Makasaar (ANTARA Sulsel) - Anak seorang tukang dari Makassar merasa terbantu dengan program Bidikmisi (beasiswa pendidikan untuk mahasiswa miskin berprestasi), sedang mahasiswa lainnya terbantu dengan program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) dari Kemdikbud.

Perwakilan mahasiswa Universitas Hasanuddin itu bersama perwakilan mahasiswa dari Universitas Negeri Makassar dan Politeknik Negeri Ujung Pandang mengemukakan hal itu dalam Pengumpulan Data dan Dialog Peserta Program BidikMisi dan SM3T Wilayah Sulawesi Selatan, di Makassar, Sabtu.

Acara tersebut dihadiri oleh Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Komunikasi Media, Sukemi, dan pengamat pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Hidayatullah, Dr Ahmad Baedawi. Mahasiswa memberikan testimoni dan memberikan masukan terkait dua program tersebut.

Mahasiswa Sosiologi Fisip Unhas, Muhammad Rusliadi, mengaku perkuliahannya saat ini sangat terbantu dengan program beasiswa Bidikmisi.

"Bapak saya hanya tukang yang pekerjaannya pegang sekrop, ibu saya melarang kuliah karena tidak punya uang. Sepeda motor yang dibelikan bapak akhirnya saya jual senilai tiga juta untuk beli laptop. Kalau saya masih punya motor pasti ada alasan agar saya jadi tukang," kata mahasiswa asal Luwu Timur ini.

Rusliadi mengatakan setelah lulus SMA dirinya nekad lari ke Makassar dan mengikuti bimbingan belajar hingga dirinya diterima di Unhas.

"Teman satu kamar saya empat orang, tiga di antaranya menerima beasiswa Bidikmisi. Dari situ saya kemudian mencoba ikut dan berhasil lolos. Kini saya sudah berhasil beli tiga ekor kambing di rumah. Hanya satu yang belum berhasil, membelikan pizza buat ibu, karena kalau dibawa ke sana basi," katanya.

Senada dengan itu, mahasiswi Politeknik Negeri Ujung Pandang, Halimah A, mengaku tidak menyangka terpilih menerima beasiswa bidik misi.

"Ayah saya meninggal saat saya berusia lima tahun. Ibu saya tidak setuju saya kuliah di Makassar. Ibu bilang kita ini orang kampung, kerja saja di sekitar rumah. Saya sempat bekerja satu bulan sebagai kasir. Namun saya bertekad ingin kuliah. Alhamdulillah, saya menerima beasiswa Bidikmisi," katanya.

Pada kesempatan tersebut, sejumlah mahasiswa peserta program SM3T menceritakan pengalamannya mengabdi di Provinsi Papua dan bahkan di antara mereka ada yang ingin kembali ke Papua.

Staf Khusus Mendibud Bidang Komunikasi Media, Sukemi, berharap para mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi bisa menjadi agen-agen yang bisa memberitahu tetangga dan keponakan-keponakannya bahwa dirinya bisa kuliah karena beasiswa Bidikmisi.

"Silakan mahasiswa mencoba menulis pengalamannya sehingga bermanfaat bagi orang lain. Jangan berpikir tulisan saya layak atau tidak, yang penting menulis saja," katanya.

Pada kesempatan tersebut dia juga menjelaskan keterlambatan penerimaan beasiswa karena pola anggaran yang berbeda-beda sehingga Kemenkeu kadang terlambat mengirim ke perguruan tinggi.

Sementara pengamat pendidikan UIN Hidayatullah Ahmad Baedawi dalam pesannya kepada mahasiswa meminta agar mereka tidak kehilangan rasa syukur dengan menjaga rasa terima kasih.

"Belajarlah dengan baik, membacalah sebanyak-banyaknya. Lebih baik banyak membaca daripada chatting atau browsing. Minat membaca mahasiswa di Indonesia masih sangat kurang. Karena itu peliharalah rasa syukur dengan banyak membaca," ujar penerima beasiswa Asian Development Bank tersebut.

Pewarta : Agus Setiawan
Editor :
Copyright © ANTARA 2024