Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011–2014.
Selain Dahlan Iskan, KPK juga menjadwalkan pemanggilan untuk saksi lain bernama Yudha Pandu Dewanata. Keduanya bakal dimintai keterangan terkait kasus yang menyeret mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan itu.
“Hari ini, Rabu (3/7), pemeriksaan saksi dugaan TPK terkait pengadaan LNG di PT Pertamina tahun 2011–2014,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Pemanggilan ini bukan kali pertama bagi Dahlan Iskan. Sebelumnya, Kamis, 14 September 2023, ia telah memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa dalam kasus yang sama.
Usai diperiksa, ketika itu Dahlan Iskan mengaku tak banyak tahu soal korupsi pengadaan gas alam cair tersebut. "Tidak [tahu]. Saya 'kan bukan komisaris, bukan direksi. Itu teknis sekali di perusahaan," kata Dahlan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Dahlan pun mengakui bahwa ia diperiksa oleh penyidik KPK perihal Karen Agustiawan yang saat itu masih berstatus terdakwa. "[Pemeriksaan] terkait Bu Karen," ujar Dahlan.
Sementara itu, Karen Agustiawan sendiri telah divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan LNG di Pertamina.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Karen terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Karen juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Dalam perkara itu, Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar AS atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.
Dia didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL l senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Selain Dahlan Iskan, KPK juga menjadwalkan pemanggilan untuk saksi lain bernama Yudha Pandu Dewanata. Keduanya bakal dimintai keterangan terkait kasus yang menyeret mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan itu.
“Hari ini, Rabu (3/7), pemeriksaan saksi dugaan TPK terkait pengadaan LNG di PT Pertamina tahun 2011–2014,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Pemanggilan ini bukan kali pertama bagi Dahlan Iskan. Sebelumnya, Kamis, 14 September 2023, ia telah memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa dalam kasus yang sama.
Usai diperiksa, ketika itu Dahlan Iskan mengaku tak banyak tahu soal korupsi pengadaan gas alam cair tersebut. "Tidak [tahu]. Saya 'kan bukan komisaris, bukan direksi. Itu teknis sekali di perusahaan," kata Dahlan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Dahlan pun mengakui bahwa ia diperiksa oleh penyidik KPK perihal Karen Agustiawan yang saat itu masih berstatus terdakwa. "[Pemeriksaan] terkait Bu Karen," ujar Dahlan.
Sementara itu, Karen Agustiawan sendiri telah divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan LNG di Pertamina.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Karen terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Karen juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Dalam perkara itu, Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar AS atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.
Dia didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL l senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.