Makassar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bersama sejumlah komunitas pemerhati perempuan dan perempuan pesisir Makassar membahas ketidakadilan gender dan ekonomi dalam dialog multipihak di Makassar, Senin.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan Dr M Ilyas ST MSc. pada dialog tersebut di Makassar, Senin mengemukakan bahwa Pemprov Sulsel mendorong perekonomian perempuan pesisir, termasuk kepulauan dalam hal pengolahan hasil tangkap nelayan.
Hasil tangkap nelayan yang dinilai melimpah maupun meningkat membutuhkan pengolahan di hilir, yakni peran perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam penguatan ekonomi.
"Hilirnya untuk pengolahan yang kita harapkan bahwa perempuan-perempuan atau ibu-ibu ini memilih ke situ (pengolahan ikan atau hasil laut lainnya)," kata dia.
Terkait pemberdayaan perempuan, diakui Ilyas menjadi tanggungjawab OPD (Organisasi Perangkat Daerah) lainnya, sehingga pada bagian OPD yang dipimpinnya akan berfokus pada menangani kemiskinan, khususnya pada masyarakat pesisir dan kepulauan.
Sejumlah program, kata dia, telah disiapkan untuk mengawal tujuan tersebut, seperti rumpon ikan, asuransi nelayan dan budi daya ikan di daerah pegunungan maupun daerah pesisir.
"Saya sedang berpikir keras bagaimana caranya bisa meningkatkan pendapatannya di atas Upah Minimum Regional (UMR) di Sulsel," kata dia.
Sementara itu, salah satu perempuan pesisir di Wilayah Tallo Makassar bernama Ramlah menyebut bahwa aktivitas melaut bagi nelayan sangat rentan, sebab pada waktu-waktu tertentu tidak bisa melaut.
Ia pun berkisah, salah satu tetangganya (nelayan) bersama lima orang anaknya telah ditinggal istri karena penghasilannya melaut selalu tidak tercukupi. Ini karena kondisi area pencarian nelayan tidak sebagus dulu.
"Belum lagi kita perempuan, juga harus mengurus rumah tangga dan ikut memikirkan kondisi dapur kalau musim hujan misalnya," kata dia menegaskan.
Pemerintah bersama swasta kerap mengiming-imingi pembukaan lapangan kerja, sementara daerah atau wilayah untuk mencari penghidupan dirampas.
"Banyak kebijakan pemerintah yang tidak melibatkan kami para perempuan, termasuk tidak memikirkan bagaimana hak-hak anak kami," katanya.
Pada kesempatan ini, sejumlah perempuan juga menyampaikan beberapa harapan kepada pemerintah yang disaksikan langsung Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel.
Giat ini digelar Solidaritas Perempuan Anging Mammiri bersama Aksi! for Gender, Social and Ecological Justice yang juga menghadirkan sejumlah perempuan pesisir dari berbagai daerah, seperti Takalar dan Makassar.
Dalam dialog ini, juga dipaparkan hasil dari konsultasi wilayah yang melibatkan perempuan akar rumput di beberapa wilayah Sulawesi Selatan kepada pihak pemangku kepentingan pembangunan ekonomi dan perempuan, seperti pemerintah dan pengambil kebijakan, perusahaan, NGO/CSO lokal.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan Dr M Ilyas ST MSc. pada dialog tersebut di Makassar, Senin mengemukakan bahwa Pemprov Sulsel mendorong perekonomian perempuan pesisir, termasuk kepulauan dalam hal pengolahan hasil tangkap nelayan.
Hasil tangkap nelayan yang dinilai melimpah maupun meningkat membutuhkan pengolahan di hilir, yakni peran perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam penguatan ekonomi.
"Hilirnya untuk pengolahan yang kita harapkan bahwa perempuan-perempuan atau ibu-ibu ini memilih ke situ (pengolahan ikan atau hasil laut lainnya)," kata dia.
Terkait pemberdayaan perempuan, diakui Ilyas menjadi tanggungjawab OPD (Organisasi Perangkat Daerah) lainnya, sehingga pada bagian OPD yang dipimpinnya akan berfokus pada menangani kemiskinan, khususnya pada masyarakat pesisir dan kepulauan.
Sejumlah program, kata dia, telah disiapkan untuk mengawal tujuan tersebut, seperti rumpon ikan, asuransi nelayan dan budi daya ikan di daerah pegunungan maupun daerah pesisir.
"Saya sedang berpikir keras bagaimana caranya bisa meningkatkan pendapatannya di atas Upah Minimum Regional (UMR) di Sulsel," kata dia.
Sementara itu, salah satu perempuan pesisir di Wilayah Tallo Makassar bernama Ramlah menyebut bahwa aktivitas melaut bagi nelayan sangat rentan, sebab pada waktu-waktu tertentu tidak bisa melaut.
Ia pun berkisah, salah satu tetangganya (nelayan) bersama lima orang anaknya telah ditinggal istri karena penghasilannya melaut selalu tidak tercukupi. Ini karena kondisi area pencarian nelayan tidak sebagus dulu.
"Belum lagi kita perempuan, juga harus mengurus rumah tangga dan ikut memikirkan kondisi dapur kalau musim hujan misalnya," kata dia menegaskan.
Pemerintah bersama swasta kerap mengiming-imingi pembukaan lapangan kerja, sementara daerah atau wilayah untuk mencari penghidupan dirampas.
"Banyak kebijakan pemerintah yang tidak melibatkan kami para perempuan, termasuk tidak memikirkan bagaimana hak-hak anak kami," katanya.
Pada kesempatan ini, sejumlah perempuan juga menyampaikan beberapa harapan kepada pemerintah yang disaksikan langsung Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel.
Giat ini digelar Solidaritas Perempuan Anging Mammiri bersama Aksi! for Gender, Social and Ecological Justice yang juga menghadirkan sejumlah perempuan pesisir dari berbagai daerah, seperti Takalar dan Makassar.
Dalam dialog ini, juga dipaparkan hasil dari konsultasi wilayah yang melibatkan perempuan akar rumput di beberapa wilayah Sulawesi Selatan kepada pihak pemangku kepentingan pembangunan ekonomi dan perempuan, seperti pemerintah dan pengambil kebijakan, perusahaan, NGO/CSO lokal.