Makassar (ANTARA Sulsel) - Ahmadi Akil yang menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi penyelesaian hak atas tanah Gedung Olahraga Sudiang Makassar senilai Rp3,2 miliar menyebut nota dinas Ketua Tim Teknis Jufri Rahman menjadi alasan pelunasan tanah tersebut.

"Surat keterangan yang dibuat oleh terdakwa Amri Indar, maka dibuatlah nota dinas tanggal 2 Mei 2007 oleh terdakwa yakni Alimuddin Wellang dan jabatannya dalam tim teknis selaku sekretaris dan yang memerintahkan ketua tim teknis Jufri Rahman," ujarnya di Pengadilan Tipikor Makassar, Selasa.

Ahmadi Akil yang pada saat itu juga bertugas sebagai sekretaris tim pengelola tidak berwenang melakukan verifikasi berkas dari lima orang pemohon yang mengklaim jika di atas lahan GOR Sudiang Makassar adalah milik mereka.

Tim pengelola kata dia, hanya sekedar melihat berkas para pemohon dan selanjutnya diverifikasi oleh tim teknis untuk proses selanjutnya sebelum dibayarkan.

Dalam kesaksiannya, Ahmadi Akil mengatakan, pada rapat pertama, kelima pemilik lahan hanya berdasarkan dengan foto copy dokumen berupa rincik, sertifikat hak milik dan akta jual beli.

"Pada saat itu, pembayaran tidak jadi karena masih berdasar foto copy," ujarnya.

Selanjutnya, pada saat rapat kedua, tim teknis yang diketuai Jufri Rahman, baru menyetujui pembayaran ganti rugi pada saat pemilik memperlihatkan dokumen asli.

"Namun dana itu belum diberikan kepada pemilik. Hal tersebut merupakan persyaratan pada pencairan dana itu dan sudah dibahas oleh tim teknis," tambahnya.

Pada rapat yang ketiga kalinya, tim teknis kembali melakukan rapat maka muncul keputusan dan hasil, berapa jumlah ganti rugi yang akan diberikan kepada pemilik lahan itu permeternya. Berita acara diserahkan kepada pengelola dan Kepala Biro.

"Pada saat saya terima surat rekomendasi saya laporkan kepada Kepala Biro Perlengkapan, Alimuddin Wellang. Rekomendasi itu dari tim teknis, kemudian ke tim pengelola dan dilanjutkan ke nota dinas dari Kepala Biro Perlengkapan yang ditujukan kepada Sekertaris Daerah (Sekda), Andi Muallim selaku pengguna anggaran," katanya.

Jaksa penuntut umum (JPU) Greafik menjelaskan, Amri Indar dan Alimuddin Wellang didakwa pasal primair dimana terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara sebesar Rp3,1 miliar.

"Bahwa setelah dilakukan proses verifikasi oleh tim teknis dan tim pengelola terhadap permohonan 25 warga yang mengaku memiliki hak atas tanah lokasi GOR Sudiang Makassar hanya lima warga yang dinyatakan lolos verifikasi untuk diusulkan sebagai penerima pembayaran atas ganti rugi lahan," katanya.

Adapun pengusulan tersebut, lanjut dia, diisyaratkan agar Lurah Sudiang raya yakni terdakwa Amri Indar membuat surat keterangan sebagai tambahan kelengkapan yang berfungsi untuk penegasan kalau tanah yang dimohonkan oleh kelima warga yang dinyatakan lolos verifikasi benar telah menguasai lahan.

Selanjutnya, surat keterangan yang dibuat oleh terdakwa Amri Indar, maka dibuatlah nota dinas tanggal 2 mei 2007 oleh Mantan Kepala Biro Perlengkapan Pemprov Sulsel yang juga terdakwa dalam kasus ini yakni Alimuddin Wellang.

"Atas perbuatan kedua terdakwa baik Amri Indar dan Alimuddin Wellang diancam pidana Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat 1 huruf b undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara," jelasnya.

Sebelumnya, pada pelepasan tanah GOR Sudiang tahun 2007 lalu senilai Rp3,2 miliar ditemukan penyimpangan berdasarkan fakta tanah tersebut sudah pernah dibebaskan tahun 1994 lalu kemudian dibayarkan kembali pada tahun 2007.

Pembayaran ganti rugi tanah GOR Sudiang tahun 2007 kepada lima orang warga diketahui menyimpang berdasarkan putusan Mahkamah Agung terhadap MN salah seorang penerima ganti rugi. Putusan tersebut menyatakan akta jual beli tanah sebagai dasar MN menerima ganti rugi senilai Rp1,6 miliar ternyata palsu.

Setelah ditelusuri pada tahun 1994 tanah GOR Sudiang sudah dibebaskan seluas 74 hektar termasuk yang dianggarkan melalui Biro Perlengkapan Provinsi Sulawesi Selatan.

Diketahui dalam perkara pembebasan lahan GOR Sudiang tahun 2007 ini diduga kuat adanya pelanggaran berupa salah bayar dan indikasi pemalsuan surat-surat untuk penerima ganti rugi senilai Rp3,2 miliar.

Pemberian ganti rugi tanah kepada warga diketahui menyimpang salah satunya dengan pembayaran kepada Dg Mangga yang menggunakan akte Jual Beli Palsu. Tanah tersebut juga sudah pernah dibebaskan dan dalam penguasaan Pemerinta Provinsi Sulsel. FC Kuen

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2025