Makassar (ANTARA Sulsel) - Pemerhati masalah sosial dan komunikasi Hadawiah MSi dari Universitas Muslim Indonesia mengatakan, kenaikan harga elpiji atau gas alam cair kurang sosialisasi, sehingga cenderung merugikan konsumen khususnya ekonomi lemah.

"Kebijakan pemerintah menaikkan harga elpiji dengan alasan biaya produksi tidak tertutupi, hendaknya disosialisasikan terlebih dahulu pada masyarakat sebelum ada penetapan kenaikan harga," kata Hadawiah di Makassar, Sabtu.

Dia mengatakan, elpiji merupakan kebutuhan utama masyarakat setelah minyak tanah dikonversi ke penggunaan gas baik bagi masyarakat ekonomi menengah ke atas maupun masyarakat ekonomi lemah.

Namun yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat ekonomi lemah yang hanya sanggup membeli elipiji ukuran tabung tiga kilogram dengan sebelumnya memiliki harga normal Rp13 ribu per tabung.

"Namun dengan kenaikan harga elpiji tabung tiga kg menjadi Rp15 ribu - Rp17 ribu per tabung, tentu itu sangat memberatkan mereka," katanya.

Menurut dia, apabila kebijakan kenaikan harga untuk tabung gas ukuran 12 kg itu dinaikkan, harus ada kebijakan khusus untuk menekan harga gas elpiji ukuran tabung tiga kg.

Pertimbangan itu, lanjut dia, karena pangsa pasar konsumsi tabung gas ukuran tiga kg tentu berbeda dengan tabung gas ukuran 12 kg. Ukuran tabung terkecil itu umumnya digunakan rumah tangga miskin dan pedagangan klontongan atau pedagang kaki lima.

Sementara tabung ukuran sedang yakni 12 kg, digunakan ibu rumah tangga kelas ekonomi menengah dan pedagang restoran kelas menengah. Karena itu, sungguh naif, jika pemerintah sepihak menaikkan harga gas tanpa sosialisasi yang gencar dan juga memperhitungkan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat level bawah. Z Abdullah

Pewarta : Suriani Mappong
Editor :
Copyright © ANTARA 2024