Jakarta (ANTARA) - Peneliti Muda Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mirna Widiyanti mengatakan pengawasan berkelanjutan terhadap subtipe HIV, termasuk di dalamnya CRF, yang bersirkulasi masih perlu dilakukan di Indonesia.

Ia menyarankan kepada pemangku kepentingan terkait mengenai pentingnya dilakukan penelitian yang berkesinambungan untuk karakterisasi epidemi HIV, khususnya untuk karakteristik genetik dari virus HIV.

“Karakteristik tersebut berguna untuk memetakan perjalanan penularan HIV di dalam populasi dan dapat memprediksi kelanjutan epidemi HIV,” katanya dalam webinar diikuti di Jakarta, Jumat.

Ia menyebutkan sebaran subtipe HIV CRF01_AE termasuk yang dominan di wilayah Indonesia dibandingkan dengan subtipe lainnya dalam strain HIV tipe 1. Berdasarkan penelitian secara in vitro, subtipe CRF01_AE memiliki progresivitas untuk menjadi AIDS yang lebih cepat dibandingkan dengan subtipe yang biasa.

“Beberapa hasil penelitian yang sudah kami baca bahwa untuk penularan HIV subtipe B banyak pada populasi homoseksual dan pengguna narkoba suntik, sedangkan untuk tipe yang CRF01 itu penularannya lebih banyak pada populasi heteroseksual,” katanya.

Virus HIV-1 merupakan yang paling umum terjadi dan tersebar di seluruh dunia. Tipe ini terbagi menjadi empat grup, salah satunya grup M atau major yang memiliki subtipe A, B, C, D, F, G, H, J, dan K. Adapun CRF01_AE masuk dalam subtipe A circulating recombinant form (CRF).

Selain CRF, ada juga unique recombinant form (URF) yang ditemukan di Afrika dan hingga saat ini masih belum ditemukan di Indonesia. Virus HIV CRF01_AE banyak dijumpai di Asia Tenggara, khususnya Thailand dan Indonesia.

Mirna mengatakan beberapa subtipe lainnya juga dijumpai yang tersebar di wilayah Indonesia, seperti subtipe B dan recombinant AG. Di dunia, virus HIV subtipe B banyak terdapat di Australia, Amerika Utara, serta sebagian Amerika Selatan dan sebagian Eropa.

Ia menyebutkan sekitar 40 juta orang di dunia sudah terinfeksi HIV pada 2023. Berdasarkan data UNAIDS pada 2023, penderita HIV di Asia Tenggara mencapai 3,8 juta jiwa. Angka tersebut menjadikan Asia Tenggara wilayah dengan penderita HIV terbanyak kedua setelah Afrika yang mencapai 25,7 juta orang.

United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) menetapkan target eliminasi HIV pada 2030 melalui strategi 95-95-95, yakni 95 persen orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui status HIV-nya, 95 persen ODHIV mendapatkan pengobatan ARV, serta 95 persen ODHIV yang sudah mendapatkan ARV mengalami penurunan viral load atau virus tersupresi. Pencapaian target tersebut juga menjadi komitmen bagi pemerintah Indonesia.

Estimasi jumlah ODHIV mencapai 515.455 pada 2023, menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Berdasarkan data per 15 April 2024, progres capaian target 95-95-95 baru mencapai 67 persen ODHIV mengetahui statusnya, 60 persen ODHIV mengetahui status dan sedang mendapat pengobatan ARV, serta 34 persen ODHIV sedang dalam pengobatan ARV yang virusnya tersupresi.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti: Pengawasan subtipe HIV perlu dilakukan secara berkelanjutan


Pewarta : Rizka Khaerunnisa
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024