Makassar (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan (YLK SS) bersama Kanwil Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) menyosialisasikan bahaya Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), dan pentingnya mendorong pemberlakuan cukai MBDK.
"Bahaya MBDK yang jadi pemicu banyaknya anak-anak mengalami Diabetes Militus tipe 2 atau obesitas di lapangan ini menjadi perhatian serius, sehingga harus bersama-sama mendorong regulasi cukai MBDK," kata Ketua YLK Sulsel Ambo Masse di Makassar, Rabu.
Dia menjelaskan, persoalan MBDK ini telah menjadi perhatian serius bagi dunia internasional, dengan 48 negara sudah menerapkan cukai MBDK untuk menekan konsumsi MBDK, khususnya di kalangan anak-anak.
Hal itu karena MBDK dapat memicu anak-anak mengalami penyakit Diabetes Militus Tipe 2, obesitas, dan berbagai penyakit lainnya.
Sementara data peneliitian Kementerian Kesehatan diketahui, Diabetes Militus Tipe 2 tercatat 18 persen menjadi pemicu untuk setiap sajian MBDK per hari.
Berkaitan dengan hal tersebut, YLK Sulsel bersama Kanwil Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Selatan menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat dengan melibatkan sejumlah pemangku kepentingan di Makassar.
Sementara itu, Kepala Kanwil Bea dan Cukai Sulbagsel Djaya Kusmartata mengatakan, pentingnya menyosialisasikan dan menggiring lahirnya kebijakan pemerintah berupa cukai untuk MBDK, bertujuan untuk melindungi generasi pelanjut bangsa ke depan.
Menurut dia, dengan cukai ini sebenarnya menjadi harapan ke depan cukai tersebut bisa berkontribusi terhadap upaya mengedukasi masyarakat akan bahaya MBDK bagi tumbuh kembang anak.
Selain itu, diharapkan dari cukai MBDK dapat digunakan untuk membantu yang terkena dampak negatif dari MBDK yang dialami anak-anak.
"Pentingnya cukai MBDK ini, karena ternyata sudah terbukti dari berbagai riset bahwa masyarakat yang mengonsumsi gula yang tinggi berdampak negatif pada kesehatan mereka, sehingga cara menanggulanginya dengan menggunakan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan ini," jelasnya.
Sementara itu, Dokter Ahli Anak dr Nur Ayu Lestari M Biomed Sp A mengatakan, konsumsi MBDK ini rawan menyasar anak-anak usia 3-18 tahun. Khusus kalangan remaja tercatat cukup tinggi mengonsumsi MBDK, yakni 1-6 kali per minggu dengan cakupan sasaran 46,8 persen.
Sejak 2023, formulasi kebijakan cukai MBDK sudah disiapkan, namun tertunda di tingkat legislatif di pusat, sehingga pelaksanaannya dijadwalkan 2025 yang ditandai dengan penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Cukai MBDK.