Makassar (ANTARA Sulsel) - Terdakwa kasus korupsi pembebasan lahan pembangunan gedung Celebes Convention Centre (CCC) Makassar Agus AS, mengaku telah mendapat tekanan dari Wakil dan Sekrearis Tim Sembilan.

"Saya ditekan pak dan disuruh untuk ikut saja sama panitia pembebasan lahan. Saya sudah berikan masukan supaya pembebasan lahan ini tidak bermasalah, tapi tekanan yang kuat dari atas sehingga saya disuruh tanda tangan saja," jelasnya dihadap Majelis Hakim PN Tipikor Makassar, Rabu.

Agus yang menjadi saksi untuk terdakwa lainnya yakni Sangkala Ruslan mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulsel itu mengakui telah menandatangani berita acara pembebasan lahan karena tekanan itu.

Dia mengungkapkan, dirinya yang saat itu menjabat sebagai Camat Mariso masuk juga dalam anggota kepanitian pembebasan lahan atau Tim Sembilan itu karena mengetahui batas-batas lahan dan pemiliknya.

Dalam Tim Sembilan di ketuai oleh Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dengan Wakilnya Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar Ichsan Saleh serta Sekretaris Asisten I Pemkot Makassar Tajuddin Noer.

"Saya masuk dalam anggota tim sembilan karena saat itu saya menjabat selaku Camat Mariso. Saya dimasukkan dalam tim karena dianggap mengetahui lahan dan pemilik atau penggarap tanah. Tetapi, beberapa saran saya tidak diterima oleh wakil dan sekretaris yang lebih banyak mendominasi pengurusan," katanya.

Disebutkannya, salah satu usulannya pada panitia tim sembilan yakni melakukan "Konsinyasi" atau penitipan sementara uang pembebasan lahan ganti rugi atau santunan kepada para penggarap kepada Pengadilan Negeri (PN) senilai Rp3,4 miliar.

Istilah penggarap digunakan karena lahan yang digunakan itu merupakan tanah negara karena sebelumnya merupakan laut dimana ketika air surut maka yang terlihat adalah daratan yang digunakan masyarakat untuk mencari kerang.

Karena mengetahui jika lahan di Jalan Metro Tanjung Bunga itu akan digunakan untuk membangun gedung CCC, maka sejumlah nelayan pencari kerang kemudian mengklaim lokasi itu sebagai tanah garapannya yang selanjutnya bermasalah.

"Pemprov sudah menetapkan jika di Jalan Metro Tanjung Bunga itu akan dibangun gedung CCC dimana Pemprov Sulsel sudah menyiapkan uangnya Rp3,4 miliar. Disisi lain, banyak masyarakat yang mencari kerang disitu mengklaim jika di lokasi itu merupakan tanah garapannya, padahal menurut BPN dan data di Kelurahan serta Kecamatan itu adalah tanah negara," bebernya.

Tawar menawar harga yang terjadi antara pemerintah dengan penggarap dimana seharusnya hanya pemberian santunan kepada penggarap berubah jadi ganti rugi lahan, sehingga kejaksaan menilai jika dalam pembebasan lahan itu negara telah dirugikan karena membeli tanah negara.

"Pada saat itu saya membawa kepentingan masyarakat dan berusaha mencari jalan tengahnya agar tidak ada yang dirugikan, salah satunya yakni usulan `Konsinyasi` tetapi karena adanya tekanan dari Wakil sama Sekretaris serta pemegang uang di Pemprov Sidiq Salam untuk tidak usah mencampuri lebih jauh akhirnya diturutinya," terangnya.

Menurut Kadispora Makassar itu, setelah mengetahui ada tawar menawar yang terjadi antara pemerintah dan penggarap, dirinya sudah memprediksi jika dikemudian hari pembebasan lahan itu akan bermasalah dengan hukum dan dirinya yang memberi usulan kemudian dijadikan korban.

Sebelumnya, dalam kasus itu mendudukkan dua orang terdakwa yakni mantan Camat Mariso Agus AS yang dituduh menguntungkan pihak lain pada pelepasan tanah CCC. Ia menjadi fasilitator pemberian santunan kepada kelompok nelayan sebesar Rp750 juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Dalam surat tersebut tercantum penunjukan lokasi lahan yang berada di jalan Metro Tanjung Bunga Makassar dengan luas enam hektare (ha). Namun saat surat tersebut diberikan ke walikota, saksi mengatakan panitia sembilan yang diketuai wali kota punya kewenangan untuk melakukan verifikasi atas surat tersebut karena surat itu tidak mempunyai hukum mengikat.

Sedangkan untuk terdakwa Sangkala Ruslan perannya sebagai Ketua Tim Koordinasi yang dibentuk 3 Maret 2005. Dalam perannya, Sangkala diduga menunjuk Hamid serta menentukan lokasi lahan CCC. Dalam penentuan lokasi inilah diduga Agus turut terlibat.

Terdakwa Agus yang saat itu menjabat sebagai Camat Mariso diduga turut menerima aliran dana dari Hamid Rahim Sese sebesar Rp750 juta. Hamid merupakan terpidana sebelumnya dalam kasus ini.

Penetapan Agus sebagai terdakwa, tidak lepas dari keterangan Hamid Rahim Sese. Dari keterangan Hamid telah diperoleh data kalau terpidana kasus CCC yang divonis empat tahun penjara ini hanya mendapat Rp900 juta dari Rp3,4 miliar total dana santunan yang dialokasikan Pemerintah Provinsi Sulsel.

Dari keterangan Hamid Rahim juga diketahui ada Rp750 juta diserahkan kepada pejabat untuk dibagikan kepada petani penggarap pantai atau petani kerang. Keterangan Hamid menjadi petunjuk penyidik untuk membuka kasus ini kembali. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024