Makassar (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulawesi Selatan (Sulsel) melansir konsumsi minuman teh kemasan yang berpemanis didominasi oleh anak-anak di bawah umur 17 tahun di Kota Makassar.
"Ini berdasarkan hasil survei konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) YLKI tahun lalu di 10 kota besar di Indonesia, salah satunya di Kota Makassar," kata Direktur Eksekutif YLKI Sulsel Ambo Masse di Makassar, Jumat.
Hasil survei dari 10 kota yang disurvei yakni Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, dan Kupang, menunjukkan anak-anak dan remaja Indonesia gemar mengkonsumsi MBDK dalam kemasan.
Hal itu terbukti satu dari empat atau 25,9 persen anak usia kurang dari 17 tahun mengkonsumsi MBDK setiap hari, bahkan satu dari tiga orang (31,6 persen) anak mengkonsumsi MBDK 2 sampai 6 kali dalam seminggu.
"Tentu ini fenomena yang sangat mengkhawatirkan bagi generasi penerus bangsa, karena ancaman penyakit deregenatif terus mengintai," kata Ambo.
Khusus untuk penduduk Kota Makassar, lanjut dia, termasuk yang cukup tinggi dalam hal konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan, khususnya untuk jenis minuman teh kemasan sekitar 90 persen, menyusul minuman energi 75 persen, dan minuman susu UHT 91,3 persen.
Dari hasil survei tersebut ditemukan pula bahwa meskipun tingkat pemahaman tentang dampak jangka panjang minuman berpemanis dan pemahaman dampak terhadap risiko diabetes, serta resiko dampak obesitas terhadap penyakit kardiovaskular. dianggap sangat tinggi, namun ternyata tingkat konsumsi MBDK masyarakat Kota Makassar juga masih tetap tinggi, yang setiap hari rata-rata 56,25 persen.
Terkait dengan rencana penggunaan cukai pada MBDK, Ambo mengatakan masyarakat Kota Makassar sangat mendukung untuk diterapkannya aturan tersebut sebanyak 8,75 persen.
"Ini berdasarkan hasil survei konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) YLKI tahun lalu di 10 kota besar di Indonesia, salah satunya di Kota Makassar," kata Direktur Eksekutif YLKI Sulsel Ambo Masse di Makassar, Jumat.
Hasil survei dari 10 kota yang disurvei yakni Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, dan Kupang, menunjukkan anak-anak dan remaja Indonesia gemar mengkonsumsi MBDK dalam kemasan.
Hal itu terbukti satu dari empat atau 25,9 persen anak usia kurang dari 17 tahun mengkonsumsi MBDK setiap hari, bahkan satu dari tiga orang (31,6 persen) anak mengkonsumsi MBDK 2 sampai 6 kali dalam seminggu.
"Tentu ini fenomena yang sangat mengkhawatirkan bagi generasi penerus bangsa, karena ancaman penyakit deregenatif terus mengintai," kata Ambo.
Khusus untuk penduduk Kota Makassar, lanjut dia, termasuk yang cukup tinggi dalam hal konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan, khususnya untuk jenis minuman teh kemasan sekitar 90 persen, menyusul minuman energi 75 persen, dan minuman susu UHT 91,3 persen.
Dari hasil survei tersebut ditemukan pula bahwa meskipun tingkat pemahaman tentang dampak jangka panjang minuman berpemanis dan pemahaman dampak terhadap risiko diabetes, serta resiko dampak obesitas terhadap penyakit kardiovaskular. dianggap sangat tinggi, namun ternyata tingkat konsumsi MBDK masyarakat Kota Makassar juga masih tetap tinggi, yang setiap hari rata-rata 56,25 persen.
Terkait dengan rencana penggunaan cukai pada MBDK, Ambo mengatakan masyarakat Kota Makassar sangat mendukung untuk diterapkannya aturan tersebut sebanyak 8,75 persen.