Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) di Jakarta merupakan hasil keputusan politik yang ia ambil, bukan keputusan ekonomi yang melihat untung-rugi seperti di perusahaan.
Menurut Jokowi, rencana pembangunan MRT sudah ada sejak 1985 atau jauh selama 26 tahun lalu saat ia menjabat Gubernur DKI Jakarta.
"Saya kasih contoh MRT, sepanjang 26 tahun rencana itu ada waktu saya masih menjadi Gubernur. Rencana itu ada, tetapi tidak dieksekusi. Memang ada problemnya. Dikalkulasi, dihitung, selalu rugi. Kesimpulan rugi, hitung lagi, kesimpulan rugi," kata Jokowi dalam sambutannya pada pembukaan Investor’s Daily Summit 2023 di Jakarta, Selasa.
Presiden Jokowi menjelaskan bahwa pembangunan MRT dinilai tidak menguntungkan setelah dikalkulasikan.
Namun, Kepala Negara menilai bahwa kesimpulan merugi tersebut justru akan membuat Jakarta tidak akan memiliki transportasi massal MRT.
"Bapak/Ibu sekalian, memutuskan seperti itu adalah keputusan politik, bukan keputusan ekonomi di perusahaan. Karena dihitung untung-ruginya boleh, tetapi kalau dihitung dan selalu rugi, apakah kita tidak akan bangun namanya MRT?" kata Presiden Jokowi.
Begitu juga dengan moda Lintas Raya terpadu (LRT) Jakarta yang dikalkulasikan menimbulkan kerugian bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Jokowi menilai bahwa sistem jalan berbayar elektronik atau "electronic road pricing" (ERP) dapat menjadi sumber penerimaan daerah yang dapat menutup kerugian tersebut.
"Akhirnya ketemu ditutup dari ERP atau electronic road pricing. Ketemu, ya sudah, diputuskan dan saya putuskan. Dan itu keputusan politik, bahwa APBN atau APBD sekarang masih suntik Rp800 miliar itu adalah memang adalah kewajiban. Karena itu pelayanan, bukan perusahaan untung dan rugi," kata Jokowi.
Adapun rencana pembangunan MRT di Jakarta memang tercatat sudah dirintis sejak 1985, berdasarkan keterangan dari situs resmi MRT Jakarta.
Namun, saat itu proyek MRT belum dinyatakan sebagai proyek nasional. Barulah MRT Jakarta masuk sebagai proyek nasional pada 2005.
Kemudian peletakan batu pertama pembangunan MRT baru terealisasi pada 2013 saat Jokowi masih menjadi Gubernur DKI Jakarta saat itu.
Menurut Jokowi, rencana pembangunan MRT sudah ada sejak 1985 atau jauh selama 26 tahun lalu saat ia menjabat Gubernur DKI Jakarta.
"Saya kasih contoh MRT, sepanjang 26 tahun rencana itu ada waktu saya masih menjadi Gubernur. Rencana itu ada, tetapi tidak dieksekusi. Memang ada problemnya. Dikalkulasi, dihitung, selalu rugi. Kesimpulan rugi, hitung lagi, kesimpulan rugi," kata Jokowi dalam sambutannya pada pembukaan Investor’s Daily Summit 2023 di Jakarta, Selasa.
Presiden Jokowi menjelaskan bahwa pembangunan MRT dinilai tidak menguntungkan setelah dikalkulasikan.
Namun, Kepala Negara menilai bahwa kesimpulan merugi tersebut justru akan membuat Jakarta tidak akan memiliki transportasi massal MRT.
"Bapak/Ibu sekalian, memutuskan seperti itu adalah keputusan politik, bukan keputusan ekonomi di perusahaan. Karena dihitung untung-ruginya boleh, tetapi kalau dihitung dan selalu rugi, apakah kita tidak akan bangun namanya MRT?" kata Presiden Jokowi.
Begitu juga dengan moda Lintas Raya terpadu (LRT) Jakarta yang dikalkulasikan menimbulkan kerugian bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Jokowi menilai bahwa sistem jalan berbayar elektronik atau "electronic road pricing" (ERP) dapat menjadi sumber penerimaan daerah yang dapat menutup kerugian tersebut.
"Akhirnya ketemu ditutup dari ERP atau electronic road pricing. Ketemu, ya sudah, diputuskan dan saya putuskan. Dan itu keputusan politik, bahwa APBN atau APBD sekarang masih suntik Rp800 miliar itu adalah memang adalah kewajiban. Karena itu pelayanan, bukan perusahaan untung dan rugi," kata Jokowi.
Adapun rencana pembangunan MRT di Jakarta memang tercatat sudah dirintis sejak 1985, berdasarkan keterangan dari situs resmi MRT Jakarta.
Namun, saat itu proyek MRT belum dinyatakan sebagai proyek nasional. Barulah MRT Jakarta masuk sebagai proyek nasional pada 2005.
Kemudian peletakan batu pertama pembangunan MRT baru terealisasi pada 2013 saat Jokowi masih menjadi Gubernur DKI Jakarta saat itu.