Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Ian Iskandar, mengatakan bahwa penyidik kepolisian tidak akan menjemput paksa kliennya.
Dalam konferensi pers di sebuah hotel kawasan Jakarta Selatan, Kamis, Ian Iskandar menjelaskan bahwa penyidik hanya bisa melakukan penahanan ketika telah memenuhi dua syarat, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.
Adapun Firli, kata dia, tidak memenuhi syarat subjektif, yaitu kekhawatiran dari aparat penegak hukum bahwa tersangka akan melarikan diri.
"Apakah Pak Firli mau melarikan diri? Tidak. Apakah Pak Firli akan menghilangkan barang bukti? Tentu tidak. Apakah Pak Firli akan melakukan kembali perbuatannya? Tentu tidak. Syarat subjektif ini sudah kami sampaikan kepada penyidik, dan mereka sudah memahami bahwa hal tersebut tidak akan pernah dilakukan oleh Pak Firli," ucapnya.
Kuasa hukum Firli mengemukakan bahwa penyidik memiliki penilaian tersendiri terhadap posisi Firli terkait dengan upaya penahanan.
Diungkapkan pula bahwa sejak Firli ditetapkan sebagai tersangka, kliennya alami kerugian secara materiel maupun imateriel.
"Secara materiel, dia dirugikan. Imateriel juga. Nama baik beliau tercemar. Ada beban pada anak dan istrinya. Misalnya, karena dicekal ke luar negeri, dia tidak bisa melakukan perjalanan keagamaan, salah satunya umrah," kata dia.
Selama dibatasi ruang geraknya, kata dia, Firli banyak menghabiskan waktu dengan melakukan kegiatan olahraga dan keagamaan.
"Dia dari dahulu memang punya aktivitas menjadi pembina rumah yatim piatu di dekat rumah beliau. Jadi, aktivitas beliau seperti itu," ucapnya.
Sebelumnya, Firli tersandung kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Firli disangkakan melanggar ketentuan Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.
Firli juga dijerat dengan Pasal 36 pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK berisi tentang larangan anggota KPK bertemu langsung dengan tersangka atau pihak yang berhubungan dengan perkara tindak pidana korupsi.
Hukumannya terdapat dalam Pasal 36 jo. Pasal 65 UU KPK, yaitu setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kuasa hukum yakin kepolisian tidak akan jemput paksa Firli
Dalam konferensi pers di sebuah hotel kawasan Jakarta Selatan, Kamis, Ian Iskandar menjelaskan bahwa penyidik hanya bisa melakukan penahanan ketika telah memenuhi dua syarat, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.
Adapun Firli, kata dia, tidak memenuhi syarat subjektif, yaitu kekhawatiran dari aparat penegak hukum bahwa tersangka akan melarikan diri.
"Apakah Pak Firli mau melarikan diri? Tidak. Apakah Pak Firli akan menghilangkan barang bukti? Tentu tidak. Apakah Pak Firli akan melakukan kembali perbuatannya? Tentu tidak. Syarat subjektif ini sudah kami sampaikan kepada penyidik, dan mereka sudah memahami bahwa hal tersebut tidak akan pernah dilakukan oleh Pak Firli," ucapnya.
Kuasa hukum Firli mengemukakan bahwa penyidik memiliki penilaian tersendiri terhadap posisi Firli terkait dengan upaya penahanan.
Diungkapkan pula bahwa sejak Firli ditetapkan sebagai tersangka, kliennya alami kerugian secara materiel maupun imateriel.
"Secara materiel, dia dirugikan. Imateriel juga. Nama baik beliau tercemar. Ada beban pada anak dan istrinya. Misalnya, karena dicekal ke luar negeri, dia tidak bisa melakukan perjalanan keagamaan, salah satunya umrah," kata dia.
Selama dibatasi ruang geraknya, kata dia, Firli banyak menghabiskan waktu dengan melakukan kegiatan olahraga dan keagamaan.
"Dia dari dahulu memang punya aktivitas menjadi pembina rumah yatim piatu di dekat rumah beliau. Jadi, aktivitas beliau seperti itu," ucapnya.
Sebelumnya, Firli tersandung kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Firli disangkakan melanggar ketentuan Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.
Firli juga dijerat dengan Pasal 36 pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK berisi tentang larangan anggota KPK bertemu langsung dengan tersangka atau pihak yang berhubungan dengan perkara tindak pidana korupsi.
Hukumannya terdapat dalam Pasal 36 jo. Pasal 65 UU KPK, yaitu setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kuasa hukum yakin kepolisian tidak akan jemput paksa Firli