Makassar (ANTARA Sulsel) - Indonesia berhasil merajai ekspor udang ke mancanegara pada tahun 2013 dengan nilai ekspor mencapai 6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp60 triliun dengan total ekspor hasil budidaya udang itu sekitar 600 ribu ton.

Keberhasilan dari ekspor hasil budidaya udang itu tidak terlepas dari diuntungkannya Indonesia pada tahun 2013 dimana negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam yang masuk dalam daftar eksportir serta produsen udang terbesar di dunia itu sedang mengalami penurunan pasokan dikarenakan adanya wabah penyakit Early Mortality Syndrome (EMS) yang menyerang.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo yang inten melakukan eksplorasi terhadap potensi hasil bumi di Indonesia ini berani mengambil ancang-ancang dalam menjadikan Indonesia sebagai produsen maupun eksportir terbesar di dunia untuk hasil kelautan dan perikanan itu.

"Indonesia yang menjadi salah satu negara kepulauan terbesar ini mempunyai potensi yang sangat besar dan melimpah dalam bidang kemaritiman dan itu dibuktikan dengan nilai ekspor kita ke luar negeri. Tantangan kita ke depan, bagaimana terus memacu produksi kita," ujarnya.

Sharif yang melakukan panen udang tambak parsial di Desa Punga, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan pada Kamis (26/6) itu mengaku bangga dengan semua pihak yang terlibat dalam pengembangan budidaya air laut itu.

Dia merincikan, ekspor udang kebeberapa negara Eropa dan Amerika itu perkilogramnya dihargai senilai 10.000 dolar AS untuk 1 ton udangnya yang jika dikalkulasikan sebanyak 600 ribu ton menghasilkan senilai 6 miliar dolar AS.

Ia mengatakan meningkatnya ekspor udang ke Benua Eropa dan Amerika itu dikarenakan tidak adanya pesaing Indonesia dalam hal mengekspor hasil lautnya.

Negara-negara yang menjadi saingan Indonesia dalam hal ekspor hasil laut itu seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam mengalami kendala karena mendapat musibah wabah penyakit Early Mortality Syndrome (EMS) dan Indonesia terbebas dari itu sehingga menjadi pengekspor utama.

Dengan meningkatnya nilai ekspor pada sektor kelautan seperti dibidang perikanan itu juga menjadi nilai tambah dalam mendorong perekonomian nasional di tahun 2013 lalu dimana ekonomi Indonesia tumbuh 5,6 persen.

"Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2013 itu sekitar 5,6 persen tetapi untuk perikanan sendiri itu melampaui angka itu dan kita berhasil membukukan angka 6,9 persen," katanya.

Sharif menuturkan, udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industrialisasi perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi (high economic value) dan permintaan pasar tinggi (high demand product).

Trend positif ini, karena Indonesia tidak bermasalah dengan serangan wabah penyakit Early Mortality Syndrome (EMS) yang menyerang pembudidaya udang di negara produsen lain seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam.

Menurut Sharif, usaha budidaya udang di tahun mendatang akan semakin memiliki peluang besar dipasar dunia, karena Indonesia bebas dari tuduhan subsidi atau dumping.

Dimana, berdasarkan hasil penyelidikan Countervailing Duty (CVD) Department of Commerce Amerika Serikat terhadap impor produk udang beku dari Indonesia, tidak terbukti.

Lebih dari itu, diterapkannya National Residue Control Plan (NRCP) setiap tahun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan produk udang Indonesia bebas residu dengan dicabutnya sanksi CD 220 oleh Komisi Uni Eropa.

"Adanya peningkatan permintaan udang tersebut juga dibarengi peningkatan harga udang. Hal ini merupakan peluang emas yang harus dimanfaatkan masyarakat pembudidaya udang, khususnya untuk meningkatkan produksi melalui optimalisasi pemanfaatan areal pertambakan secara maksimal," tuturnya.

Sharif menjelaskan Indonesia mempunyai potensi besar dibanding negara pesaing lainnya, khususnya di Asia Tenggara. Total potensi area pertambakan seluas 1,2 juta ha, dengan potensi efektif untuk budidaya udang kurang lebih seluas 773 ribu ha.

Untuk itu, KKP melakukan optimalisasi potensi budidaya udang secara arif dan berkelanjutan, yang mendorong peningkatan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas.

Diantaranya, program tambak percontohan atau Demfarm yang telah dilaksanakan pada tahun 2012 di 6 kabupaten di Pantura Jawa Barat dan Banten, akan dilanjutkan pada tahun 2013 di di 28 kabupaten yang tersebar di 6 Provinsi antara lain Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, NTB, Sumatera Utara, dan Lampung. Program Demfarm dilakukan dalam upaya membangkitkan kembali gairah usaha budidaya udang nasional.

Budidaya Vaname Super Intensif

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo bersama rombongannya menghadiri panen udang vaname yang dibudidayakan di Desa Punaga, Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan dimana menghasilkan sebanyak 37 ton udang.

"Panen ini berhasil dan kedepannya kita harus mengembangkan lagi semua potensi-potensi budidaya demi meningkatnya hasil panen serta menjadi produsen terbesar udang di dunia," ujarnya.

Sharif yang didampingi Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Achmad Poernomo mengembangkan budidaya Udang Vaname di Sulawesi Selatan itu mengatakan jika penelitian dan pengembangan "Eco Culture Vaname Estate itu dinilainya berhasil.

Ia mengatakan salah satu hasil penelitian pada kawasan dengan kriteria layak produksi udang vaname yang telah dipanen sebanyak tiga kali yaitu pada pemeliharaan hari ke 70, 90 dan 105 hari.

Total produksi dari tiga kali panen dengan tiga petak kepadatan 750 ekor/m2 ; 1.000 ekor/m2 ; 1.250 ekor/m2 atau jika diestimasi mencapai 37 ton udang vaname.

"Kinerja ini tentu menjadi prospek cerah bagi dunia usaha akuakultur karena pada tambak ukuran 1000 m2 kubik saja didapatkan produksi yang besar seperti ini," katanya.

Menurut Sharif, kegiatan penelitian strategis dengan pengembangan budidaya udang vaname super intensif di tambak kecil atau small scale intensive farm itu sangat tepat untuk terus dikembangkan.

Karena tekonologi budidaya ini memiliki ciri luasan petak petak tambak sekitar 1.000 m2, kedalaman air kurang lebih 2 meter padat penebaran tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal, dilengkapi dengan tandon air bersih dan petak pengolah limbah budidaya.

Dia menjelaskan kinerja yang didapatkan sangat memuaskan dimana selama masa pemeliharaan 105 hari produksi yang diperoleh pada usaha budidaya udang super intensif kepadatan 500 ekor/m2 adalah  sebesar : 6.376 kg, sedangkan pada kepadatan 600 ekor/m2 dihasilkan produksi sebesar 8.407 kg.

Dalam perkembangannya, BPPBAP Maros dalam pengembangan budidaya itu membutuhkan biaya operasional dari kegiatan yang diperkirakan sebesar Rp234 hingga Rp338 juta per siklus.

"Kinerja ini tentu menjadi prospek cerah bagi dunia usaha akuakultur karena pada tambak ukuran 1000 m2 didapatkan produksi yang besar. Tentunya ini menjadi peluang besar dalam budidaya air payau," jelasnya.

Namun di sisi lain, potensi dampak akuakultur superintensif yaitu degradasi ekosistem dan penurunan biodiversitas pesisir akibat buangan limbah yang tidak dikelola ke perairan pesisir membawa pengkayaan nutrien, peningkatan bahan organik, sedimentasi.

Tentunya sejarah degradasi pantai utara Jawa yang salah satunya disebabkan pembukaan tambak secara masif cukuplah menjadi pembelajaran penting bagi dunia akuakultur.

Hasil penelitian menunjukkan karakteristik air limbah khususnya untuk variabel Fosfat, Bahan Organik Total, Padatan Tersuspensi Total telah melebihi ambang batas standar buangan air limbah budidaya udang.

Bangun Sekolah

Demi mewujudkan cita-cita Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menjadikan Indonesia sebagai eksportir terbesar di dunia, melalui melalui Badan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP) kemudian membangun Sekolah dan Akademi Perikanan dibeberapa daerah di Indonesia demi melahirkan tenaga ahli dan profesional di bidang perikanan.

Tidak tanggung-tanggung dana puluhan miliar digelontorkan dalam membangun sekolah dan akademi itu, tidak terkecuali Sulawesi Selatan dan beberapa negara kepulauan lainnya di Indonesia.

Di Sulsel, KKP telah menggelontorkan dana sebesar Rp7,3 miliar untuk pengembangan sumber daya manusia (SMD) yang ada di Sulawesi Selatan demi lahirnya para tenaga peneliti profesional.

"Kegiatan pendidikan melalui pengembangan SDM daerah merupakan bagian dari program jangka panjang KKP dan melalui Badan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP) kita akan menciptakan tenaga-tenaga ahli, tenaga peneliti yang mampu menjawab kebutuhan dunia maritim kita," ujar Kepala BPSDMKP, Suseno Sukoyono.

Dia mengatakan dana sebesar Rp7,3 miliar itu digunakan KKP dalam merealisasikan beberapa programnya diantaranya pemberian bantuan pendidikan dan pembangunan sarana infrastruktur.

Pemberian bantuan itu terdiri dari bantuan pendidikan bagi anak pelaku utama untuk menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Perikanan (STP), Akademi Perikanan (AP) Bitung, AP Sorong, dan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Bone senilai Rp2,724 miliar.

"Kemudian bantuan pelatihan bagi masyarakat bagi masyarakat dibidang perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, dan garam senilai ERp1,53 miliar serta bantuan penyuluhan bagi para penyuluh senilai Rp3 miliar," katanya.

Selain itu, pembangunan infrastruktur yakni berupa pembangunan empat gedung di unit pelaksanaan BPSDMKP juga akan dilakukan, pertama kantor utama Politkenik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) Bitung, Sulawesi Utara senilai Rp4,8 miliar dengan luas bangunan 783 m2.

Kedua, akan dibangun gedung praktek (Teaching factory) BPPP Aertembaga, Bitung, Sulut senilai Rp2,3 miliar dengan luas bangunan 1.108,5 m2 yang terdirti dua lantai.

"Masih ada teaching factory SUPM Negeri Bone di Sulsel senilai Rp15 miliar dengan luas bangunan 1000 m2 serta kampus konservasi Wakatobi di Sulawesi Tenggara senilai Rp20 miliar dengan luas bangunan 1.100 m2," jelasnya.

Suseno dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, BPSDMKP menggunakan sistem pendidikan vokasi dengan pendekatan `teaching factory` di satuan-satuan pendidikan tersebut.

Pendidikan vokasi dicirikan dengan porsi 60 persen praktek dan 40 persen teori bagi tingkat pendidikan tinggi serta 70 persen praktek dan 30 persen teori untuk tingkat pendidikan menengah.

Sementara untuk pendekatan teaching factory merupakan peneylenggaraan pembelajaran sesuai dengan proses pendidikan produksi yang sebenarnya dam sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan dunia industri.

"Untuk itulah gedung praktek `teaching factory disatuan pendidikan KKP dibangun dimana seluruhnya diresmikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan," katanya.

Suseno menambahkan, KKP melalui BPSDMKP terus mendorong upaya pengembangan SDM KP termasuk di provinsi Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Zita Merina

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024