Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan data pemilih secara terbuka serta bisa diakses dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh petugas pemutakhiran data pemilih (Pantarlih) pada Pilkada serentak 27 November 2024.

"Setahu saya, akses di sistem informasi data kita belum dapat (tertutup)," ungkap Tenaga Ahli Divisi Sumber Daya Manusia Organisasi (SDMO) dan Diklat Bawaslu RI Muhammad Hanif Alusi di sela diskusi Cafe Demokrasi di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu.

Ia menjelaskan, ada beberapa kasus yang terjadi dan berbeda-beda antara kabupaten kota satu dengan yang lainnya. Namun pada dasarnya data pemilih dalam proses coklit belum dibuka sepenuhnya oleh KPU di daerah, padahal ini penting sebagai bahan pencocokan data oleh Bawaslu.

"Ada beberapa Case (kasus) berbeda antara kabupaten kota A dan B. Ada akses bisa didapatkan di sistem informasinya, dan ada yang KPU-nya masih belum memberikan akses kepada Bawaslu," tutur Hanif.

Dengan adanya kasus tersebut, pihaknya sering kali menyurati KPU RI maupun jajaran Bawaslu di daerah menyurati KPUD yang tidak mau membuka data pemilih agar diketahui. Sebab, data-data itu penting sebagai bahan pencocokan di tahapan pemutakhiran data untuk diawasi.

"Kita di Bawaslu menyurati ke KPU tidak hanya sistem informasi terkait data pemilih, tapi sistem informasi yang dipakai oleh KPU sendiri. Semua sistem yang ada di KPU kita minta aksesnya, seperti Silon, Sirekap, Sidalih, Siakba, kita surati untuk meminta dibuka," papar dia.

Hal tersebut berkaca pada pengalaman Pemilhan Umum (Pemilu) Legislatif maupun Presiden pada 14 Februari 2024, dimana data-data pemilih maupun sistem yang dimiliki KPU tidak bisa diakses oleh Bawaslu, sehingga Bawaslu melaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP.

"Kemarin itu terkait masalah Silon, kita pernah men-DKPP-kan KPU RI dan tindak lanjut DKPP ada. Hanya saja bukan pelanggaran etik. Menurut DKPP, KPU harus bisa memberikan akses kepada Bawaslu," katanya lagi.

Tetapi, alasan KPU sering kali berkelik bahwa itu ranah privasi. Artinya, data pribadi tidak bisa sembarangan diakses oleh orang. Bisa jadi KPU, kata dia, membuka hanya kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena aksesnya untuk data pemilih.

"Jadi, kepada Bawaslu dan pengawasnya mungkin hanya berupa informasi pendataan saja. Harapannya pada proses pemilihan ini aksesnya dibuka agar diakses Bawaslu sebagai bentuk pengawasan," ujarnya menekankan.

Sebelumnya, Kemendagri telah menyerahkan daftar penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4) sebanyak 207.110.768 jiwa kepada KPU RI untuk dimutakhirkan ditingkat KPU provinsi dan kabupaten kota oleh Pantarlih agar dijadikan daftar pemilih tetap (DPT) pada Pilkada serentak 2024 di 37 provinsi dan 508 kabupaten kota se Indonesia.

Ketua Bawaslu Kota Makassar Dede Arwinsyah mengaku belum mendapatkan akses data pemilih untuk Pilkada wali kota dan wakil wali kota Makassar yang saat ini dalam proses coklit.

Sementara itu, Ketua KPU Makassar Yasir Arafat menambahkan, saat ini proses coklit sudah berlangsung dan berakhir pada 24 Juli 2024. Data DP4 untuk Kota sebanyak 1.045.684 jiwa dan saat ini sudah coklit sebanyak 58.320 ribu jiwa.

 

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024