Mamuju (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat berupaya mewujudkan ekonomi inklusif yang telah diawali dengan rapat koordinasi Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
"Rapat koordinasi ini bertujuan mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan antar-kelompok dan wilayah," kata Penjabat Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin, di Mamuju, Jumat.
Ekonomi inklusif merupakan suatu strategi untuk meningkatkan kinerja perekonomian dengan perluasan kesempatan dan kemakmuran ekonomi, serta memberi akses yang luas pada seluruh lapisan masyarakat.
Bahtiar mengatakan pembentukan suatu daerah otonom dimaksudkan agar dapat mandiri dari sisi keuangan.
Namun, Provinsi Sulbar yang sudah menjadi daerah otonom selama 20 tahun, namun 77 persen APBD-nya masih bergantung pada transfer dari pusat.
"Sehingga perlu merenungkan bahwa apa yang diperjuangkan 20 tahun lalu masih sangat jauh dengan kondisi saat ini," katanya.
Bahtiar berharap, melalui rapat koordinasi yang melibatkan TPAKD, OJK, LPS dan pihak terkait lainnya, dapat mendukung melalui otoritas dan jejaring untuk membantu percepatan pembangunan di Sulbar.
"Bagaimana mungkin mendorong ekonomi inklusif dengan jumlah APBD di Sulbar tidak cukup Rp15 triliun. Sehingga, jalan satu-satunya harus mendapatkan dukungan KUR," ucap Bahtiar.
Ia menyebut saat ini kuota KUR Sulbar sebesar Rp3 triliun dan sudah terserap Rp900 miliar.
"Artinya, tersisa lebih Rp2 triliun yang dapat dimanfaatkan. Peluang inilah yang akan dijalankan untuk mengembangkan sektor pertanian, peternakan dan perikanan di Sulbar, salah satunya itu bisa kita kembangkan pisang cavendish," kata Bahtiar.
Ia pun berjanji akan mengajukan penambahan kuota KUR Rp4 triliun di Sulbar.
"Dana KUR dapat diakses masyarakat melalui beberapa perbankan, yakni BSI, BRI, BNI, Bank Mandiri serta Bank Sulselbar," ujarnya.
"Rapat koordinasi ini bertujuan mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan antar-kelompok dan wilayah," kata Penjabat Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin, di Mamuju, Jumat.
Ekonomi inklusif merupakan suatu strategi untuk meningkatkan kinerja perekonomian dengan perluasan kesempatan dan kemakmuran ekonomi, serta memberi akses yang luas pada seluruh lapisan masyarakat.
Bahtiar mengatakan pembentukan suatu daerah otonom dimaksudkan agar dapat mandiri dari sisi keuangan.
Namun, Provinsi Sulbar yang sudah menjadi daerah otonom selama 20 tahun, namun 77 persen APBD-nya masih bergantung pada transfer dari pusat.
"Sehingga perlu merenungkan bahwa apa yang diperjuangkan 20 tahun lalu masih sangat jauh dengan kondisi saat ini," katanya.
Bahtiar berharap, melalui rapat koordinasi yang melibatkan TPAKD, OJK, LPS dan pihak terkait lainnya, dapat mendukung melalui otoritas dan jejaring untuk membantu percepatan pembangunan di Sulbar.
"Bagaimana mungkin mendorong ekonomi inklusif dengan jumlah APBD di Sulbar tidak cukup Rp15 triliun. Sehingga, jalan satu-satunya harus mendapatkan dukungan KUR," ucap Bahtiar.
Ia menyebut saat ini kuota KUR Sulbar sebesar Rp3 triliun dan sudah terserap Rp900 miliar.
"Artinya, tersisa lebih Rp2 triliun yang dapat dimanfaatkan. Peluang inilah yang akan dijalankan untuk mengembangkan sektor pertanian, peternakan dan perikanan di Sulbar, salah satunya itu bisa kita kembangkan pisang cavendish," kata Bahtiar.
Ia pun berjanji akan mengajukan penambahan kuota KUR Rp4 triliun di Sulbar.
"Dana KUR dapat diakses masyarakat melalui beberapa perbankan, yakni BSI, BRI, BNI, Bank Mandiri serta Bank Sulselbar," ujarnya.