesuai sehingga dilakukan pembayaran sementara beberapa saat kemudian, jawabanmu berubah lagi. Ada apa anda sampai mengubah kesaksian sepert itu," tegasnya.
Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum membeberkan jika kabel yang diadakan tersebut terlebih dahulu dilakukan tes dilaboratorium PLN dan ternyata bisa dialiri listrik namun saat dipasang dilapangan kabel tersebut tidak bisa dialiri listrik bahkan meledak.
"Ini kenapa bisa meledak, sementara saat pengujian di laboratorium sebelumnya bagus, memangnya spesifikasi kabel yang dipasang di bawah tanah itu sudah sesuai apa tidak," tanyanya.
Selain itu, dihadapan Majelis Hakim Amiruddin mengakui jika dalam pengerjaan proyek pemasangan kabel bawah tanah telah dilakukan adendum alias perpanjangan waktu pengerjaan lantaran hingga batas akhir yang ditentukan pekerjaan pemasangan belum juga selesai.
Sebelumnya, tim Kejati Sulselbar telah menelusuri dugaan adanya korupsi puluhan miliar pada pengadaan dan pemasangan kabel bawah tanah milik PLN yang terletak di sebagian wilayah Kota Makassar dengan anggaran Rp82 miliar.
Ia merinci, anggaran sebesar itu terdiri atas pengadaan kabel yang total anggarannya sebesar Rp86 miliar lebih, sementara untuk dana pemasangan kabelnya berkisar Rp18 miliar lebih.
Pemasangan kabel bawah tanah sendiri dilakukan PLN yakni dengan memulainya dari Kecamatan Bontoala hingga wilayah Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate.
Proyek pengadaan dan pemasangan kabel bawah tanah itu dikelola oleh pihak konsorsium dari beberapa gabungan perusahaan yakni, PT Dwiva Konekra, PT Energi Selaras, PT Multi Pabrindo dan PT Temancom sebagai pihak rekanan.
Saksi Amiruddin Zaini dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Rabu, mengaku tidak tahu menahu spesifikasi kabel bawah tanah yang dipasang mulai dari Kecamatan Tamalate hingga Kecamatan Bontoala.
"Saya tidak tahu menahu spesifikasi kabel bawah tanah yang dipasang itu karena saya mempercayakan semuanya pada manajer saya untuk mengurusnya pak hakim," katanya.
Amiruddin Zaini, mantan GM Pikitring PLN Sulmapa pada saat proyek pemasangan kabel itu dilaksanakan bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengatakan dirinya hanya menandatangani surat perintah membayar (SPM) karena berdasarkan laporan ketiga terdakwa mengenai hasil pekerjaan dilapangan.
"Saya menerbitkan surat perintah membayar karena sudah sesuai spesifikasi dan pekerjaan dan sudah sesuai teknis berdasarkan laporan dari manajer saya," ujarnya.
Mengenai kenyataan dilapangan, Amiruddin mengatakan tidak mengecek kegiatan secara langsung tapi berdasarkan laporan dari ketiga terdakwa terkait pekerjaan dilapangan.
"Saya hanya berdasarkan laporan yang diajukan ketiga terdakwa dimana ada yang bertindak sebagai manajer proyek pemasangan, dan rekanan (konsorsium)," lanjutnya.
Mendengar jawaban dari saksi, sidang yang diketuai oleh Majelis Hakim Pudjo Hunggul langsung berang karena melakukan penandatanganan surat perintah membayar tanpa mengecek pekerjaan bawahannya.
"Lantas mengapa kamu melakukan pembayaran sementara tidak mengetahui kejelasan proyek tersebut, tadi kamu katakan spesifikasi kabel sudah sesuai sehingga dilakukan pembayaran sementara beberapa saat kemudian, jawabanmu berubah lagi. Ada apa anda sampai mengubah kesaksian sepert itu," tegasnya.
Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum membeberkan jika kabel yang diadakan tersebut terlebih dahulu dilakukan tes dilaboratorium PLN dan ternyata bisa dialiri listrik namun saat dipasang dilapangan kabel tersebut tidak bisa dialiri listrik bahkan meledak.
"Ini kenapa bisa meledak, sementara saat pengujian di laboratorium sebelumnya bagus, memangnya spesifikasi kabel yang dipasang di bawah tanah itu sudah sesuai apa tidak," tanyanya.
Selain itu, dihadapan Majelis Hakim Amiruddin mengakui jika dalam pengerjaan proyek pemasangan kabel bawah tanah telah dilakukan adendum alias perpanjangan waktu pengerjaan lantaran hingga batas akhir yang ditentukan pekerjaan pemasangan belum juga selesai.
Sebelumnya, tim Kejati Sulselbar telah menelusuri dugaan adanya korupsi puluhan miliar pada pengadaan dan pemasangan kabel bawah tanah milik PLN yang terletak di sebagian wilayah Kota Makassar dengan anggaran Rp82 miliar.
Ia merinci, anggaran sebesar itu terdiri atas pengadaan kabel yang total anggarannya sebesar Rp86 miliar lebih, sementara untuk dana pemasangan kabelnya berkisar Rp18 miliar lebih.
Pemasangan kabel bawah tanah sendiri dilakukan PLN yakni dengan memulainya dari Kecamatan Bontoala hingga wilayah Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate.
Proyek pengadaan dan pemasangan kabel bawah tanah itu dikelola oleh pihak konsorsium dari beberapa gabungan perusahaan yakni, PT Dwiva Konekra, PT Energi Selaras, PT Multi Pabrindo dan PT Temancom sebagai pihak rekanan.