Palu (ANTARA Sulsel) - Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola menargetkan pada akhir masa kepemimpinanya tahun 2016, nilai tukar petani (NTP) di daerah ini sudah stabil pada angka di atas 100 untuk semua subsektor yang diukur.

"Saat ini, belum semua subsektor yang NTP-nya berada di atas 100. Yang sudah 100 pun masih labil sehingga sering turun di bawah 100," kata Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Longki Djanggola menjawab Antara di Kota Palu, Rabu.

Badan Pusat Statistik merilis NTP Provinsi Sulawesi Tengah pada Maret 2014 sebesar 103,30 persen, naik 1,12 persen dibandingkan bulan sebelumnya,yang didukung naiknya NTP pada subsektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan rakyat.

NTP tertinggi terjadi pada subsektor peternakan yakni mencapai 108,01 persen dan terendah subsektor tanaman pangan 96,56 persen.

Menurut gubernur, pencapaian NTP di ats 100 untuk semua subsektor ini merupakan salah satu tantangan pemerintahannya menjelang akhir masa jabatan periode 2011-2016 yang menetapkan visi untuk mensejajarkan Sulteng dengan daerah maju di Indonesia melalui sektor agro dan kelautan.

"Karena itu, saya menekankan betul kepada semua kepala dinas yang menangani sektor agro dan kelautan yakni Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan serta Kelautan dan Perikanan agar tidak main-main dalam upaya meningkatkan NTP ini," ujarnya.

NTP Sulteng, katanya, secara rata-rata sudah berada di atas seratus, namun masih fluktuatif karena ada subsektor yang masih di bawah 100 dan ada pula yang sudah pernah mencapai 100 namun turun lagi di bawah 100.

"NTP sekitar 100 ini bukan berarti nelayan atau petani kita miskin banget, tetapi suatu indikator bahwa nelayan dan petani/peternak kita belum mencapai taraf sejahtera yang diharapkan," ujarnya.

Setelah dilakukan kajian secara lebih teliti, kata Longki, ternyata kendala utama meningkatkan NTP adalah kondisi infrastruktur yang masih sangat lemah, terutama jalan raya yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten dan provinsi.

Infrastruktur yang kondisinya masih memprihatinkan ini, katanya, mengakibatkan ekonomi biaya tinggi sehingga ongkos produksi menjadi mahal. Ini pekerjaan rumah utama dan penting bagi pemerintah kabupaten/kota dan provinsi dalam dua tahun ke depan, kata Longki yang menjadi Gubernur Sulteng sejak Juni 2011 itu.

Hal-hal lain yang juga menjadi hambatan adalah ketersediaan sarana produksi seperti pupuk dan bibit unggul yang sering dikeluhkan petani terlambat datang dan tidak tepat jumlah dan kualitas.

"Demikian juga di kalangan nelayan, alat tangkap mereka masih sangat terbatas sehingga mereka tidak bisa mencari ikan di laut lepas yang memiliki cadangan ikan yang lebih banyak dan kualitas tinggi," ujarnya.

Karena itu, Pemprov Sulteng dalam dua tahun anggaran ke depan akan semakin menggenjot percepatan pembangunan di sektor agro dan kelautan-perikanan dengan menglaokasikan dana yang semakin signifikan untuk sektor-sektor ini.

"Alokasi anggaran untuk sektor agro dan kelautan-perikanan ini sangat signifikan setelah bidng infrastruktur seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan," ujarnya.

Selain anggaran, katanya, Pemprov Sulteng juga memprioritas peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama para pelaku usaha dn kegiatan di tingkat bawah seperti petani, peternak dan nelayan sampai ke tingkat staf dalam memberikan pelayanan serta pimpinan dalam megambil keputusan dan kebijakan.

Ketika ditanya mengenai kinerja pejabat dan staf di sektor agro dan kelautan-perikanan, Gubernur Longki mengaku sudah cukup baik namun harus lebih ditingkatkan lagi karena tuntutan masyarakat semakin tinggi dan membutuhkan peningkatan daya saing menghadapi persaingan di tingkat regional dan global yang semakin ketat. T. Susilo


Pewarta : Rolex Malaha
Editor :
Copyright © ANTARA 2024