Makassar (ANTARA) - Pengurus Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sulawesi Selatan menyatakan para eksportir membutuhkan dukungan pemerintah dalam memacu kinerja ekspor.
"Para eksportir membutuhkan dukungan pemerintah untuk memacu kinerja ekspor agar mampu bangkir pascapandemi COIVID-19," kata Ketua GPEI Sulsel Arief R Pabettingi di Makassar, Senin.
Ia mengatakan salah satu yang dihadapi para eksportir adalah biaya logistik yang tinggi menjadi salah satu faktor utama yang membuat harga produk ekspor menjadi mahal.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengoptimalkan sistem transportasi dan regulasi guna memastikan bahwa biaya logistik dapat diminimalkan.
Dalam situasi seperti ini, lanjut dia, peran pemerintah sangat penting. Dengan adanya dukungan dari pemerintah, pelaku usaha akan lebih termotivasi untuk meningkatkan daya saing produk komoditi dalam pasar internasional.
Arief juga menyoroti pentingnya kerja sama antar pemerintah (government-to-government/G2G) untuk menyelesaikan permasalahan terkait regulasi ekspor, khususnya dalam hal standar kebersihan dan higienis produk.
Ia menyebut saat ini komoditas ekspor Sulsel masih didominasi nikel, rumput laut, perikanan, cengkeh, merica dan getah pinus.
Adapun negara tujuan didominasi China yang dapat mencapai 60 persen. Lalu disusul Jepang (15 persen dan Korea (7 persen).
"Alhamdulillan kondisi ekonomi Sulsel hingga triwulan I 2024 masih stabil, meskipun di tengah kondisi geopolitik yang memanas dan penguatan Dolar," kata Arief.
Meski demikian, bila dibandingkan data ekspor Sulsel periode yang sama tahun lalu, diakuinya ada pertumbuhan. Hanya saja, kinerja ekspor bakal sangat tergantung dengan kondisi geopolitik dan perekonomian global. Bisa meningkat, atau mendadak drop.
Arief menjabarkan sejumlah tantangan besar yang kini dihadapi pelaku usaha untuk menjaga, bahkan mengakselerasi kinerja ekspor Sulsel.
Pertama, permasalahan geopolitik yang kian memanas melibatkan sejumlah negara. Kondisi itu juga berpengaruh pada biaya beban logistik.
Kedua, penguatan Dolar yang berpengaruh pada kondisi perekonomian nasional.
"Apalagi hampir tiga tahun dalam era COVID-19, juga dihadapkan dengan konflik-konflik geopolitik yang mempengaruhi stabilitas ekspor. Sementara yang paling terdampak adalah sektor logistik yang berdampak pada kenaikan harga dan terganggunya arus barang," ujarnya.
"Para eksportir membutuhkan dukungan pemerintah untuk memacu kinerja ekspor agar mampu bangkir pascapandemi COIVID-19," kata Ketua GPEI Sulsel Arief R Pabettingi di Makassar, Senin.
Ia mengatakan salah satu yang dihadapi para eksportir adalah biaya logistik yang tinggi menjadi salah satu faktor utama yang membuat harga produk ekspor menjadi mahal.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengoptimalkan sistem transportasi dan regulasi guna memastikan bahwa biaya logistik dapat diminimalkan.
Dalam situasi seperti ini, lanjut dia, peran pemerintah sangat penting. Dengan adanya dukungan dari pemerintah, pelaku usaha akan lebih termotivasi untuk meningkatkan daya saing produk komoditi dalam pasar internasional.
Arief juga menyoroti pentingnya kerja sama antar pemerintah (government-to-government/G2G) untuk menyelesaikan permasalahan terkait regulasi ekspor, khususnya dalam hal standar kebersihan dan higienis produk.
Ia menyebut saat ini komoditas ekspor Sulsel masih didominasi nikel, rumput laut, perikanan, cengkeh, merica dan getah pinus.
Adapun negara tujuan didominasi China yang dapat mencapai 60 persen. Lalu disusul Jepang (15 persen dan Korea (7 persen).
"Alhamdulillan kondisi ekonomi Sulsel hingga triwulan I 2024 masih stabil, meskipun di tengah kondisi geopolitik yang memanas dan penguatan Dolar," kata Arief.
Meski demikian, bila dibandingkan data ekspor Sulsel periode yang sama tahun lalu, diakuinya ada pertumbuhan. Hanya saja, kinerja ekspor bakal sangat tergantung dengan kondisi geopolitik dan perekonomian global. Bisa meningkat, atau mendadak drop.
Arief menjabarkan sejumlah tantangan besar yang kini dihadapi pelaku usaha untuk menjaga, bahkan mengakselerasi kinerja ekspor Sulsel.
Pertama, permasalahan geopolitik yang kian memanas melibatkan sejumlah negara. Kondisi itu juga berpengaruh pada biaya beban logistik.
Kedua, penguatan Dolar yang berpengaruh pada kondisi perekonomian nasional.
"Apalagi hampir tiga tahun dalam era COVID-19, juga dihadapkan dengan konflik-konflik geopolitik yang mempengaruhi stabilitas ekspor. Sementara yang paling terdampak adalah sektor logistik yang berdampak pada kenaikan harga dan terganggunya arus barang," ujarnya.