Bulukumba (ANTARA) - Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dr Wahyuni mengatakan perlunya regulasi yang dibentuk dan diterapkan hingga ke tingkat desa untuk mencegah terjadinya pernikahan dini.

"Perlu diberlakukan sanksi kepada masyarakat apabila menikahkan anaknya yang masih di bawah umur sesuai peraturan pemerintah," kata
Wahyuni dalam keterangan persnya di Bulukumba, Sabtu.

Menurut dia, pernikahan dini ini perlu dicegah serius karena dapat memicu tingginya angka perceraian di lapangan.

Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Kabupaten Bulukumba diketahui, kebanyakan kasus perceraian terjadi pada pasangan yang menikah di usia muda. Kementerian Agama Kabupaten Bulukumba menyampaikan, tahun 2022 lalu, terdapat 62 pasangan yang dinikahkan di bawah umur.

Bahkan menurut Dinas Kesehatan Bulukumba, tahun ini, terdapat 4.409 jumlah ibu hamil dan 1.839 di antara ibu hamil tersebut ternyata masih berusia anak.

Kondisi tersebut menurut Wahyuni sangat miris. Karena persoalan pernikahan dini yang melibatkan banyak sektor, harus menjadi perhatian bersama.

Hal itu dibenarkan Andi Edy Manaf selaku Wakil Bupati Bulukumba yang sebelumnya telah memimpin Rakor pembahasan tentang pernikahan dini dalam kaitannya dengan kasus stunting.

Dia mengatakan, pintu utama terjadinya kasus stunting ialah perkawinan usia anak. Sementara isu ini menjadi kompleksitas pada permasalahan rumah tangga.

"Setiap bulannya tercatat sebanyak dua kasus perceraian di Kabupaten Bulukumba," kata Edy.

Menurut dia, pernikahan usia anak sangat erat kaitannya dengan seluruh program yang dilakukan oleh pemerintah yang bermuara pada terjadinya kasus stunting, sehingga dibutuhkan perhatian semua pihak.

Berdasarkan data yang ada, kasus pernikahan usia anak di Kabupaten Bulukumba tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Kajang, Kindang, dan Gantarang.

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024