Jakarta (ANTARA Sulsel) - Akankah golongan putih alias golput "berhasil" memenangkan Pemilu 2014 sebagaimana hasil Pemilu 2009 di DKI Jakarta, ibu kota negara tercinta ini?

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan jumlah pemilih yang memberikan suaranya pada Pemilu 2009 di DKI Jakarta (termasuk dari pemilih yang berada di luar negeri yang dimasukkan untuk DKI Jakarta) untuk DPR RI sebanyak 4.327.596 orang atau 50,9 persen dari jumlah pemilih tetap yang terdaftar sebanyak 8.502.619 orang. Pemilih yang tidak memberikan suaranya alias golput sebanyak 4,175,023 orang (49,1 persen).

Dari jumlah pemilih yang memberikan suaranya itu terdapat 235.645 orang (5,45 persen) yang suaranya tidak sah sedangkan selebihnya tersebar sebagai suara sah untuk 44 partai politik peserta Pemilu saat itu.

Dari suara sah itu, Partai Demokrat berada di peringkat pertama dengan perolehan suara sebanyak 1.419.981 suara, PKS berada di urutan kedua dengan meraih 696.706 suara, dan PDI Perjuangan di posisi ketiga setelah meraup 423.874 suara. Sedangkan perolehan suara terkecil diraih Partai Penegak Demokrasi Indonesia dengan 842 suara.

Dengan perolehan suara itu, Partai Demokrat mendapat delapan dari 21 kursi yang ditempatkan untuk anggota DPR RI terpilihnya dari tiga daerah pemilihan di DKI Jakarta, PKS meraih empat kursi DPR RI, PDI Perjuangan menduduki tiga kursi, Partai Golkar dan Gerindra masing-masing memperoleh jatah dua kursi, sedangkan PAN dan PPP masing-masing hanya berhasil menempati satu kursi.

Sementara dari rekapitulasi perolehan suara pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DKI Jakarta, terdapat 2.939.528 orang yang golput.

Dari 41 calon anggota DPD dari DKI Jakarta yang menjadi kontestan perorangan pada Pemilu 2009, empat orang yang berhasil merebut tiket ke Senayan yakni Dani Anwar dengan mengantongi suara terbanyak 451.804 suara, AM Fatwa dengan 368.759 suara, Djan Faridz (kini Menteri Perumahan Rakyat) sebanyak 259.357 suara, dan Pardi 253.668 suara.

Sebanyak 21 kursi DPR RI dari DKI Jakarta hasil Pemilu 2009 masing-masing terbagi untuk enam kursi di daerah pemilihan Jakarta I (Jakarta Timur, tujuh kursi daerah pemilihan Jakarta II (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Luar Negeri), dan delapan kursi untuk daerah pemilihan Jakarta III (Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu).

Anggota DPR RI periode 2009-2014 hasil Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jakarta I adalah Andi Anzhar Cakra Wijaya (PAN), Saifudin Donodjoyo (Gerindra), Adang Ruchiatna (PDI Perjuangan), Tri Yulianto dan Hayono Isman (Partai Demokrat), dan Ahmad Zainuddin (PKS). Dari enam nama itu, hanya nama Saifudin Donodjoyo yang tidak ada sebagai calon anggota DPR RI periode 2014-2019.

Anggota DPR RI periode 2009-2014 hasil Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jakarta II adalah Fayakhun Andriadi (Golkar), Okky Asokawati (PPP), Eriko Sotarduga (PDI Perjuangan), Melani Leimena Suharli, Nova Riyanti Yusuf, dan Nurcahyo Anggorojati (Partai Demokrat), dan Mohamad Sohibul Iman (PKS). Dari tujuh nama itu hanya nama Mohamad Sohibul Iman yang tidak ada sebagai calon anggota DPR RI periode 2014-2019.

Anggota DPR RI periode 2009-2014 hasil Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jakarta III adalah Ade Supriatna (Golkar), Dahlia (Gerindra), Efendi MS Simbolon (PDI Perjuangan), Marzuki Alie, Edi Sadeli, Vera Febyanthi (Partai Demokrat), Adang Dardjatun dan Wirianingsih (PKS). Dari delapan nama itu hanya nama Edi Sadeli yang tidak ada sebagai calon anggota DPR RI periode 2014-2019.

Sedangkan untuk Pemilu 2014 terdapat 72 orang dari daerah pemilihan Jakarta I, 83 orang dari daerah pemilihan Jakarta II, dan 94 orang dari daerah pemilihan Jakarta III, yang saling bersaing untuk merebut 21 kursi DPR RI.

Sejumlah figur publik yang mencoba peruntungan untuk pertama kalinya sebagai caleg DPR RI daerah DKI Jakarta untuk pemilu tahun ini adalah presenter Charles Bonar Sirait (Golkar), ekonom Didik J Rachbini (PAN), mantan atlet renang nasional Richard Sam Bera (PDI Perjuangan), penyanyi Tantowi Yahya (Golkar, saat ini anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sumsel), pengacara Farhat Abbas (Partai Demokrat),    

Untuk Pemilu 2014 terdapat 35 orang calon anggota DPD RI dari DKI Jakarta. AM Fatwa dan Pardi mencoba peruntungan untuk kedua kalinya dengan mencalonkan diri kembali sebagai anggota DPD untuk Pemilu tahun ini. Sedangkan Dani Anwar masuk PKS dan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI.

Besarnya jumlah pemilih yang tidak memberikan suaranya alias golput masih menjadi kekhawatiran pada Pemilu 2014.

Anggota Dewan Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri mengatakan golput tidak menyelesaikan masalah untuk perbaikan pemerintahan yang akan datang."Pilih pemimpin dan wakil rakyat yang baik sebab golput tidak menyelesaikan masalah," kata Salim yang juga Menteri Sosial.

Kemungkinan angka golput pada pemilu legislatif 9 April 2014 cukup tinggi karena masyarakat apatis dan tidak percaya terhadap partai politik. Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro memperkirakan angka golput bisa mencapai di atas 30 persen akibat lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik disebabkan tingginya kasus korupsi yang melibatkan oknum dan petinggi partai.

KPU bersama berbagai instansi pemerintah, partai politik, ormas, dan pemangku kepentingan lainnya telah menggelar berbagai sosialisasi untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi politiknya pada Pemilu 2014.

KPU DKI Jakarta telah menetapkan jumlah pemilih tetap di DKI Jakarta sebanyak 7.024.669 orang sedangkan pemilih di luar negeri (suaranya diperuntukkan bagi daerah pemilihan DKI Jakarta II) sebanyak 2.024.066 orang sehingga secara keseluruhan jumlah pemilih tetap untuk ibu kota negara sebanyak 9.048.735 orang pemilih.

                                                                                                         Efek Jokowi
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi yang telah ditetapkan oleh PDI Perjuangan sebagai calon presiden, berdasarkan hasil survei dari Cirus Surveyors Group, mampu menekan angka golongan putih.

"Setidaknya paling sedikit 5 persen," ujar Direktur Eksekutif Cirus Andrinof Chaniago.

Andrinof berpendapat, efek Jokowi tersebut memang sangat signifikan terhadap tingkat partisipasi pemilih. Karena itu, dia memperkirakan tingkat partisipasi pada pemilihan anggota legislatif pada 9 April mendatang sekitar 70-75 persen dari total pemilih yang telah ditetapkan KPU sebanyak 185,8 juta orang.

Pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman Ahmad Sabiq memperkirakan pencapresan Jokowi dapat mengurangi angka golput. Golput memang ada berbagai macam alasannya. Kalau memang alasannya karena keinginan adanya sosok pemimpin yang membawa perubahan, kemudian muncul sosok-sosok itu yang dianggap para pemilih akan membawa perubahan, pasti mengurangi golput.

Menurut dia, masyarakat terpanggil untuk menggunakan hak pilihnya ketika ada calon yang mereka inginkan, yakni calon yang dinilai bisa membawa perubahan dan perbaikan. Jokowi merupakan salah satu sosok pemimpin yang diharapkan sebagian masyarakat.

Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaidi juga menilai pencapresan Jokowi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2014 dan menurunkan angka golput.

"Jokowi punya tingkat elektabilitas yang cukup tinggi," kata Veri.

Tidak hanya efek Jokowi yang diperkirakan mampu menekan golput, kualitas materi dan penyamapaian kampanye yang optimal dari para juru kampanye dan calon anggota legislatif dalam menarik perhatian publik juga akan menekan angka golput. Menekan angka golput tak hanya tugas KPU  saja tetapi juga ditentukan oleh kualitas materi dan penyampaian kampanye oleh partai politik selama kampanye, dan tentu saja kesadaran masyarakat untuk menggunakan haknya dalam menyukseskan pemilu.

Peran media juga strategis dalam meningkatkan paritipasi rakyat dalam Pemilu. Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Freddy Tulung mengatakan media hendaknya mengajak masyarakat untuk tidak golput pada Pemilu 2014. Media mempunyai peran strategis dalam mempengaruhi publik. Penelitian menyebutkan 37 persen masyarakat mengikuti media.

"Media yang paling berpengaruh adalah televisi," kata Freddy Tulung.

Jangan sampai dalam pemilu, golput yang "menang".    


Pewarta : Budi Setiawanto
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024