Ambon (ANTARA Sulsel) - Kebanyakan korban tindak kekerasan seksual di Maluku adalah remaja putri yang masih berstatus pelajar di tingkat SMP dan SMA, demikian Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) Ambon.

"Dalam dua tahun terakhir ini korban kekerasan seksual paling banyak adalah anak sekolah," kata Ais Syam Tualeka, Staf Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) Ambon, Selasa.

Ia mengatakan terdapat 109 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Maluku pada 2012, sebagian besar korbannya adalah siswi sekolah menengah pertama.

Angka tersebut meningkat tajam menjadi 204 kasus pada 2013, dan anak sekolah masih menjadi korban terbanyak dalam kasus kekerasan seksual jenis perkosaan.

Beberapa di antaranya terpaksa berhenti sekolah karena dikeluarkan oleh lembaga tempatnya menuntut ilmu.

"Kebanyakan adalah perkosaan, celakanya lagi beberapa di antaranya tidak bisa melanjutkan pendidikan karena dikeluarkan dari sekolah," katanya.

Ais menyatakan pihaknya sangat menyayangkan tindakan beberapa sekolah di Maluku yang membuat keputusan sepihak, mengeluarkan siswi korban tindak kekerasan seksual, khususnya perkosaan.

Sebagai lembaga pendidikan dan pemabangunan karakter bangsa, pelajar yang menjadi korban tindak kekerasan seksual seharusnya dilindungi dan diusahakan agar tetap bisa melanjutkan pendidikannya.

"Sampai terakhir kemarin masih ada satu SMK di Kabupaten Seram Bagian Barat yang tetap tidak mau menerima salah satu siswinya yang diperkosa," ucapnya.

Ia menambahkan hingga saat ini pihaknya masih terus mengupayakan agar siswi tersebut bisa kembali bersekolah seperti biasa, termasuk usaha advokasi dan berdiskusi ke beberapa pihak terkait.

"Kasusnya terjadi pada akhir 2013, sejak saat itu sudah tidak sekolah lagi. Dia ingin sekali kembali bersekolah tapi sekolahnya masih belum mau menerima dia sebagai murid," ujarnya. Rolex Malaha

Pewarta : Shariva Alaidrus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024