Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan didesak untuk segera menuntaskan perkara dugaan korupsi proyek sarana dan prasarana di dua kabupaten yakni Jeneponto dan Bantaeng, Sulawesi Selatan.

"Kejati harus segera turun tangan menangani ini karena kalau tidak, dikhawatirkan kasus di dua kabupaten ini tidak akan terungkap," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia (PBHI) Sulsel, Wahidin Kamase di Makassar, Minggu.

Ia mengatakan, dugaan korupsi pada proyek sarpras yang telah dilaporkan ke Kejati Sulsel harus segera ditindaklanjuti karena dalam proyek itu menyangkut kepentingan orang banyak.

Dia mengaku, jika kejaksaan tidak turun tangan dan tidak segera menindaklanjuti laporannya maka pihak-pihak yang terlibat didalam proyek tersebut justru bisa menghilangkan jejak.

"Publik juga menunggu perkembangan hasil penyelidikan akan kasus yang diduga merugikan negara puluhan miliar ini. Jadi sebaiknya kejati segera memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut," ujarnya.

Dia menjelaskan, dugaan korupsi pada proyek sarpras tersebut sudah hampir sebulan sejak dilaporkannya ke kejati, namun hingga saat ini tidak ada perkembangan berarti, bahkan belum ada satupun pihak terkait yang dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan.

"Kalau tidak salah, laporannya sudah hampir sebulan, tetapi belum ada tindak lanjut dari laporan itu. Harusnya kejati sudah harus menindaklanjuti laporan tersebut," ucapnya.

Khusus di Kabupaten Jeneponto proyeknya bernilai Rp9,5 miliar yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2013 dan digunakan untuk rehabilitasi ruang kelas dan pembangunan ruang kelas belajar.

Bukan cuma itu, masih ada pembangunan Laboratorium IPA dan laboratorium bahasa serta pembangunan perpustakaan pada beberapa sekolah di kabupaten Jeneponto masing-masing 27 sekolah dasar (SD) dan 35 Sekolah menengah pertama (SMP).

Dalam proyek diduga terjadi penyelewengan anggaran yang dilakukan sistematis yang melibatkan pejabat di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Jeneponto.

Ada beberapa modus yang dilakukan yakni melakukan pemotongan dana secara bervariatif pada pencairan tahap awal dimana terjadi pemotongan 10 persen dari jumlah dana yang diterima setiap sekolah penerima.

Selain itu, sejumlah kepala sekolah juga diwajibkan melakukan penyetoran senilai Rp2 juta jika ingin masuk dalam daftar sebagai sekolah penerima bantuan.

"Artinya kepala sekolah terlebih dahulu menyetor dana, untuk dimasukkan dalam daftar penerima bantuan jadi semuanya tergantung setoran. Tidak hanya itu, juga terjadi kembali pemotongan senilai Rp1 juta setelah adanya pencairan yang diterima oleh tiap-tiap sekolah penerima bantuan," ujarnya.

Sementara pada proyek sarpras pada Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga Kabupaten Bantaeng menggunakan anggaran senilai Rp6 miliar dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2013 yang diperuntukkan untuk rehabilitasi ruang kelas, pembangunan ruang kelas, pembangunan perpustakaan.

Tetapi kenyataannya pada pelaksanaan fisik bangunan diduga tidak sesuai dengan spesifikasi perencanaan teknis sehingga diduga terjadi kerugian negara.

Selain itu, pada pelaksanaan juga diduga tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 12 tahun 2013 serta pelaksaan tender proyek juga kuat indikasi tidak sesuai prosedural. FC Kuen

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024