Jakarta (ANTARA) - Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Abu Hanifah menolak seluruh permohonan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap KPK terkait penanganan kasus Harun Masiku.
"Ditolak seluruhnya dan semua biaya dibebankan kepada para pemohon," kata Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Abu Hanifah di Jakarta, Rabu, ketika membacakan putusan permohonan praperadilan yang diajukan MAKI.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengaku kecewa dengan putusan hakim yang menolak permohonan praperadilan terkait kasus Harun Masiku.
Menurut dia, alasan Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan (Jaksel) menolak karena tidak ada bukti surat perintah penghentian penyidikan terhadap Harun Masiku oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga yang dimohonkan oleh MAKI belum memiliki dasar.
"Bahwa memang betul belum ditemukan bukti adanya surat perintah penghentian penyidikan artinya secara formil. Saya menyayangkan hakim hanya bicara soal hitam di atas putih alias kertas," tuturnya.
MAKI menyatakan permohonan praperadilan terhadap KPK dengan tuntutan agar tersangka kasus dugaan korupsi Harun Masiku disidang secara "in absentia" merupakan sebuah ikhtiar dalam pemberantasan korupsi.
Sidang "in absensia" yaitu proses suatu persidangan yang tidak dihadiri oleh pihak terdakwa dalam perkara acara pidana.
"Jadi gugatan saya ini merupakan ikhtiar, jika nanti sidang 'in absensia' bisa dilaksanakan kalau tidak bisa ditangkap," kata Boyamin.
Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di KPU RI.
Meski demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
"Ditolak seluruhnya dan semua biaya dibebankan kepada para pemohon," kata Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Abu Hanifah di Jakarta, Rabu, ketika membacakan putusan permohonan praperadilan yang diajukan MAKI.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengaku kecewa dengan putusan hakim yang menolak permohonan praperadilan terkait kasus Harun Masiku.
Menurut dia, alasan Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan (Jaksel) menolak karena tidak ada bukti surat perintah penghentian penyidikan terhadap Harun Masiku oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga yang dimohonkan oleh MAKI belum memiliki dasar.
"Bahwa memang betul belum ditemukan bukti adanya surat perintah penghentian penyidikan artinya secara formil. Saya menyayangkan hakim hanya bicara soal hitam di atas putih alias kertas," tuturnya.
MAKI menyatakan permohonan praperadilan terhadap KPK dengan tuntutan agar tersangka kasus dugaan korupsi Harun Masiku disidang secara "in absentia" merupakan sebuah ikhtiar dalam pemberantasan korupsi.
Sidang "in absensia" yaitu proses suatu persidangan yang tidak dihadiri oleh pihak terdakwa dalam perkara acara pidana.
"Jadi gugatan saya ini merupakan ikhtiar, jika nanti sidang 'in absensia' bisa dilaksanakan kalau tidak bisa ditangkap," kata Boyamin.
Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di KPU RI.
Meski demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.