Makassar (ANTARA) - Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan bersama seluruh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) menetapkan besaran  standar minimal biaya perjalanan ibadah umrah setelah disepakati melalui rapat koordinasi.

Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Sulsel Ikbal Ismail di Makassar, Sabtu, mengatakan, besaran biaya standar minimal itu disepakati dalam Rakor PHU Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan dengan PPIU se-Sulsel.

“Adapun besaran referensi harga yang disepakati untuk pelaksanaan ibadah umrah adalah sebesar Rp27,5 juta sekali jalan atau direct flight dari Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar yang mencakup seluruh komponen biaya perjalanan umrah,” ujarnya.

Penetapan standar biaya tersebut merujuk pada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1021 tentang referensi biaya penyelenggaraan ibadah umrah dan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 6 tentang penyelenggaraan ibadah umrah dan haji khusus.

“Sesuai KMA Nomor 1021 biaya standar minimal 23 juta rupiah. Itu kalau berangkat dari Jakarta. Jika ditambah dengan tiket pesawat Makassar – Jakarta PP sekitar Rp3,2 juta maka idealnya Rp26,2 juta. Kalau mau naikkan sesuai layanan terserah, namun jika ada yang menjual di bawah itu kita panggil,” kata dia.

Dengan menekan biaya umrah, kata Ikbal, akan berdampak pada layanan, padahal kata dia, keinginan dan harapan Pemerintah adalah para PPIU lebih mengedepankan layanan dari pada bisnisnya.

“Tolong pentingkan layanan dari pada bisnis. Pentingkan unsur sosialnya. Insyaallah bila layanan PPIU baik dan memuaskan, biar anda duduk manis di kantor, jemaah datang sendiri mendaftar. Kalau kita layani dengan baik, jemaah ini yang akan bertindak sebagai marketing (pemasar) untuk mengajak orang lain memilih travel (perusahaan perjalanan) anda,” tuturnya.

Pada kesempatan ini, Ikbal juga menyampaikan munculnya sejumlah persoalan yang dikeluhkan jemaah, salah satunya karena faktor ketidakpahaman oknum PPIU tentang hak dan kewajiban.

“Itu karena kurang mengetahui aturan yang ada, kurangnya membaca aturan yang dibuat pemerintah. Silahkan baca dan pahami, UU Nomor 8 tahun 2019 dan PMA nomor 5 dan 6. Di situ sangat jelas hak dan kewajiban PPIU dan PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus),” terangnya.

Sementara itu, Kasubdit Perizinan dan Akreditasi Bina PPIU pada Direktorat PHU Kemenag RI, H. Nurchalis yang hadir selaku pemateri pada rakor yang digelar di aula lantai dua Kanwil Kemenag Sulsel ini.

Nurchalis mengatakan  salah satu tujuan rakor ini adalah untuk mempertemukan keinginan pemerintah dan PPIU, dimana pemerintah menginginkan 80 persen layanan dan keuntungan 20 persen.

“Mengenai pembinaan PPIU, yang diinginkan Pemerintah (Kementerian Agama) adalah 80 persen melayani jemaah dan 20 persen memikirkan keuntungan. Ini yang kita pertemukan pada rakor ini, bagaimana mempertemukan kepentingan pemerintah dan pelaku PPIU,” ucapnya.

Terakhir, dia juga mengingatkan kepada PPIU agar segala persyaratan akreditasi untuk dituntaskan, khususnya mengenai laporan keuangan.

Rakor yang berlangsung di Kemenag Sulsel ini, juga dihadiri oleh para Ketua Tim pada Bidang PHU Kanwil Kemenag Sulsel, serta 100 lebih PPIU se-Sulsel.
 

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024