Makassar (ANTARA) - Ketua KPPU RI M. Fanshurullah Asa menyatakan penjualan ritel gas alam cair atau liquid natural gas (LNG) tidak boleh dimonopoli oleh perusahaan tertentu karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

"Bahwa penjualan ritel liquid natural gas (LNG) tidak boleh dimonopoli oleh pelaku usaha tertentu, baik itu swasta atau BUMN," ujarnya melalui keterangannya diterima di Makassar, Senin.

Fanshurullah bersama sejumlah pejabat Kanwil VI KPPU Makassar telah melakukan kunjungan khusus ke PT Kawasan Industri Makassar (KIMA) dan beberapa perusahaan lainnya untuk memantau proses persaingan usaha.

Saat berada di Makassar, Fanshurullah mengaku ditemukan adanya pelaku usaha yang ingin menggunakan LNG karena dinilai lebih efisien.

Namun, penggunaan itu terkendala karena ada penghentian pasokan LNG dan tidak bisa memberikan pasokan alternatif dari pelaku usaha lainnya. Hal ini karena penjualan LNG di wilayah tersebut hanya bisa diperoleh dari satu pelaku usaha, yakni PT Pertamina.

"Sektor energi (khususnya minyak dan gas) menjadi salah satu sektor yang menjadi fokus utama kami di KPPU periode 2024-2029. Karena berdasarkan Indeks Persaingan Usaha (IPU), sektor ini konsisten berada di posisi rendah dalam 5 tahun terakhir yang artinya iklim persaingan usaha yang sehat pada sektor energi belum tercipta dengan baik," katanya.

Untuk itu, kata Fanshurullah, KPPU konsisten melakukan pengawasan sektor energi di berbagai wilayah termasuk di Indonesia Timur.

"Selama beberapa hari, pengawasan dilakukan di kota Makassar. Tujuan kami ke Makassar sesuai dengan tugas dan fungsi KPPU untuk memastikan adanya persaingan usaha yang sehat khususnya di sektor energi, minyak dan gas," terangnya.

Menurut dia, kunjungan yang dilakukan ke PT Kawasan Industri Makassar (PT KIMA) untuk memantau implementasi persaingan usaha yang sehat dalam liquid natural gas (LNG) pada industri di Makassar.

PT KIMA merupakan perusahaan milik pemerintah yang memiliki peran strategis dalam perekonomian di Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, sumber energi dan migas yang digunakan industri di kawasan PT KIMA, mayoritas menggunakan liquefied petroleum gas (LPG) yang disokong oleh Pertamina. Padahal 70 persen pasokan LPG di Indonesia masih didominasi impor.

Jumlah tersebut seharusnya dapat ditekan dengan mengalihkan penggunaan sumber energi migas dari dari LPG ke LNG yang produksinya cukup di dalam negeri.

Dalam penjelasannya, Direktur Utama PT KIMA Alif Abadi menyampaikan bahwa pada tahun 2020 terdapat satu perusahaan pengelolaan limbah B3 di kawasan industrinya yang pernah menggunakan LNG, namun berhenti pada 2023 karena kurangnya pasokan dan biaya distribusi yang cukup mahal karena pasokan LNG berasal dari Bontang,
Kalimantan Timur.

Terkait penghentian pasokan LNG tersebut, KPPU akan mengkaji apakah perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai indikasi perilaku praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Saat ini, izin niaga gas khususnya LNG dimonopoli oleh PT Pertamina (Persero) melalui sub-holding-nya yaitu PT Pertagas Niaga (PT GN). Jika ada aturan terkait monopoli izin niaga tersebut, KPPU akan mengusulkan kepada Pemerintah untuk mengubah regulasi tersebut dengan cara membuka kesempatan yang sama kepada pelaku usaha lain baik BUMD atau swasta.

Sehingga permasalahan pasokan LNG yang kurang dan biaya distribusi yang mahal dapat diminimalisir dengan adanya persaingan usaha yang sehat.

“Kami akan mengkaji dari sisi aturan dan perilaku pelaku usaha yang memperoleh izin niaga LNG. Jika terhambatnya pasokan dan mahalnya harga LNG diakibatkan regulasi yang salah, akan diajukan perubahan ke pemerintah. Tetapi jika adanya indikasi abuse atau praktik monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memperoleh izin niaga LNG tersebut, KPPU akan melanjutkannya dengan upaya penegakan hukum,” ucapnya.

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024