Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, memanggil Gubernur Jambi Periode 2016-2021 Zumi Zola Zulkifli untuk diperiksa sebagai saksi pengembangan perkara suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun anggaran 2017-2018.
"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Gubernur Jambi Periode 2016-2021 Zumi Zola Zulkifli," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Sejumlah mantan anggota DPRD Provinsi Jambi juga hari ini turut diperiksa penyidik KPK bertempat di Polda Jambi yakni Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 sekaligus Badan Anggaran DPRD Provinsi Jambi Tajudin Hasan, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 Abdulrahman Ismail Syahbandar, dan dua anggota DPRD Jambi 2014-2019 Effendi Hatta, Gusrizal, dan Arrakhmat Eka Putra.
Masih di lokasi yang sama, tim penyidik KPK juga memeriksa Sekretaris Dewan pada DPRD Provinsi Jambi Emi Nopisah, pegawai negeri sipil bernama Hefni dan pihak swasta bernama Ari Anton.
Tidak hanya itu, tim penyidik KPK hari juga memeriksa dua mantan anggota DPRP Jambi yang berstatus terpidana terkait perkara tersebut dan tengah menjalani pidana penjara di Lapas Perempuan Kelas IIB Muaro Jambi. Dua anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 itu yakni Nurhayati dan Mely Hairiya.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menerangkan dalam perkara tersebut KPK telah menetapkan 52 orang tersangka dengan perannya masing-masing. Penyidik lembaga antirasuah kemudian secara bertahap melakukan penahanan terhadap para tersangka.
Asep menjelaskan perkara dugaan suap yang menjerat para tersangka itu terjadi menjelang pengesahan RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017-2018. Dalam RAPBD itu tercantum berbagai proyek pekerjaan infrastruktur dengan nilai proyek mencapai miliaran rupiah yang sebelumnya disusun Pemprov Jambi.
Untuk mendapatkan persetujuan pengesahan RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017-2018 tersebut, para tersangka yang menjabat anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 diduga meminta sejumlah uang dengan istilah "ketok palu" kepada Zumi Zola yang saat itu menjabat Gubernur Jambi.
Dengan permintaan tersebut, Zumi Zola melalui orang kepercayaannya, Paut Syakarin, yang berprofesi sebagai pengusaha menyiapkan dana sekitar Rp2,3 miliar.
Pembagian uang "ketok palu" itu disesuaikan dengan posisi para tersangka di DPRD yang besarannya dimulai Rp100 juta sampai Rp400 juta per anggota DPRD.
Terkait teknis pemberian, KPK menduga Paut Syakarin menyerahkan uang sebesar Rp1,9 miliar kepada beberapa anggota DPRD Provinsi Jambi lainnya.
Dengan pemberian uang tersebut, selanjutnya RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017-2018 disahkan.
Kemudian untuk mengganti uang yang telah dikeluarkan Paut Syakarin, Zumi Zola kemudian memberikan beberapa proyek pekerjaan di Dinas PU Pemprov Jambi kepada Paut Syakarin.
Atas perbuatannya tersangka kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Gubernur Jambi Periode 2016-2021 Zumi Zola Zulkifli," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Sejumlah mantan anggota DPRD Provinsi Jambi juga hari ini turut diperiksa penyidik KPK bertempat di Polda Jambi yakni Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 sekaligus Badan Anggaran DPRD Provinsi Jambi Tajudin Hasan, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 Abdulrahman Ismail Syahbandar, dan dua anggota DPRD Jambi 2014-2019 Effendi Hatta, Gusrizal, dan Arrakhmat Eka Putra.
Masih di lokasi yang sama, tim penyidik KPK juga memeriksa Sekretaris Dewan pada DPRD Provinsi Jambi Emi Nopisah, pegawai negeri sipil bernama Hefni dan pihak swasta bernama Ari Anton.
Tidak hanya itu, tim penyidik KPK hari juga memeriksa dua mantan anggota DPRP Jambi yang berstatus terpidana terkait perkara tersebut dan tengah menjalani pidana penjara di Lapas Perempuan Kelas IIB Muaro Jambi. Dua anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 itu yakni Nurhayati dan Mely Hairiya.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menerangkan dalam perkara tersebut KPK telah menetapkan 52 orang tersangka dengan perannya masing-masing. Penyidik lembaga antirasuah kemudian secara bertahap melakukan penahanan terhadap para tersangka.
Asep menjelaskan perkara dugaan suap yang menjerat para tersangka itu terjadi menjelang pengesahan RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017-2018. Dalam RAPBD itu tercantum berbagai proyek pekerjaan infrastruktur dengan nilai proyek mencapai miliaran rupiah yang sebelumnya disusun Pemprov Jambi.
Untuk mendapatkan persetujuan pengesahan RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017-2018 tersebut, para tersangka yang menjabat anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 diduga meminta sejumlah uang dengan istilah "ketok palu" kepada Zumi Zola yang saat itu menjabat Gubernur Jambi.
Dengan permintaan tersebut, Zumi Zola melalui orang kepercayaannya, Paut Syakarin, yang berprofesi sebagai pengusaha menyiapkan dana sekitar Rp2,3 miliar.
Pembagian uang "ketok palu" itu disesuaikan dengan posisi para tersangka di DPRD yang besarannya dimulai Rp100 juta sampai Rp400 juta per anggota DPRD.
Terkait teknis pemberian, KPK menduga Paut Syakarin menyerahkan uang sebesar Rp1,9 miliar kepada beberapa anggota DPRD Provinsi Jambi lainnya.
Dengan pemberian uang tersebut, selanjutnya RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017-2018 disahkan.
Kemudian untuk mengganti uang yang telah dikeluarkan Paut Syakarin, Zumi Zola kemudian memberikan beberapa proyek pekerjaan di Dinas PU Pemprov Jambi kepada Paut Syakarin.
Atas perbuatannya tersangka kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.